All posts by Yahya Ayasy

Ex Developer Payday Akan Kembangkan Game Heist Baru

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – Mantan pengembang game Payday, Ulf Andersson, dikabarkan akan kembali mengembangkan game bertema Heist. Andersson juga mengatakan bahwa proyek game Heist barunya nanti, akan mengadaptasi tema techno-thriller ala cyberpunk.

Perampokan atau Heist adalah subgenre, dari cerita bergenre Crime atau aksi kriminal. Dalam film, cerita bergenre Heist lebih sering menampilkan kecerdikan para perampok sebagai alur utama, dibandingkan dengan aksi tembak-tembakan ataupun kejar-kejaran dengan aparat kepolisian. Game seperti inilah yang rencananya akan akan dikembangkan oleh Ulf Andersson, sang mantan pengembang dari game perampokan, Payday dan Payday 2.

Dalam sebuah wawancara dengan NME (via: IGN), Andersson mengatakan bahwa ia akan kembali ke genre co-op heist bersama studionya 10 Chambers. Dirinya juga menyebutkan bahwa game barunya nanti akan memiliki unsur-unsur techno-thriller ala Cyberpunk.

“Saya kembali melakukan pencurian, pada dasarnya,” ucapnya.

“Jadi, ini adalah FPS kooperatif pencurian, dan memiliki semacam tema techno-thriller. Saya membaca banyak buku fiksi ilmiah, jadi bayangkan semua yang terinspirasi oleh cyberpunk, dan banyak hal lainnya.”

Baca juga: MobaZane, Lebih Keras Server Filipina Daripada Indonesia

Game Payday Mirip Heist
Gambar: GTFO | Game Heist Yang Lebih Mudah Untuk Dimainkan

Game Heist Yang Lebih Mudah Untuk Dimainkan

Payday merupakan sebuah game perampokan bank dengan aksi menembak yang cukup berat, yang mana misi utamanya adalah mencari jalan keluar dari bank, sembari membawa uang tunai sebanyak mungkin. Game baru nanti, sang developer menjelaskan bahwa game tersebut akan memiliki aksi menembak yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan Payday.

“Yang (baru) ini tidak akan menembak terus-menerus, Payday memiliki masalah besar di mana aksi akan meningkat dan kemudian hanya akan terus meningkat,” jelasnya.

Selain itu, Andersson juga menyebut bahwa game barunya nanti juga tidak akan sesulit game sebelumnya, GTFO.

“Anda bisa menyelinap selama satu jam, setidaknya, dan kemudian mati begitu saja, kan? Jadi, itu tidak akan memiliki hal yang hardcore untuk itu. Ini (akan) lebih halus secara mekanis, atau bisa dibilang, lebih mudah (untuk) dimainkan,” Katanya tentang GTFO.

Game terbaru ini sendiri masih belum memiliki nama, ataupun jadwal perilisan. Meski begitu, Andersson menyebut bahwa game ini telah masuk kedalam tahap pra-produksi.

“Kami belum menentukan tanggalnya, Kami tidak ingin melewatkan tenggat waktu atau janji yang berlebihan. Kami sedang dalam pra-produksi saat ini, tetapi semuanya meningkat cukup cepat,” tutup Anderson.

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di Gamefinity.id/

Dianggap Menipu, Sony Dituntut 86,9 Triliun Di Inggris

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – Sony dituntut oleh salah seorang pejuang hak konsumen asal Inggris, dengan sebuah gugatan hukum yang mengklaim bahwa Sony telah “menipu orang-orang”, dengan membebankan komisi sebesar 30% pada setiap game yang dijual melalui PlayStation Store.

Secara umum, kita telah melihat beberapa kasus tuntutan hukum, yang ditujukan untuk berbagai perusahaan video game seperti Nintendo, Xbox, dan perusahan video game lain. Namun, kebanyakan tuntutan hukum sebelumnya lebih cenderung ke kasus kerusakan perangkat keras, bukan karena konten digital perusahaan yang dinilai mengecewakan atau tidak sesuai harapan. Dan gugatan inilah yang tengah dihadapi oleh Sony saat ini.

Mengutip dari laman web Sky News (via: Comicbook), salah seorang pejuang hak konsumen asal Inggris, Alex Neill, menuduh Sony telah melanggar hukum persaingan bisnis dengan menyalahgunakan kekuatan pasar mereka, untuk memaksakan syarat dan ketentuan yang tidak adil kepada pengembang dan penerbit game, serta memaksakan harga bagi para konsumen.

