GAMEFINITY.ID, Kabupaten Malang – Pada saat ini, para pengguna Nintendo Switch dapat memilih berbagai game yang ingin dimainkan mereka, termasuk dengan game-game konsol Nintendo sebelumnya. Direktur dari Nintendo, Shigeru Miyamoto, beranggapan bahwa backward compatibility saat ini dapat dikatakan menjadi sebuah hal yang mudah. Namun, bukan berarti bahwa Nintendo akan berfokus pada hal tersebut di konsol next-gen milik mereka.
Miyamoto menjelaskan lebih lanjut terkait hal ini pada acara financial briefing terkait mudahnya backward compatibility pada Nintendo saat ini.
Ia mengatakan “Di masa lalu, pengembangan sebuah game hanya dikhususkan untuk platform yang dituju saja. Hal ini berarti bahwa video game tersebut tidak dapat dibawa ke konsol generasi lainnya (selanjutnya) dan tidak mungkin bila nantinya sebuah software dapat dijalankan di hardware baru tanpa adanya perubahan.”
“Namun, saat ini pengembangan software sudah terintegrasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa software lawas dapat dijalankan di hardware baru secara mudah.” tambahnya.
Nintendo memang terkenal dengan backward compatibility yang ditawarkannya di setiap peluncuran konsol baru. Seperti Nintendo DS yang dapat memainkan game dari GBA dan GBA dapat memainkan game dari Game Boy dan Game Boy Color.
Oleh karena sejarah konsolnya yang punya fitur tersebut, banyak penggemar yang selalu menunggu kehadiran fitur yang sama ketika baru tersedia. Hal ini disebabkan oleh Nintendo Switch yang tidak mendukung kartrid game Nintendo lawas apapun.
Meski ditunggu oleh banyak orang, Miyamoto menjelaskan bahwa fokus Nintendo bukanlah tentang adanya fitur backward compatibility tersebut. Ia mengatakan bahwa kekuatan Nintendo bukanlah berada pada game-game lawas yang sebelumnya dirilis, melainkan game-game yang nantinya masih akan dirilis selanjutnya di masa depan.
“Meski begitu, kekuatan kami, Nintendo, sebenarnya adalah pada kreasi pengembangan hiburan baru. Jadi saat kami memperkenalkan perangkat baru yang akan datang, kami berencana untuk terus menawarkan berbagai konten baru dan unik yang tidak dapat diwujudkan oleh platform lainnya yang ada di pasar saat ini.”, tambahnya.
Nintendo baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka telah menjual lebih dari 114 juta unit dari Nintendo Switch yang hadir tanpa fitur backward compatibility. Pengumuman tersebut dapat diartikan bahwa meskipun hadir tanpa fitur yang sudah lekat, penjualan Switch tidak kalah dengan konsol sebelumnya.
Hal ini menarik untuk diperhatikan ke depannya bagaimana Nintendo memenuhi keinginan para pemainnya untuk bermain game lawas. Bila nantinya memang tidak dihadirkan, maka musuh abadi Nintendo, yaitu emulator nantinya akan menjadi sosok yang dianggap pahlawan oleh para fans Nintendo agar dapat bermain game lawas.
GAMEFINITY.ID, Kabupaten Malang – Baru-baru ini publisher dari game PUBG, Krafton, telah mengakuisisi studio Neon Giant yang menjadi pengembang dari video game “The Ascent”. Saat ini Krafton telah memiliki 8 anak perusahaan termasuk salah satunya PUBG Studios, serta Striking Distance Studios yang menjadi pengembang The Callisto Protocol dan Unknowns World Entertainment, developer game Subnautica. Perusahaan asal Korea ini memang tengah gencar untuk mengakuisisi berbagai studio sejak tahun 2021 kemarin.
Konfirmasi akuisisi tersebut dilaporkan oleh Krafton pada laporan pendapatan perusahaan yang baru dirilis pada hari Jum’at yang lalu. Masih belum ada dettil lebih lanjut mengenai akuisisi ini, oleh karena itu masih belum diketahui pasti berapa banyak yang Krafton bayarkan untuk proses akuisisi ini. Bahkan, Neon Giant pun masih belum sempata mengumumkan apapun terkait dengan proses akuisisi ini.
