Category Archives: Teknologi

Berita Terbaru Seputar Teknologi

YouTube sedang Uji Layanan Online Game untuk PC dan Mobile?

GAMEFINITY.ID, Bandung – YouTube tampaknya ingin mengikuti jejak Netflix untuk memasuki pasar layanan game. Layanan streaming video milik Google itu kini dilaporkan tengah mengembangkan layanan game online untuk PC dan mobile. Proyek itu dipercaya sedang memasuki tahap pengujian.

Google sebelumnya pernah serius merambah ke industri game dengan layanan Stadia. Stadia sendiri merupakan layanan cloud gaming yang telah gagal hingga dihentikan pada pertengahan Januari 2023. Tampaknya, ini menjadi upaya terbaru bagi raksasa teknologi itu untuk mencoba kembali menawarkan sebuah layanan game.

Playables, Layanan Game Online di YouTube?

YouTube Playables

Menurut sebuah laporan dari Wall Street Journal, YouTube tengah mengajak karyawannya untuk menguji sebuah layanan game online di platform-nya itu. Layanan tersebut secara internal bernama Playables dan memberi akses pengguna pada semua game yang tersedia.

Pengguna dapat memainkan setiap game online itu di YouTube, baik itu di browser web atau aplikasi iOS dan Android. Game tersebut akan dapat diluncurkan secara instan sama fungsinya seperti video.

Meski terdapat beberapa game yang tersedia untuk pengujian, judul yang paling mencuri perhatian dalam laporan itu adalah Stack Bounce. Secara konsep, Stack Bounce mengingatkan pada game Breakout, yaitu pemain harus meluncurkan bola untuk menghancurkan dinding.

Baca juga:

Wall Street Journal juga mencatat bahwa Playables menjadi upaya terbaru bagi YouTube setelah pendapatan dari pengiklan menurun. Dipercaya bahwa layanan ini akan menjadi cara untuk meraup keuntungan

Jadi Upaya Terbaru Google di Industri Game setelah Kegagalan Stadia?

Google sendiri pernah merambah ke dalam industri game. Sebelum mengembangkan Playables untuk YouTube, mereka meluncurkan Stadia sebagai layanan cloud gaming pada November 2019. Sayangnya, respon pemain dan kritikus cukup negatif walau sudah menaruh ekspektasi tinggi. Lambat laun, Stadia meredup dan berakhir dimatikan pada 18 Januari 2023.

Selain Stadia, Google juga menghadirkan Google Play Games with PC. Layanan itu memudahkan pemain untuk bermain beberapa game Android pilihan di PC.

Tampaknya YouTube menjadikan Playables sebagai upaya untuk semakin bersaing dengan Netflix. Netflix sendiri telah semakin serius menambah berbagai game sebagai bagian dari upaya untuk menaikkan kembali pelanggannya. Tahun ini saja, Netflix berencana untuk menambah 40 judul game.

Baca juga:

Menganggapi laporan dari Wall Street Journal, Google mengatakan gaming sudah lama menjadi fokus besar bagi YouTube sambil bereksperimen dengan fitur baru. Mereka tidak menyebut adanya Playables di platform streaming video besutannya itu.

Realme Hentikan Penjualan Ponsel di Jerman

GAMEFINITY.ID, JAKARTA – Boomingnya ponsel-ponsel asal negeri Tiongkok seperti Xiaomi, Realme, Infinix, dan lain sebagainya lantas mengubah eksistensi dari HP merek lawas seperti Blackberry, Sony Ericsson, Nokia, dan lain sebagainya. Spesifikasi yang cukup bersaing dengan harga yang terjangkau oleh seluruh kalangan juga ditengarai menjadi penyebab HP tersebut meraih lima besar vendor HP dengan jumlah pengguna terbesar.

Bagi kalian yang berdomisili di Jerman ada kabar buruk bahwa salah satu HP favorit kalian akan hengkang dari pasaran yakni Realme .

Baca juga:

Tuntutan Hak Paten Dari Vendor Nokia, Realme Hengkang Dari Jerman

Tuntutan dari vendor Nokia, Realme resmi hengkang dari Jerman
Terkait isu hak intelektual , Nokia tuntut perusahaan Realme

Kabar mengenai kepergian Realme cukup menghebohkan masyarakat di Jerman. Usut demi usut perginya brand dari BBK Group ini dilatarbelakangi oleh gugatan yang dilayangkan oleh brand Nokia, yang dimana perusahaan tersebut menuntut Realme untuk membayar lisensi penggunaan teknologi yang dipatenkan oleh perusahaan yang terkenal dengan ponsel badaknya ini. 

Hal serupa juga dilakukan oleh Vivo, yang bernaung di indukan perusahaan yang sama, memilih untuk menghentikan pemasaran ponsel mereka, sejak itulah baik Vivo, Realme, maupun bagian dari BBK tidak tersedia lagi dan situs resmi mereka tidak dapat lagi diakses.

