All posts by Yahya Ayasy

Dave Bautista, Pegulat WWE Ingin Bermain Film Gears Of War

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – Dave Bautista sepertinya benar-benar ingin ikut ambil bagian dalam film adaptasi game Gears of War, yang akan diproduksi oleh Netflix. Hal ini bisa dilihat dari video unggahannya di Twitter, yang menampilkan dirinya tengah memengenakan armour ikonik yang ada dalam game.

Minggu lalu, Netflix telah mengumumkan akan mengadaptasi salah satu seri video game action-shooter, Gears of War, menjadi sebuah film dan series. Dan hingga artikel ini ditulis, masih belum ada informasi resmi terkait siapa saja yang akan menjadi pemeran utamanya. Meski demikian, salah seorang aktor Hollywood yang juga merupakan mantan pegulat WWE, Dave Bautista, telah menawarkan dirinya sendiri untuk ikut andil dalam live action sebagai salah satu pemeran utama.

Hal ini terlihat dari unggahan Twitter milik bintang Guardian of the Galaxy itu, yang menampilkan dirinya tengah menngenakan armour ikonik dari seri video game.

“Saya tidak bisa membuat ini lebih mudah. @gearsofwar @netflix #marcusfenix #GearsofWar,” tulisnya dalam postingan.

Baca juga: Electronic Arts Patenkan Sistem Kontroler Otomatis

Dave Batista Mantan Pegulat WWE
Peran Impian Dave Bautista

Peran Impian Dave Bautista

Mengutip dari laman web IGN, video unggahan sang aktor sebenarnya bukanlah sebuah rekaman baru, karena video tersebut berasal dari trailer Gears 5 (2019) yang menampilkan Bautista, setelah ia diumumkan sebagai playable character dalam DLC.

Pengumuman dari Netflix sepertinya membuat Bautista berpikir bahwa ini adalah saat yang tepat untuk, sekali lagi, tampil sebagai Marcus Fenix. Dirinya bahkan pernah menolak peran dalam franchise Fast and Furious untuk mengejar film Gears of War, dan menggambarkan Marcus Fenix sebagai “peran impiannya”.

“Mereka ingin berbicara dengan saya tentang Fast and the Furious, dan saya berkata ‘Saya tidak tertarik, mari kita bicara tentang [karakter Gears of War] Marcus Fenix,’” ucapnya (via IGN).

Film Gears of War sendiri, sebenarnya telah dikerjakan setidaknya sejak tahun 2007, namun sempat terhenti karena berbagai macam kendala. Proyek film ini kemudian film berpindah tangan dari New Line ke Universal, hingga pada akhirnya menuju Netflix.

Gears of War awalnya dirilis pada tahun 2006 di PC dan Xbox. Bercerita tentang para pasukan yang memulai misi terakhir, hingga kemudian putus asa untuk mengakhiri perang antara manusia melawan “The Locust” di sebuah planet bernama Sera.

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di https://gamefinity.id/

Electronic Arts Patenkan Sistem Kontroler Otomatis

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – Electronic Arts berhasil mendapatkan hak patennya, untuk sistem pengubah konfigurasi kontroler otomatis dengan machine-learning. Program bernama Automatic controller configuration recommendation system ini diklaim dapat menguraikan sistem kontroler pada video game, serta akan menyesuaikan konfigurasi secara otomatis, tergantung pada keterampilan penggunanya.

Bagi banyak gamer, terutama mereka yang menggunakan konsol, kontroler tetap menjadi salah satu perangkat utama untuk dapat memainkan video game. Namun, tidak semua kontroler hadir dengan bentuk dan konfigurasi yang sama, karena para produsen konsol memiliki konsep kontroler mereka sendiri, yang dibuat dengan bentuk, fitur, dan ukuran yang berbeda-beda. Seperti PlayStation 5 menggunakan pengontrol DualSense yang lebih ramping, sementara konsol seri Xbox menggunakan pengontrol Xbox Wireless yang lebih besar.

Dan untuk mereka yang menginginkan fitur lebih daripada kontroler standar, para produsen konsol juga telah menyediakan beberapa opsi lain untuk memenuhi kebutuhan pemain. Misalnya, para gamer hardcore mungkin menginginkan pengontrol dengan fitur tambahan yang melengkapi gameplay mereka. Maka pengontrol seperti Xbox Elite Wireless dan DualSense Edge adalah solusinya, karena kedua kontroler tersebut akan memberi pemain segudang fitur yang tidak tersedia pada pengontrol standar.