Krafton juga menjelaskan terkait dengan proyek yang akan dihadirkan oleh Neon Giant Studio nantinya. Mereka mengatakan bahwa proyek tersebut akan menghasilkan sebuah game bertema open world fps. Hal ini bertolak belakang dengan game yang telah dihasilkan Neon Giant sebelumnya yang berupa ARPG.
Meski begitu beberapa fans beranggapan bahwa proses akuisisi ini akan memiliki dampak negatif bagi perusahaan. Sebabnya adalah rekam jejak Krafton yang sudah menutup beberapa studio di masa lampau. Ada kemungkinan bahwa Neon Giant menjual perusahaannya karena tidak ada pilihan lain untuk bertahan. Namun, alangkah baiknya untuk menunggu pernyataan dari Neon Giant sendiri setelah proses akuisisi ini.
Neon Giant sendiri merupakan sebuah studio pengembang baru yang dibentuk pada tahun 2018. Di dalamnya terdapat berbagai orang berpengalaman yang juga telah menggarap berbagai game terkenal seperti Wolfenstein dan DOOM. Berlokasi di Swedia, tim ini menggunakan sistem investasi substansial dari Amplifier Game Invest dan diikuti oleh kerjasama mereka dengan Epic Games dalam proyek yang menggunakan Unreal Engine 4.
Hasilnya adalah game berjudul “The Ascent”. Game ini memerlukan waktu pengembangan selama 3 tahun dan hanya dikerjakan oleh 11 orang saja. Angka penjualan game-nya masih belum dirilis untuk publik, namuna sang publisher Curve Digital mengatakannya sebagai perilisan yang sukses.
GAMEFINITY.ID, Kabupaten Malang – Blizzard baru-baru ini mengumumkan rilisnya seorang hero baru dengan kelas tank bernama Ramattra. Ramattra sendiri merupakan seorang hero dengan role tank yang akan melengkapi line-up hero di Overwatch 2.
Dalam kisahnya, Ramattra sendiri merupakan seorang pemimpin dari organisasi bernama “Null Sector”. Seperti Zenyatta, Ramattra merupakan seorang biksu yang tidak lagi mengambil jalan damai sebagai opsi untuk memperjuangkan hak dari Omnic.
Blizzard mengutip di lamannya bahwa Ramattra awalnya merupakan sebuah mesin perang yang mengangkat perisainya untuk melindungi orang-orang dan memperjuangkan kedamaian. Namun, meski latar belakangnya seperti seorang pahlawan, Blizzard menambahkan bahwa kisah dari Ramattra ini sebenarnya penuh akan kenyataan pahit, trauma, dan menunjukkan sisi buruk dari kemanusiaan.
Berdasarkan wawancara IGN dengan Alec Dawson, sang desainer dari Ramattra, ada beberapa poin yang dapat disimpulkan. Salah satu di antaranya adalah bahwa Ramattra nantinya akan memiliki 2 mode yang dapat digunakan saat bermain.
“Dia memang memiliki 2 form. Form Omnic dan Form Nemesis. Beberapa skill yang kami tes salah satunya adalah saat ia berpindah antara kedua form tersebut. Karena pada saat pada Omnic form, para pemain akan bermain dengan melakukan poking, melindungi kawan di jarak yang agak jauh. Sementara itu, pada Nemesis form, pemain bermain dengan melakukan rushing ke arah musuh dengan pukulan yang dimiliki pemain dalam form ini.”
Dalam beberapa leak yang beredar di internet, 2 mode Ramattra tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Pada mode Omnic miliknya, ia dapat menciptakan sebuah barrier berbentuk tabung yang kemungkinan dapat mencegah musuh untuk berada di angkasa dan memaksa mereka untuk berada di bawah.
Pada mode Nemesis, Ramattra hanya memiliki kemampuan untuk melakukan melee attack dengan pukulannya. Pada mode ini Ramattra juga dapat menganulis berbagai damage yang masuk. Mode ini sendiri hanya dapat diaktifkan ketika charge sudah penuh dan hanya akan bertahan sekitar 8 detik.
Ramattra sendiri rencananya akan hadir pada Season 2 Overwatch 2 pada 3 Desember 2022 nanti. Ia sendiri nantinya akan menjadi hero ke-36 yang dapat dimainkan pada Overwatch 2.