Dilansir dari Sky News, bahwa Sony diduga ‘merobek (menipu) orang-orang’ dengan membebankan komisi 30% untuk setiap game digital dan pembelian dalam game yang dilakukan melalui PlayStation Store.

Baca juga: MobaZane, Lebih Keraa Server Filipina Daripada Indonesia

sony dituntut oleh konsumen
Sony Dituntut Dengan Tuduhan “Merobek Orang-orang”

Dituntut Dengan Tuduhan “Merobek Orang-orang”

Berdasarkan klaim yang diajukan ke Pengadilan Banding Kompetisi pada hari Jumat waktu setempat, setiap konsumen di Inggris Raya yang telah membeli game digital, ataupun konten tambahan di konsol mereka (melalui PlayStation Store) sejak 19 Agustus 2016, telah termasuk bagian dalam klaim tersebut dan berpotensi berhak atas kompensasi.

Para Konsumen diklaim telah ditagih berlebihan oleh Sony, dengan total pembelian game digital sebesar £ 5 miliar (Rp. 86,9 triliun) dalam enam tahun terakhir. Sementara untuk kerugian dari setiap anggota kelas, diperkirakan telah mencapai antara £67 (Rp.1,1 juta) hingga £562 (Rp. 9,7 miliar), yang mana pada jumlah tersebut masih belum termasuk bunga.

“Permainannya (telah) siap untuk Sony PlayStation,” ucap Neill.

“Dengan tindakan hukum ini saya membela jutaan orang Inggris yang tanpa disadari telah ditagih berlebihan. Kami (juga) yakin Sony telah menyalahgunakan posisinya dan merobek (menipu para) pelanggannya.” Tambahnya.

Dalam tuntutan, Neill ditemani oleh partnernya, Natasha Pearman, yang juga memimpin kasus tersebut. Yang mengatakan bahwa Sony telah menerapkan strategi anti persaingan untuk para konsumennya.

“Sony mendominasi distribusi digital game PlayStation dan konten dalam game; itu telah menerapkan strategi anti-persaingan yang mengakibatkan harga yang berlebihan kepada pelanggan yang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan Sony untuk menyediakan layanannya.”

Klaim ini hanya dimungkinkan, karena rezim tindakan kolektif opt-out yang diperkenalkan oleh Undang-Undang Hak Konsumen di Inggris Raya pada tahun 2015. Sebuah rezim yang Alex perjuangkan untuk diperkenalkan.

“Kami berharap dapat bekerja sama dengan Alex dan memastikan bahwa rezim mencapai tujuannya untuk melindungi dan memberikan kompensasi kepada konsumen.”

Tuntutan hukum ini telah didanai oleh Woodsford – tim spesialis ahli litigasi dan arbitrase, yang berinvestasi dalam klaim komersial besar – sehingga anggota kelas tidak perlu membayar sendiri untuk membiayai tuntutan.

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di Gamefinity.id/

MobaZane, Lebih Keras Server Filipina daripada Indonesia

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – MobaZane membagikan pendapatnya mengenai perbedaan kualitas ranked match Mobile Legends antara server Indonesia dengan Filipina. Menurutnya, Ranked match di Filipina dirasa jauh lebih kompetitif dan lebih keras dibandingkan dengan server Indonesia.

Setelah lebih dari satu Minggu berada di Jakarta untuk memenuhi undangan Moonton Indonesia, kapten tim BloodThirstyKings (BTK), Michael “MobaZane” Cosgun, membagikan pengalamannya saat bermain ranked match Mobile Legends di server Indonesia.

Dimana dalam sesi live streaming terbaru miliknya, MobaZane menyebut bahwa ranked match Mobile Legends di server Filipina terasa jauh lebih kompetitif dan lebih keras jika dibandingkan dengan server Indonesia.

Baca juga: Alasan Player Tinggalkan Axie Infinity, Skema Bisnis Ponzi

Player Filipina, Indonesia dan Mobazane
Via: MobaZaneOfficial | Pemain Publik Filipina Bermain Lebih Serius

Pemain Publik Filipina Bermain Lebih Serius

Menurut MobaZane, dia sering melihat pemain yang tidak bermain dengan serius, atau bahkan sengaja trolling selama permainan. Pemain pro asal Amerika Serikat itu juga menyebutkan bahwa pemain Indonesia sering melakukan troll pick dan tidak menganggap pertandingan mereka serius sebagimana pemain publik Filipina.

