GAMEFINITY.ID, Jakarta – Atlet e-Sport dari tim EVOS, Winda Lunardi alias Winda Earl belakangan menjadi viral akhir-akhir ini. Hal ini tak terlepas dari kasus hilangnya uang tabungan miliknya dan ibunya, Floletta Lizzy Wiguna senilai Rp 22 miliar yang disimpannya di Maybank Indonesia. Menjadi kian ramai setelah pihak PT Bank Maybank Indonesia Tbk, menunjuk pengacara kondang Hotman Paris Hutapea untuk membela bank asal Malaysia tersebut.
Pada Senin (9/11/2020), dalam konferensi pers di Kawasan Pluit, Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Hotman membeberkan sejumlah kejanggalan dalam kasus tersebut. Hotman mengatakan, kasus hilangnya uang Winda Earl bukan baru terjadi, melainkan sejak Mei 2016. Winda sendiri tercatat komplain ke pihak Maybank Indonesia pada 17 Februari 2020 dan berakhir dengan penyidikan polisi pada Mei 2020.
Hotman Paris Hutapea menilai kasus ini terbilang rumit. Ada banyak hal-hal dalam kasus hilangnya dana nasabah ini yang tidak banyak diketahui publik. Hotman menyebut Maybank Indonesia segara melangsungkan investigasi ketika mengetahui adanya kasus uang raib tersebut. Menurut pihak Maybank, kasus pembobolan ini punya 6 keanehan. Keanehan pertama terlihat ketika Winda tak meminta buku tabungan dan ATM dari bank. Selama ini, buku tabungan Winda disimpan oleh pimpinan cabang berinisial A (Albert) yang saat ini menjadi tersangka.
“Dia menandatangani (bahwa) buku tabungan dan ATM sudah terima, tapi yang megang selama ini pimpinan cabang. Dan nasabah tidak pernah komplain atau melakukan pengaduan atas hal itu. Anda sebagai pemilik uang, kenapa biarkan buku tabungan dan ATM dipegang orang lain?” papar Hotman.
Saat itu, Winda membuka tabungan pada 27 Oktober 2014 dengan metode transfer dari Herman Lunardi, yang merupakan ayahnya, dengan nominal transfer sebesar Rp 2 miliar. Hingga kasus diungkap, uang Winda dalam rekening berjumlah Rp 17,9 miliar yang semuanya ditransfer melalui rekening ayahnya.
Kemudian setelah itu, ada pembukaan rekening atas nama Floletta Lizzy Wiguna, yang merupakan ibu kandung Winda. Saat membuka tabungan, ada transfer masuk senilai Rp 5 miliar dari suaminya, yakni Herman Lunardi untuk pembukaan rekening. Secara total, jumlah tabungan Winda dan Floletta senilai Rp 22,9 miliar.
Keanehan kedua terlihat dari bunga bank yang ditransfer. Saat itu pihak Maybank menjanjikan bunga sekitar 7 persen. Namun anehnya, pembayaran bunga dilakukan dari rekening pribadi tersangka berinisial A, dari rekening A di Maybank maupun dari rekening A di Bank BCA. Transfer pun tidak dilakukan ke rekening Winda, namun ke rekening ayahnya, Herman Lunardi.
“Pernah ada protes dari pemilik rekening kenapa bunga tabungan saya dibayar rekening pribadi dari pimpinan cabang? Tidak ada protes.”
Keanehan lainnya, pembayaran bunga tidak sesuai yang dijanjikan. Seharusnya, pembayaran bunga untuk simpanan dalam kurun 2014-2016 adalah Rp 1,2 miliar. Namun yang dibayarkan tersangka hanya senilai Rp 567 juta. Keanehan selanjutnya ketika ada transaksi pembelian polis atas nama Winda di Prudential. Polis tersebut dibeli oleh tersangka, yang notabene Kepala Cabang Maybank Cipulir berinisial A.
Namun dalam hitungan bulan, uang yang dibelikan polis kembali ditransfer ke rekening ayahnya, yakni Herman Lunardi senilai Rp 4,8 miliar. Transfer ini terlihat dari mutasi rekening yang dianalisis oleh tim antifraud. Hotman menduga, ada kemungkinan pimpinan cabang melakukan praktik perbankan dalam bank. Ini dibuktikan dengan mudahnya kepala cabang mendapat akses rekening winda untuk menguras uangnya.
“Jadi Rp 6 miliar dari rekening pribadi Winda, hanya hitungan berapa bulan uang masuk lagi ke rekening ayahnya, dilihat dari mutasi rekening.”
Keanehan kelima, menurut Hotman ialah terkait pengakuan Winda Lunardi soal rekening koran. Pasalnya, tabungan itu tidak memilki rekening koran. Jadi rekening yang dibuka adalah rekening dengan buku tabungan bukan dengan account statement.
“Berarti harusnya dia tahu bahwa kenapa saya terima rekening koran sedangkan yang saya buka adalah buku tabungan? Bahkan buku tabungannya masih dipegang oleh si A.”
Yang terakhir, Hotman juga mempertanyakan pengisian data saat pembukaan rekening Winda. Head of Financial Crime Compliance and National Anti-Fraud Maybank Indonesia, Nehemia Andiko membenarkan waktu pembukaan rekening Winda hanya tanda tangan di blanko saja, sedangkan semua data nasabah diisi oleh tersangka A.
Atas keanehan-keanehan tersebut, pihak Maybank menunggu hasil penyidikan sebelum mengganti kerugian. Sebab saat ini, belum jelas pihak mana saja yang terlibat dalam kasus pembobolan. Hotman mempertanyakan, kenapa ada keterlibatan raibnya uang Rp 22 miliar dengan pemilik rekening dan keluarga Winda, dalam hal ini aliran dana yang masuk ke rekening ayah Winda, Herman Lunardi.
“Dikembalikan kalau sudah jelas siapa yang terlibat. Kalau kamu yang terlibat, masa saya (yang harus) mengembalikan. Kalau benar, ya Maybank bayar. Kalau tidak, masa bayar begitu saja. Yang menerima aliran dana, ada banyak. Jumlahnya ada 6 (selain Winda dan ayahnya) Antara lain memang saudara dari kepala cabang (Cipulir) ini.”
Kendati demikian, Hotman tak menuduh orang-orang terkait melakukan tindak pidana. Pihaknya meminta penyidik untuk memanggil langsung para pihak yang terlibat dalam aliran uang agar bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu, pihak Maybank menunggu proses hukum kelar agar mengetahui siapa saja yang terlibat. Sebab bagaimanapun, dana di bank adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang perlu dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (nasabah) maupun kantor pusat.
“Kita tidak menuduh telah terjadi perbuatan pidana oleh orang-orang terkait. Tapi sangat lalai jika direksi (manajemen Maybank) bayar begitu saja kalau tidak jelas ini (pelakunya). Bisa-bisa direksinya dipecat oleh kantor pusat karena (pembayaran) tidak bisa dipertanggungjawabkan.”