GAMEFINITY.ID, Kabupaten Malang – Virtual Reality atau VR merupakan sebuah teknologi yang dapat memungkinkan manusia merasakan simulasi dunia buatan secara nyata dengan menggunakan teknologi 3D.
Saat ini, VR telah digunakan secara masal dan luas. Mulai dari edukasi militer dan keperawatan, tempat virtual meeting, tempat nongkrong online, dan yang pasti salah satu cara untuk bermain game.
Penggunaan VR dalam game saat ini dapat dibilang sudah cukup luas. Beberapa game racing sim seperti Assetto Corsa hingga game FPS seperti Pavlov sudah menerapkan dukungan VR ke dalam game-nya.
Namun, bagaimana sejarah VR bisa digunakan di dalam dunia game? Bagaimana teknologi VR di abad ke-20? Yuk, kita bahas!
Sejarah Virtual Reality
Cikal bakal dari terciptanya VR berasal dari ide Morton Heilig, seorang produser film. Ia kala itu berpikiran bagaimana sebuah film dapat dirasakan oleh seluruh indera manusia. Pada tahun 1962 ia membuat sebuah perangkat bernama “Sensorama”. Perangkat tersebut merupakan prototip dari VR yang masih menggunakan teknologi mekanik. Ia juga membuat sebuah produk bernama “Telesphere Mask” yang menjadi perangkat augmented reality pertama yang pernah dibuat.
Pada tahun 1968, Ivan Sutherland dan muridnya Bob Sproull membuat sebuah perangkat pertama yang digunakan di kepala. Mirip dengan VR yang kita ketahui saat ini, namun dengan ukuran yang lebih besar. Perangkat tersebut bernama “The Sword of Damocles”.
Di era 70-an hingga 90-an, tujuan pengembangan VR sebagian besar adalah untuk kepentingan edukasi dalam bidang keperawatan, militer, industri automobile, dan kedirgantaraan. Pada era ini contoh pengembangan VR yang populer adalah peta virtual buatan David Em di lab NASA dan “Aspen Movie Map”, sebuah dunia tur virtual buatan Massachusetts Institute of Technology.
Perkembangan Awal Virtual Reality dalam Dunia Game
VR pertama kali dikenalkan ke dalam dunia game oleh Atari dengan prototip mereka pada tahun 1980-an. Namun, proyek mereka gagal karena fenomena video game crash of 1983 yang membuat kondisi ekonomi mereka memburuk.
Meskipun telah gagal, para peneliti yang direkrut oleh Atari sebelumnya melanjutkan proyek tersebut secara mandiri. Salah satunya adalah Jaron Lanier, pendiri VPL Research di tahun 1985 yang terjun dalam bidang virtual reality. Lanier juga merupakan orang yang mempopulerkan kata “virtual reality” ke khalayak umum.
Pertama kalinya virtual reality masuk ke dalam dunia game secara komersil diperkenalkan oleh Sega dengan Sega VR di tahun 1991. Sega VR menggunakan sistem sederhana, layar LCD yang digunakan bersama headphone stereo, dan beberapa sensor yang mendeteksi pergerakan kepala.
Sega kembali merilis produk VR milik mereka pada tahun 1994. Kali ini, produknya diberi nama Sega VR-1. Perangkat tersebut dapat mendeteksi gerakan kepala dengan sudut 360 derajat penuh. Produk ini menjadi pencapaian terbesar Sega dalam perkembangan teknologi dalam industri game.
Setelah Sega, terbitlah Nintendo. Nintendo mencoba untuk masuk ke pasar VR di tahun 1999 dengan merilis secara masal produk bernama “Virtual Boy”. Sayangnya, hingga saat ini Virtual Boy masih dinobatkan sebagai produk gagal Nintendo. Hal ini dikarenakan meskipun sudah menggunakan teknologi VR, secara garis besar ukuran alatnya besar, dan grafis dalam game-nya yang membuat para pemain pusing.
Era 2000-an hingga Saat Ini
Perkembangan VR yang telah masuk ke dalam dunia game dapat dikatakan tanpa progress di tahun 2000-an awal. Selain menjadi masa puncak dari berbagai konsol seperti PS2 dan Nintendo DS, para pengembang juga belajar dari kegagalan Virtual Boy di milenia sebelumnya.