Selain alternatif kontroler dari para produsen konsol video game di atas, terdapat pula pengontrol jenis baru yang tampaknya saat ini sedang dalam perjalanan untuk dikembangkan, dan diperkirakan akan merubah segala sesuatu dari kontroler yang telah kita kenal. Perkiraan ini datang setelah Electronic Arts (EA) mendapatkan hak patennya, atas sistem konfigurasi kontroler otomatis, yang pernah diajukan pada akhir 2020 silam.

Baca juga: Kolaborasi Google dengan Renault Kembangkan Mobil Cerdas

display kontroler electronic arts
Sistem Kontroler Otomatis Dengan Machine Learning

Sistem Kontroler Otomatis Milik Electronic Arts

Mengutip dari laman web SVG.com, Electronic Arts dilaporkan telah mendapatkan hak paten atas sistem konfigurasi kontroler otomatis yang pernah diajukan pada akhir tahun 2020. Sistem konfigurasi itu bernama “Automatic controller configuration recommendation system”, dan diklaim dapat menguraikan sistem video game, dimana game akan menyesuaikan pengaturan pengontrol tergantung pada keterampilan pengguna. 

Dalam Abstrak Paten, dijelaskan bahwa program konfigurasi otomatis ini nanti akan “menentukan (konfigurasi), berdasarkan input kontroler, profil pengguna untuk pengguna, yang terdiri dari setidaknya tingkat keterampilan dan kecenderungan input pengguna.” Kemudian, sistem akan membuat penyesuaian pada pengaturan kontroler secara eksplisit, yang “dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pengguna dalam kaitannya dengan perangkat lunak”.

Sistem konfigurasi otomatis ini sebenarnya bukanlah sebuah konsep baru. Para desainer sejak awal tahun 80-an juga telah mengerjakan sistem adaptif, guna membantu pemain yang kesulitan dalam menemukan permainan tertentu. Contoh awal yang menonjol adalah Zanac, sebuah game shooter untuk PC MSX pada tahun 1986, yang memiliki sistem bernama “Kontrol Tingkat Kesulitan Otomatis” atau Automatic Difficulty Control (ALC), yang dapat merubah intensitas menjadi lebih mudah atau lebih sulit (dengan menambah dan mengurangi jumlah musuh) berdasarkan performa pemain.

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di Gamefinity.id/

Kolaborasi Google dengan Renault Kembangkan Mobil Cerdas

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – Google dan Renault Group akan memperpanjang kontrak kerjasama empat tahun mereka, untuk melanjutkan pengembangan platform perangkat lunak canggih yang akan menjadi evolusi dari kendaraan cerdas di masa mendatang. Kerjasama dari kedua perusahaan ini nanti akan menghadirkan Software-Defined Vehicle (SDV), dengan cloud software yang akan dibangun menggunakan sistem operasi Android Automotive milik Google.

Mengutip dari laman web PR Newswire (Via: The Verge), Google dilaporkan telah memperpanjang kemitraannya dengan produsen mobil asal Prancis, Renault Group, untuk mengembangkan Software-Defined Vehicle (SDV) yang dilengkapi dengan sistem operasi Android Automotive, serta cloud software bernama Digital Twin untuk mentransfer data dari dari SDV ke server milik Google.

“Kolaborasi kami dengan Grup Renault telah meningkatkan kenyamanan, keamanan, dan konektivitas di jalan. Pengumuman hari ini akan membantu mempercepat transformasi digital Grup Renault dengan menyatukan keahlian kami di cloud, AI, dan Android untuk memberikan pengalaman yang (lebih) aman dan sangat personal yang (akan) memenuhi harapan pelanggan yang terus berkembang.” Ucap Sundar Pichai, CEO dari Google dan Alphabet

Baca juga: OpenAI Rilis API DALL-E Versi Beta Untuk Kepentingan Bisnis

Renault
Renault | Kerjasama Untuk Kendaraan Cerdas Masa Depan

Kerjasama Google dan Renault untuk Kendaraan Cerdas Masa

Software-Defined Vehicle atau Kendaraan yang Ditentukan oleh Perangkat Lunak, merupakan salah satu evolusi berikutnya dari industri otomotif. Sesuai namanya, kendaraan jenis ini akan dilengkapi dengan sebuah perangkat lunak khusus yang dapat mengelola pengoperasian kendaraan. Seperti update fungsionalitas, mengaktifkan fitur-fitur baru dari over-the-air updates, atau bahkan melakukan self-driving dengan program kecerdasan buatan.

Kerjasama dari kedua perusahaan ini tentu akan memungkinkan Renault Group untuk mengurangi biaya, serta  meningkatkan kecepatan produksi kendaraan. Renault Group bahkan berencana untuk memperluas penggunaan teknologi Google Cloud di SDV, guna mengelola pengambilan data dan analitik yang lebih baik, lebih aman, dan rahasia.