“Mereka (pemain publik) mengambil peringkat jauh lebih serius di Filipina daripada di sini (Indonesia), ” ucap sang kapten BTK.

Dan saat ditanya server manakah yang paling sulit, MobaZane mengatakan bahwa server Filipina memiliki lebih banyak pemain tryhard jika dibandingkan dengan server Indonesia.

“Filipina, berikan lebih banyak pemain peringkat tryhard di sana, tryhards amatir.” imbuhnya

Mengutip dari laman web AFKGaming, Istilah “berusaha keras” dalam MLBB ini mengacu pada orang yang lebih bersemangat dan berkomitmen untuk bermain game pada tingkat yang serius, serta tidak digunakan sebagai ungkapan penghinaan.

Selain itu, MobaZane juga menambahkan bahwa sebagian besar pemain serius di Indonesia hanya fokus pada sesi scrim saja. Berbeda dengan server Filipina, yang mana para pemain pro disana sangat mengandalkan sesi ranked match dan sesi scrim.

“Saya akan bertemu banyak amatir, (hingga para) pro di (server) PH. Di sini (Indonesia), saya hampir tidak bertemu siapa pun, hanya pemain peringkat (biasa), ” jelas MobaZane.

Untuk saat ini, MobaZane telah berencana tinggal sementara di Indonesia untuk meningkatkan gaya bermainnya. Namun, MobaZane dan kedua rekannya, Ian “FwydChickn” Hohl dan Victor, mungkin tidak akan mengibarkan spanduk BTK di kancah liga profesional.

Hal itu disebabkan karena mereka bertiga telah berencana untuk bergabung dengan tim baru, akibat tidak ditemukannya pemain yang cocok untuk melengkapi lineup yang kosong dalam tim BloodThirstyKings.

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di Gamefinity.id/

Alasan Player Tinggalkan Axie Infinity, Skema Bisnis Ponzi

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – Sempat jadi trending pada tahun 2021, game play-to-earn besutan SkyMavis, Axie Infinity, kini mulai ditinggalkan para pemainnya. Game tersebut diduga telah menjalankan skema ponzi digital, dengan menargetkan para pemain sebagai korbannya.

Play-to-earn adalah sebutan untuk sistem jual beli konten in game, yang ada dalam blockchain game. Para pemain bisa mendapatkan keuntungan berupa mata uang asli, dari transaksi token kripto milik mereka, yang diperoleh dari aktivitas bermain blockchain game. Yang tentunya, dapat dilakukan tanpa adanya campur tangan dari pihak pengembang permainan.

Salah satu blockchain game dengan sistem play-to-earn yang cukup terkenal dikalangan komunitas kripto, adalah Axie Infinity, dari SkyMavis. Game besutan developer asal Vietnam itu bahkan pernah menjadi fenomena pada tahun 2021, dengan sebagian besar basis pemain yang berasal dari Filipina.

Meski sempat menjadi tren, sekaligus sebagai pilihan alternatif investasi modern. Axie Infinity kini dilaporkan telah kehilangan kejayaannya, terutama setelah kasus peretasan dan pencurian US$600 juta (Rp.8,89 triliun) aset kripto milik pada akhir Maret lalu.

Baca juga: Unboxing Kartu Remi Nintendo Yang Jadi Bencana

Axie Diduga Ponzi
Axie Infinity | Dugaan Skema Ponzi Dalam Axie Infinity

Dugaan Skema Ponzi Dalam Axie Infinity

Berdasarkan laporan dari Time Magazine (Via IGN), Axie Infinty kini tampak sedang berada dalam posisi bisnis yang kurang menjanjikan. Hal itu dibuktikan dengan berkurangnya basis pemain mereka di Filipina, karena game tersebut dirasa tak lagi menguntungkan untuk dimainkan.

“Apa yang dulunya merupakan cara alternatif bagi kelas pekerja di Filipina untuk mendapatkan penghasilan tambahan, kini telah menjadi topik yang menyakitkan bagi mereka yang sebelumnya telah menginvestasikan seluruh waktu dan uang mereka ke dalam Axie Infinity.” Tulis IGN.