Memasuki dekade baru, pada 2010 Palmer Luckey mendesain prototip pertama dari Oculus Rift, perangkat VR yang masih dikenal hingga saat ini. Oculus pertama dikenalkan ke publik pada E3 2012 dan dibeli oleh Facebook (kini Meta) pada tahun 2014 senilai US$ 3 milyar. Hingga saat ini, perangkat VR Oculust dapat digunakan dalam berbagai game VR.
Di masa selanjutnya, berbagai perusahaan mulai turun ke bidang VR, mulai dari Sony dengan PS VR, Steam, Google, Amazon, Microsoft, hingga Apple dan Samsung. Namun, selain Oculust, hanya PS VR, HTC Vive Steam VR, Valve Index, dan Windows Mixed Reality yang punya pasar besar dalam dunia game.
Selain perangkatnya, perkembangan game VR pun juga berubah total saat ini. Beberapa game racing simulation seperti Assetto Corsa yang dapat mendukung VR demi pengalaman yang lebih realistis. Game FPS pun juga terjun ke dunia VR dengan Pavlov serta berbagai genre game lainnya dengan grafis yang tentunya lebih baik dan lebih realistis daripada game VR sebelum abad 21.
Penutup
VR, meskipun awalnya digunakan untuk keperluan edukasi dan sains, namun setelah VR dapat diproduksi secara masal, penggunaannya menjadi lebih luas. Dalam industri game sendiri sejarah perkembangannya sudah cukup panjang dari tahun 90-an. Saat ini penggunaan VR sudah dapat dibilang mendekati sempurna dalam beberapa game. Dapat ditunggu berbagai kejutan menarik lainnya yang dapat dihadirkan oleh CR di masa yang akan datang.
GAMEFINITY.ID, Kabupaten Malang – Fallout series, setelah sebelumnya pernah membahas terkait bagaimana Bethesda menghancurkan seri Fallout dengan Fallout 76, tidak baik rasanya kita tidak memperhatikan jasa Bethesda.
Saat ini Fallout dikenal sebagai salah satu game FPS RPG bertema post-apocalyptic paling sukses. Namun, sebelum itu semua, Fallout sebenarnya merupakan sebuah game RPG biasa yang tidak mengusung genre FPS.
Fallout juga telah mengalami pergantian developer yang membuat arahnya juga berubah. Dari Interplay, menuju ke masa transisi ke Bethesda, hingga zaman Bethesda yang kita ketahui saat ini.
Masa Awal dari Fallout
Fallout 1 & 2 merupakan dua game pertama dari seri Fallout yang dirilis oleh Interplay masing-masing pada 1997 dan 1998. Dua seri Fallout ini masih mengusung kamera tipe isometric perspective dimana pemain akan melihat sang karakter dari atas dengan gaya animasi 2.5D.
Kedua game tersebut dapat dibilang merupakan sebuah kesuksesan beruntun yang diraih oleh Interplay. Fallout 1 mendapatkan tanggapan yang cukup positif dari para pemainnya karena desain permainannya yang kental akan tema post-apocalyptic dengan adanya unsur ketidakpastian, putus asa, dan gore.
Pada Fallout 1 pemain akan bermain sebagai seorang penghuni vault (vault dweller). Tujuan utama sang pemain dalam game ini adalah untuk membantu vault-nya memperbaiki water chip milik mereka. Setelah itu, sang pemain akan diharuskan untuk mengintervensi rencana dari sang antagonis the Master.
Fallout 2 menunjukkan perkembangan yang signifikan karena adanya upgrade dari sisi engine dan pengembangan karakter para NPC. Masih mengusung tema dan perpektif kamera yang sama, Fallout 2 menceritakan yang diyakini sebagai cucu dari tokoh utama di Fallout seri sebelumnya. Tugasnya juga kurang lebih sama dengan Fallout 1, keluar untuk mencari resource dan mengalahkan antagonis.
Terdapat beberapa fitur penting Fallout sekarang yang sudah dikembangkan dari 2 game pertama ini. Fitur tersebut adalah S.P.E.C.I.A.L. dan VAT. Kedua fitur tersebut masih menjadi ciri khas dari Fallout hingga saat ini.
Tactics dan Brotherhood of Steel
Interplay dan Black Isle Studio memutuskan untuk merilis seri Fallout berbeda dari cerita utama seri Fallout dengan Fallout Tactics (2001) dan Brotherhood of Steel (2004). Kedua seri ini masing-masing mengusung genre berbeda dari game sebelumnya. Fallout Tactics mengusung genre turn-based real time RPG dan Brotherhood of Steel dengan genre action RPG.