“…Dilengkapi dengan platform TI bersama, pembaruan over-the-air yang berkelanjutan, dan akses yang disederhanakan ke data mobil, pendekatan SDV yang dikembangkan dalam kemitraan dengan Google akan mengubah kendaraan kami untuk membantu melayani kebutuhan pelanggan di masa depan.”  Ucap Luca de Meo, CEO Grup Renault

Untuk mempercepat pengembangan, kedua perusahaan juga akan bekerjasama dalam “Digital Twin”, yang akan menggunakan kemampuan AI canggih untuk mempermudah integrasi fitur, sembari memungkinkan perizinan aplikasi onboard (Layanan Dalam Mobil) dan offboard baru pada kendaraan.

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di Gamefinity.id/

OpenAI Rilis API DALL-E Versi Beta Untuk Kepentingan Bisnis

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – OpenAI berencana untuk membuat software AI text-to-image mereka, DALL-E, menjadi lebih banyak tersedia untuk bisnis, dengan meluncurkan API (Antarmuka Pemrograman Aplikasi) versi public beta. API ini diciptakan agar perusahaan-perusahaan dapat menambahkan fungsionalitas DALL-E ke produk mereka, serta mengintegrasikan dan menyesuaikan perangkat lunak sesuai keinginan.

Minat dan adopsi AI text-to-image telah meledak dalam setahun terakhir. OpenAI yang sempat mendominasi bidang program kecerdasan buatan, kini telah ditantang oleh software-software AI pendatang baru seperti Midjourney dan Stability AI, yang menempatkan lebih sedikit batasan kepada para penggunanya. Memungkinkan mereka untuk membangun sistem AI sendiri, dengan lebih sedikit pengawasan. Sementara itu, pemain lain di ruang ini, seperti Google dan Meta, telah mengambil langkah yang jauh lebih hati-hati, dengan mengembangkan sistem berkemampuan serupa, namun membatasi penggunaan publik pada skenario yang sangat terbatas.

Dengan seiring berkembangnya penelitian yang dilakukan oleh OpenAI, termasuk kemajuan dalam kualitas gambar, latensi, skalabilitas, dan kegunaan, perusahaan tersebut kini telah meluncurkan API (Antarmuka Pemrograman Aplikasi) versi beta dari DALL-E. API ini dihadirkan untuk memudahkan bisnis milik para perusahaan investor, dengan menambahkan fungsionalitas text-to-image DALL-E ke produk mereka. Tidak hanya itu, API ini nanti juga akan memberikan program-program yang disederhanakan, agar para pengembang dapat mengintegrasikan dan menyesuaikan perangkat lunak mereka, sesuai keinginan.

Salah satu contoh penggunaan awal API ini adalah pada aplikasi Microsoft Designer, yang menggunakan perangkat lunak milik OpenAI untuk menghasilkan citra bagi para pengguna Microsoft Office, mulai dari slide PowerPoint hingga ilustrasi untuk pekerjaan rumah. Microsoft sendiri merupakan salah satu investor utama OpenAI dan telah meluncurkan aplikasinya bulan lalu.

Luke Miller, selaku manajer produk di OpenAI yang mengerjakan API, mengatakan kepada The Verge bahwa perusahaan senang melihat para pengembang aplikasi baru yang akan menemukan DALL-E.

“Kami sudah memiliki beberapa pelanggan yang membangun ini dengan cara yang sangat menarik,” ucap Miller. “Beberapa adalah eksplorasi kreatif, beberapa lebih berorientasi bisnis.”

Miller juga mencontohkan sebuah startup bernama Mixtiles, yang menggunakan API Dall-E untuk menghasilkan poster dan seni untuk dekorasi rumah, serta CALA yang menggunakan API untuk membantu pelanggan mendesain pakaian mereka sendiri.

“Selalu menginspirasi untuk melihat ide-ide kreatif yang muncul dari orang-orang,” imbuhnya.

OpenAI mengatakan bahwa akses ke DALL-E API untuk saat ini akan dibatasi dan pihaknya tidak akan memeriksa pelanggan saat menggunakannya. Meski begitu, DALL-E tetap akan membatasi pembuatan gambar tertentu yang mengandung ketelanjangan, gore, hingga materi sensitif yang berbau politik. Pelanggan nanti juga akan dikenakan biaya per gambar yang dihasilkan, dengan tiga tingkat resolusi yang tersedia, 256 x 256,  512 x 512, dan 1024 x 1024.