Bahkan, Axie Infinity dituduh telah menjalankan skema bisnis ponzi, dengan menargetkan para pemain baru sebagai korbannya.

“(Axie Infinity) Diduga bertindak sebagai skema Ponzi digital, pasar Axie Infinity yang tidak stabil (serta) tidak berkelanjutan dalam jangka panjang, dan satu-satunya cara untuk permainan untuk terus menghasilkan uang adalah dengan membuat semakin banyak pemain baru membeli ke dalam permainan.” Imbuh artikel IGN.

Tuduhan ini tentu saja disanggah oleh pihak SkyMavis selaku pengembang. Karena menurut mereka, Axie Infinity hadir sebagai permainan hiburan untuk para pemainnya.

“Fokus menumbuhkan jaringan melalui insentif awal tidak membuat skema Ponzi,” tulis perwakilan Sky Mavis dalam email kepada Time Magazine. “Tujuan utama Axie Infinity adalah untuk memberikan hiburan.” tambahnya.

Kamu dapat membaca laporan dari Time Magazine yang disebutkan di atas, untuk melihat lebih rinci mengenai masalah yang dihadapi pemain Axie Infinity serta eksodus massal yang terjadi di Filipina.

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di Gamefinity.id

Unboxing Kartu Remi Nintendo Yang Jadi Bencana

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – Menemukan koleksi benda-benda klasik yang langka, adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagi para kolektor. Terutama jika koleksi yang didapatkan, merupakan salah satu permainan kartu klasik, keluaran perusahaan permainan raksasa seperti Nintendo.

Sebelum dikenal sebagai produsen video game dan perangkat game konsol, Nintendo sebenarnya sudah terkenal sebagai produsen permainan kartu Hanafuda (kartu remi) buatan tangan asal Jepang. Jika kamu adalah penggemar berat Nintendo, kamu mungkin ingin memilikinya untuk dikoleksi. Dan salah satu orang yang berhasil mendapatkan koleksi kartu klasik Nintendo tersebut adalah Erik Voskuil. Pemilik dari blog Before Mario, yang juga penulis dari buku dengan judul yang sama.

Voskuil baru-baru ini mendapatkan dua paket kartu Hanafuda langka, yang di diproduksi oleh Nintendo pada tahun 1950-an. Paket kartu tersebut tampak dalam kondisi yang cukup baik, dengan gambaran markas Nintendo di sampulnya.

“Saya tidak dapat melebih-lebihkan betapa senangnya saya menemukan kartu Nintendo berusia tujuh puluh tahun ini, menampilkan Kyoto pada 1950-an. Selama bertahun-tahun saya mengumpulkan, ini adalah satu-satunya salinan yang saya temukan. Selain itu, mereka masih disegel! Yang menimbulkan pertanyaan… untuk membuka atau tidak?!” Cuit akun Twitter @beforemario.

Baca juga: Proyek Game Untamed Isles Hiatus Akibat Crypto Crash

Kartu Remi Buatan Nintendo
Via: Before Mario | Kondisi Kartu Yang Diluar Dugaan

Kondisi Kartu Yang Diluar Dugaan

Sebagaimana terlihat dalam foto yang dibagikan oleh Voskuil, dua paket kartu tersebut tampak berada dalam kondisi yang cukup baik, untuk sebuah koleksi kartu berusia 70 tahunan. Akan tetapi, setelah paket kartu dibuka, ia tidak mendapati “tumpukan kartu” seperti yang diharapkan. Melainkan, sebuah “blok kartu” yang melekat satu sama lain.

“… ketika saya dengan hati-hati melepaskan bagian dari bungkusnya, saya dengan cepat menemukan bahwa semua kartu telah sepenuhnya menyatu.” Tulis Voskuil di laman blog miliknya.

“Mereka tetap ditekan bersama untuk waktu yang lama, kemungkinan dalam kondisi panas dan lembab, sehingga tinta pada semua kartu memiliki  membuat mereka saling menempel sepenuhnya.” Tambahnya.

Kondisi kartu yang saling menempel rapat selama bertahun-tahun, serta tinta pada setiap kartu yang kemungkinan menghangat, mungkin adalah penyebab dari menempelnya kartu-kartu tersebut. Belum lagi dengan kondisi kartu yang tidak dilapisi plastik, seperti kebanyakan permainan kartu modern.