Tidak ada perubahan yang signifikan terhadap gameplay utama dari Fallout pada kedua game ini. Keduanya membawa cerita yang berbeda dengan tokoh yang berbeda, namun di universe yang sama.
Fallout 3 menandakan era baru dari Fallout. Bethesda berhasil mengakuisisi seri Fallout dari Interplay dan mulai mengembangkannya. Tahun 2007, menjadi tahun pertama Fallout versi Bethesda untuk rilis.
Fallout 3 menjadi seri pertama Fallout yang mengusung genre FPS RPG. Namun, karena menjadi game pertama dalam genre tersebut, Fallout 3 dapat dikatakan tidak terlalu baik. NPC bertindak konyol, physic yang seadanya, environment yang kacau, dan berbagai masalah lainnya.
Namun, yang patut diapresiasi adalah usaha Bethesda dalam masa transisi Fallout. Mereka dapat mengadaptasi gameplay dari isometric view menjadi FPS dengan hampir sempurna. Mekanik dalam game dinilai sudah matang dan cocok untuk disandingkan dengan kamera tipe first person perspective.
Berbeda dari dua seri utama Fallout sebelumnya, Fallout 3 memiliki cerita yang dapat membuat para pemain bebas di luar vault. Pada game ini, ceritanya adalah ketika para pemain diusir oleh kepala vault karena ayahnya meninggalkan vault yang berujung hukuman penahanan bagi satu keluarga dan sang tokoh utama memilih untuk pergi keluar. Kebebasan dalam segi story inilah yang menjadi nilai baru pada aspek open world yang dibawa oleh Fallout.
The New Vegas
Fallout New Vegas merupakan sebuah spin-off dari seri utama Fallout. Masih mengusung tema dan engine yang sama dari Fallout 3, banyak yang mengira bahwa Fallout New Vegas merupakan cerita lain di dunia Fallout 3 padahal nyatanya bukan.
Fallout New Vegas sendiri bukan dikembangkan oleh Bethesda, melainkan oleh sebuah studio bernama Obsidian Entertainment. Berbeda dengan Fallout 3 yang punya berbagai masalah, New Vegas adalah versi “fixed” dari masalah yang ada di Fallout 3.
New Vegas memiliki mekanisme permainan yang berbeda dari sebelumnya. Para pemain akan berhadapan dengan berbagai faksi dan akan mengembangkan hubungan dengan berbagai faksi tersebut. Tujuan dari pemain sendiri adalah menemukan seseorang yang menembak dan menguburnya di awal permainan. Untuk hal lainnya seperti VAT, Traits, dan S.P.E.C.I.A.L masih ada di game ini.
Masalah pada grafis khususnya pada tampilan lingkungan sudah jauh lebih baik dari Fallout 3. Pengambilan color tone berbeda membuat atmosfer dalam permainan juga ikut berbeda. NPC juga terasa lebih hidup dengan daily routine dan dialog yang tidak kaku dan aneh.
Fallout 4 & 76
Fallout 4 rilis pada 10 November 2015. Tidak ada yang jauh berbeda dari segi permainan bila dibandingkan dengan beberapa game sebelumnya. Seri ini menawarkan upgrade engine menjadi grafis modern daripada engine yang dipakai di New Vegas.
Seri ini menceritakan kejadian 10 tahun setelah cerita Fallout 3. Cerita dalam game ini terkenal dengan scene meledaknya bom nuklir di depan mata pemain. Tujuan pemain dalam game ini adalah untuk menemukan putranya.
Rilisnya Fallout 4 menjadi tanda dari berakhirnya game single player pada seri Fallout hingga pada saat Fallout 5 diumumkan nantinya. Saat ini game Fallout terbaru adalah Fallout 76 yang sudah menjadi multiplayer based game dan meniadakan cerita yang kental dengan seri Fallout sebelumnya. Perilisan yang kacau, berbagai bug dan glitch yang bermunculan di awal, serta drama yang melibatkan hak konsumen membuat Fallout 76 menjadi salah satu perilisan game paling buruk.