Baca juga: Pembalap Nascar Bawa Trik Video Game Ke Dunia Nyata

DALL-E untuk Bisnis
OpenAI | Tantangan Dalam Memanfaatkan AI Untuk Bisnis

Tantangan Dalam Memanfaatkan DALL-E Untuk Bisnis

Selain manfaat kreatif nyata yang ditawarkan oleh AI text-to-image, ada juga bahaya yang mungkin akan terjadi, jika software tersebut disalahgunakan oleh pengguna. Salah satunya adalah dapat menghasilkan informasi yang salah dan citra berbahaya seperti gambar telanjang nonkonsensual (meskipun OpenAI telah mempersulit penggunaan perangkat lunaknya melalui filter kata kunci), hingga penggunaan data dari gambar-gambar yang digunakan sebagai referensi oleh software AI.

Sistem AI text-to-image seperti DALL-E dilatih dengan gambar yang diambil dari berbagai website. Biasanya mencakup karya-karya berhak cipta milik fotografer, seniman, dan desainer.  Banyak seniman yang marah karena teknologi yang dihasilkan tidak hanya dapat digunakan untuk meniru gaya individu mereka, tetapi juga karena tidak adanya kompensasi atas penggunaan karya mereka, yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan bagi perusahaan bernilai miliaran dolar seperti OpenAI.

Beberapa perusahaan yang mengembangkan aplikasi text-to-image kini juga mulai menawarkan kompensasi. Seperti Shutterstock, yang melisensikan data kontributornya ke OpenAI untuk membuat DALL-E dan yang menggunakan API-nya, untuk menghasilkan citra stok khusus. Shutterstock baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka sedang menyiapkan Dana Kontributor, untuk mengganti uang individu yang pekerjaannya digunakan untuk melatih AI.

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di https://gamefinity.id/

Pembalap NASCAR Bawa Trik Video Game Ke Dunia Nyata

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – Seorang pembalap NASCAR nekad menggunakan trik Wall-riding yang dia pelajari dari video game, untuk mengamankan posisi di Final Kejuaraan. Dalam praktiknya, sang pembalap men-starter mobilnya ke gigi lima, membenturkannya ke dinding, dan melaju melewati beberapa pembalap dalam perjalanannya ke garis finish.

Mengutip dari laman web Gamespot, pembalap NASCAR Ross Chastain, telah melakukan aksi nekad untuk dapat finis pada posisi keempat, di ajang Xfinity 500 500-putaran di Martinsville Speedway, hari Minggu kemarin. Dimana pada saat detik-detik terakhir menuju garis finish, Chastain melakukan gerakan yang mengesankan dan tampak liar, dengan men-starter mobilnya ke gigi lima, membenturkannya ke dinding, hingga akhirnya berhasil  melewati beberapa pembalap di depannya.

“Saya banyak memainkan NASCAR 2005 di GameCube,” ucap Chastain dalam wawancara pasca-balapan

“Saya tidak pernah tahu apakah itu benar-benar akan berhasil (dalam kehidupan nyata). Saya melakukan itu (trik dalam video game) ketika saya berusia delapan tahun. Saya baru saja membuat pilihan. Saya meraih gigi kelima… dan berkomitmen penuh. Begitu saya menabrak tembok, saya pada dasarnya lepaskan roda…”

Baca juga: Ikea Akan Tuntut Pengembang Game Horor Terkait Copyright

Mencoba trik yang dipelajari
Trik Yang Dipelajari Dari Video Game

Trik Yang Dipelajari Dari Video Game

Chastain menjelaskan bahwa dirinya tidak yakin siapa yang memimpin dan berbicara dengan krunya, sebelum ia membuat keputusan untuk mengambil manuver yang sebelumnya hanya dia coba dalam video game. Chastain mengatakan bahwa begitu dia menabrak dinding, ia kemudian melepaskan kemudinya, dan berharap
agar tidak terhalang oleh pembalap lainnya. Sang pembalap berusia 29 tahun itu juga mengatakan bahwa ia telah siap “untuk melakukannya”, demi mengamankan posisinya di Kejuaraan NASCAR.

Video aksi nekad Chastain bisa dibilang cukup dramatis dan liar untuk ditonton, karena taktik video gamenya jelas sekali berhasil dilakukan. Kendati demikian, aksi tersebut juga dirasa sebagai taktik yang kurang baik untuk digunakan,  dalam balapan NASCAR.

Salah satu pembalap yang kontra dengan aksi Chastain adalah Joey Logano, yang menyebut strategi Chastain ini sebagai sebuah taktik “spektakuler” yang juga bisa menjadi sebuah contoh buruk bagi pembalap lainnya. Logano bahkan juga menyerukan NASCAR untuk menerapkan aturan larangan wall-riding dalam balapan.