“Tumpukan kartu individu telah berubah menjadi satu bata padat. Cetakan foto pada kartu, yang mengandung tinta dalam jumlah yang relatif besar, mungkin juga berkontribusi pada hal ini.”

“Juga baik untuk dicatat bahwa kartu-kartu ini mendahului kartu ‘semua plastik’.  Ini terbuat dari kertas, dan lebih rapuh dari kartu plastik.”

Meski telah menerima saran untuk menyelamatkan koleksi kartu klasik miliknya, Voskuil meyakini bahwa kondisi kartu tersebut sudah tidak tertolong lagi. Dan dia berharap untuk menemukan paket lain untuk dibuka di masa mendatang.

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di Gamefinity.id/

Proyek Game Untamed Isles Hiatus Akibat Crypto Crash

GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – Proyek game Play to Earn ala pokemon, Untamed Isles, dilaporkan hiatus akibat Cripto Crash. Pihak pengembang bahkan menyatakan bahwa mereka telah kehilangan dana investasi, dan tidak pula dapat menyelesaikan pengembangan.

Untamed Isles, merupakan sebuah gamemonster-taming turn-based MMORPG” ala pokemon, yang sukses besar dalam penggalangan dana di Kickstarter. Game tersebut telah menghasilkan dukungan dana sebesar $527.000 (Rp.7,8 miliar), dalam kampanye Kickstarter pada tahun 2021.

Meski telah menjanjikan pengalaman bermain yang unik, serta sistem Play to Earn untuk para pemainnya. Para penggemar game monster-taming (terutama untuk para penyumbang dana di Kickstarter), sepertinya harus bersabar, karena pengembangan game tersebut telah masuk kedalam “masa hiatus”.

Mengutip dari laman web PCGamer, pengembangan game Untamed Isles dilaporkan telah masuk ke dalam masa hiatus akibat adanya Crypto Crash. Di mana pihak developer menyatakan bahwa mereka telah “kehabisan sumber keuangan”, akibat perubahan pasar mata uang kripto dalam beberapa tahun terakhir.

“Untuk mengerjakan proyek ini, kami membawa lebih dari 70 anggota staf dan kami bekerja tanpa henti selama lebih dari 2 tahun untuk membangun game yang kita semua impikan,” tulis Phat Loot Studios di Steam.

“Yang benar adalah bahwa biaya pengembangannya tinggi dan ada banyak rintangan dalam perjalanan kami hingga saat ini. Sejak kami memulai perjalanan pada tahun 2020, lanskap ekonomi telah berubah secara dramatis baik secara umum dan khusus untuk cryptocurrency, dan kami tidak yakin dengan pasar saat ini. Kami kehabisan sumber daya keuangan dan kami tidak dapat melanjutkan pengembangan saat ini.”

Baca juga: Alasan Akan Lebih Banyak Iklan Di Perangkat Apple Kedepannya

Untamed Isles Hiatus
Via: Steam | Hiatus Tanpa Jaminan Refund

Hiatus Tanpa Jaminan Refund

Phat Loot Studios sebenarnya telah memutuskan untuk merilis Untamed Isles dalam versi yang lebih sederhana pada bulan Oktober mendatang, lebih cepat dari jadwal semula. Akan tetapi mereka berpikir ulang, setelah menghabiskan “hampir NZ$100.000 (Rp. 922 juta) per minggu” untuk fee dan biaya pengembangan lainnya.

Meski para pemain yang melakukan pra-pembelian permainan dan Token Phat Loot akan menerima pengembalian dana, para pendukung individu di Kickstarter dan Backerkit sepertinya akan mengalami nasib yang kurang beruntung.

Pengumuman Hiatus
Sumber: Untamed Isles FAQ

Pasalnya, meski kampanye Kickstarter berjanji bahwa pengembalian dana penuh akan diberikan jika Untamed Isles gagal diluncurkan, FAQ di untamedisles.com justru mengatakan bahwa pengembalian uang tidak akan tersedia untuk para pendukungnya.

“Karena cadangan uang tunai kami kosong, kami tidak dalam posisi untuk mengembalikan dana pendukung awal kami. Kami benar-benar minta maaf tentang ini dan berharap skenario ini berbeda.”

Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di Gamefinity.id/