GAMEFINITY.ID, Kabupaten Malang – Emulator merupakan sebuah perangkat lunak yang berfungsi sebagai program yang dapat menjalankan file game dari sebuah konsol tertentu. Biasanya emulator identik dengan PC dan smartphone, namun penggunaan emulator di saat ini telah menjamur juga ke ranah handheld console seperti Steam Deck.
Keberadaan emulator sendiri sering diperdebatkan oleh para gamers maupun pengembang game. Mereka terbagi menjadi ke dalam dua kubu. Kubu pertama menganggap bahwa emulator merupakan software ilegal yang dapat merusak keberadaan konsol.
Kubu kedua punya argumen lain bahwa emulator merupakan produk legal, alibi mereka adalah bahwa emulator dapat menjadi sarana pengawetan sebuah game bila konsolnya sudah jarang ditemui. Lalu, apakah sebenarnya emulator ilegal atau legal? Mari kita bahas!
Keberadaan Emulator di Industri Game
Seperti yang kita tahu, emulator di industri game biasanya dibuat oleh pihak ketiga selain dari pembuat konsol tersebut. Hal inilah yang sering dijadikan alasan bahwa keberadaan emulator merupakan sebuah hal ilegal.
Namun, hal itu tidak sepenuhnya benar. Penentuan antara legal atau tidaknya berada di kode program yang dipakai pada sebuah emulator. Beberapa produk emulator merupakan produk open-source yang membuat kodenya sendiri. Dalam kasus ini pihak pembuat emulator dapat dinyatakan legal karena mereka menjual produk mereka sendiri.
Beda cerita bila ternyata ada program emulator yang menyalin kode program asli dari sebuah konsol. Pada kasus ini, emulator dapat dinyatakan ilegal karena pemggunakan properti intelektual orang lain. Kalian patut berhati-hati dengan emulator closed-source karena bisa saja mereka hanya modal menyalin dari yang aslinya.
Biasanya, bila sebuah emulator sudah dalam bentuk legal, maka konsumennya yang malah melakukan tindakan ilegal. Beberapa emulator seperti emulator GBA My Boy GBA Emulator dan emulator PS1 ePSXe merupakan aplikasi berbayar. Daripada membayar dan membeli aplikasinya, kebanyakan dari kita (berdasarkan pengalaman pribadi, hampir semua) akan mengunduh aplikasi tersebut secara bajakan di internet.
Dalam kasus ini, yang melakukan tindakan ilegal bukanlah sang pengembang emulator, melainkan sang konsumen yang membajak aplikasi yang mereka miliki.
Selalu gunakan aplikasi asli untuk mendukung para pengembang emulator yang biasanya merupakan perusahaan indie. Ada beberapa contoh yang gratis seperti PPSSPP, namun biasanya pada memilih untuk membajak PPSSPP Gold. Padahal, kedua versi tersebut sama dan sudah dijelaskan orang penciptanya, bahwa versi Gold hanyalah untuk donatur saja tanpa membedakannya dengan versi biasa.
Game yang Dimainkan
Nah, biasanya kebanyakan dari kita melakukan ilegal pada momen ini. Ketika emulator sudah legal dan cara mendapatkannya legal pula, maka cara mendapatkan game-nya yang terkadang salah kaprah.
Biasanya para pemain akan mengunduh file game tersebut dari internet dan inilah yang menjadi sebuah permasalahan. Pada dasarnya, file game berbentuk iso atau lainnya yang bertebaran di internet dapat dikatakan sebagai distribusi game dalam bentuk ilegal. Nah, bila kalian memainkannya, maka meskipun emulatornya legal, tetap kegiatan yang dilakukan adalah ilegal karena membajak game dari pengembangnya.
Lalu, bagaimana cara mendapatkan legalnya? Cara paling mudah adalah dengan melakukan burn disc terhadap kaset. Cara tersebut biasanya dilakukan untuk game konsol seperti PS2 dan PS3 yang didistribusikan secara resmi. Ingat, meskipun sudah memiliki CD-nya, para pemain hanya dapat melakukan burn dan digunakan untuk dirinya sendiri, dilarang untuk didistribusikan ke orang lain.
Untuk yang tidak memiliki versi CD atau kartrid, biasanya terdapat file yang didapatkan setelah dibeli dan disimpan di storage. Hal ini berlaku untuk game-game handheld console seperti PSP dan Switch.