“Maksud saya, itu luar biasa, itu keren. Itu terjadi untuk pertama kalinya. Tidak ada aturan yang melarangnya. Perlu ada aturan yang menentang yang satu ini (Wall-riding) karena saya tidak tahu apakah Anda ingin seluruh bidang yang menunggangi tembok datang ke bendera kotak-kotak,” ucap Logano.

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di Gamefinity.id/

IKEA Akan Tuntut Pengembang Game Horor Terkait Copyright

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – IKEA dilaporkan telah mengancam akan menuntut pengembang dari game survival horor, The Store is Closed. Alasannya, tentu saja karena kemiripan desain logo, dan seragam pegawai “toko furnitur” yang ada dalam permainan.

The Store is Closed merupakan sebuah game horor survival, yang hadir dengan premis tidak biasa. Dimana pemain akan bermain sebagai “seorang konsumen yang terjebak di dalam ‘toko furnitur tak terbatas’, dan ditemani oleh para staf mutan yang akan memburu mereka”. Dan satu-satunya cara untuk dapat bertahan hidup adalah dengan menjelajahi lorong di dalam toko, serta menggunakan furnitur yang tersedia untuk membuat senjata dan benteng pertahanan.

Setelah membaca deskripsi semacam ini, pasti akan terbesit di pikiran para pembaca bahwa game ini seperti bersetting di salah satu toko milik IKEA. Sebuah perusahaan ritel furnitur dari Swedia, yang terkenal dengan produk-produk perabotan “rakit sendiri”nya. Dan meski game ini tidak benar-benar bersetting di toko furnitur tersebut, Jacob Shaw selaku kreator, sempat menyebut bahwa game ini adalah sebuah “permainan Ikea tanpa batas“. Hal inilah yang kemungkinan besar menjadi perhatian khusus bagi perusahaan asli IKEA, hingga mengirimkan seorang perwakilan hukum kepada Shaw.

Baca juga: Pemain Pokemon Go Dikeroyok Lansia Dan Anaknya, Kenapa?

Gameplay Mirip Ruangan IKEA
The Store Is Closed | Ancaman Tuntutan Hukum Dari IKEA

Ancaman Tuntutan Hukum Dari IKEA

Mengutip dari laman web PC Gamer, Shaw dilaporkan telah didatangi oleh perwakilan hukum IKEA, yang mengiriminya surat tuntutan untuk merubah game buatannya tersebut. Dan jika ia menolak, maka perusahaan perabot asal Swedia itu mengancam akan membawa tuntutan ini ke meja hijau.

“Klien kami (IKEA) telah mengetahui bahwa Anda sedang mengembangkan video game, The Store is Closed, yang menggunakan, tanpa izin klien kami, indeks yang terkait dengan toko Ikea yang terkenal,” tulis surat tuntutan, yang dibagikan oleh Shaw kepada PC Gamer.

“Permainan Anda (juga) menggunakan tanda biru dan kuning dengan nama Skandinavia di toko, bangunan seperti kotak biru, kemeja bergaris vertikal kuning yang identik dengan yang dikenakan oleh personel Ikea, jalur abu-abu di lantai, furnitur yang terlihat seperti furnitur Ikea, dan papan nama produk yang terlihat seperti papan nama Ikea. Semua hal di atas segera menunjukkan bahwa permainan berlangsung di toko Ikea.”

Shaw sendiri mengatakan bahwa dia akan memenuhi tuntutan tersebut, karena ia “benar-benar lebih suka (untuk) tidak dituntut,” namun dirinya juga menegaskan kembali bahwa ia masih belum tahu pasti dengan pilihan apa yang akan memuaskan IKEA.

“Permintaan mereka agak kabur. Seperti, ‘mebel itu terlihat seperti furnitur Ikea,’ itu tidak terlalu spesifik.” Ucapnya kepada PC Gamer.

Untuk saat ini, ia “hanya (akan mencoba untuk) merobek apa pun yang berwarna biru atau kuning, dan menambahkan beberapa warna merah mencolok di mana-mana,”.

“Menyingkirkan semua perabotan Skandinavia, mengganti semua poster, mungkin menghapus jalur [dari lantai].” Tambahnya.

Sementara untuk furnitur, Shaw sendiri mengatakan bahwa beberapa item dalam paket furnitur game yang dibeli olehnya telah memiliki nama Skandinavia, jadi dia akan mulai dengan menghapusnya.

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di Gamefinity.id/