Realme 11 Pro Limited Edition
Masalah bermula ketika Realme tengah mengeluarkan lineup Smartphone mereka, Realme 11 Pro dan 11 Pro+ (foto/ Realme.com)

Permasalahan ini bermula tidak lama setelah Realme mengeluarkan dua ponsel terbaru mereka, Realme 11 Pro dan 11 Pro+. Sejak dikeluarkannya keputusan tersebut belum jelas bagaimana nasib salah satu anak perusahaan dari BBK di pasar Uni Eropa ini. Ini bukan yang pertama kalinya Realme mendapatkan tuntutan tersebut, sebelumnya hal serupa ketika Realme memasarkan ponselnya di India. Namun pihak Realme tetap optimistis bahwa ponselnya tetap dipasarkan di sana.

Namun dibalik itu semua, Nokia merupakan brand yang dimana seluruh hak kekayaan intelektualnya begitu ketat dilindungi serta beberapa kali dirinya telah mengajukan gugatannya selama bertahun-tahun walaupun belum juga direspons.

Lantas bagaimana tindakan salah satu anakan perusahaan BBK selanjutnya setelah baik pra dan purnajual mereka dihentikan, diketahui bahwa Realme akan mengalihkan anggaran mereka ke negara eropa lainnya yang masih menjual produk mereka seperti Spanyol untuk memperkuat pasar mereka di Uni Eropa mengingat Uni Eropa memiliki prospek pasar serta antusiasme yang cukup tinggi di sana.

Meskipun demikian pasca penghentian layanan, Realme akan tetap menerima dukungan serta layanan perbaikan. Perlu dicatat bahwa di Jerman kalian hanya bisa menerima layanan servis namun penjualan ponsel mereka resmi dihentikan.

Bagaimana pendapat kalian mengenai masa depan penjualan Smartphone Android di Uni Eropa? tulis di kolom komentar ya.

Tuntut Amazon Karena Tipu Konsumen Berlangganan Prime

GAMEFINITY.ID, Bandung – Federal Trade Commission (FTC) kembali menuntut Amazon pada Rabu, 21 Juni 2023 setelah mencapai kesepakatan tentang privasi alat Alexa terhadap anak-anak. Regulator asal Amerika Serikat itu menuduh e-commerce raksasa itu telah memanipulasi konsumen untuk menjadi pelanggan Prime dan mempersulit proses berhenti berlangganan.

Amazon Disebut Menerapkan Taktik Licik pada Pelanggan untuk Berlangganan Prime

Amazon Prime vs FTC

Melalui komplain yang diajukan, FTC telah menyebut Amazon sudah secara sadar menyesatkan ribuan pelanggan untuk berlangganan Prime. Mereka menyebut e-commerce raksasa itu sudah menggunakan dark pattern yang manipulative untuk menipu konsumen untuk mendapat layanan berlangganan Prime yang secara otomatis diperpanjang.

Amazon juga disebut mempersulit proses pembatalan berlangganan bagi pelanggan Prime yang ingin melakukannya. FTC menyebut kepemimpinan Amazon menolak perubahan yang dapat mempermudah pengguna untuk membatalkan keanggotaan Prime.

“Amazon menipu dan menjebak masyarakat untuk berlangganan tanpa sepengetahuan mereka, tidak hanya membuat pengguna frustrasi tetapi juga menghabiskan begitu banyak uang. Taktik-taktik manipulatif ini merugikan konsumen dan bisnis yang patuh pada hukum,” ungkap Lina M. Khan selaku kepala FTC melalui press release.

Baca juga:

FTC telah Menyelidiki Prime sejak 2021

Amazon Prime FTC sued

Menurut CNBC, FTC telah menyelidiki Amazon sejak Maret 2021 perihal sistem pendaftaran dan pembatalan keanggotaan Prime. Insider kemudian mengaku telah mendapatkan dokumen internal yang menunjukkan Amazon telah menyadari keluhan pelanggan tentang Prime sejak 2017.

Dalam dokumen yang didapat Insider itu, pelanggan direkomendasikan untuk mendaftar free trial keanggotaan Prime selama 30 hari dengan satu kali click saat checkout. Namun, mereka harus melalui beberapa halaman untuk membatalkan Prime sebelum free trial berakhir.

Prime sendiri sudah diluncurkan oleh Amazon pada 2005 sebelum menjadi salah satu layanan berlangganan terpopuler di dunia dan menguntungkan bagi perusahaan. Layanan Prime menyediakan sederetan keuntungan yang didapat pelangannnya. Keuntungan tersebut termasuk streaming di Prime Video dan Amazon Music, game gratis melalui Prime Gaming, penawaran diskon di Whole Foods Market, dan penawaran eksklusif saat Prime Day.

Tidak hanya tentang Prime, Amazon juga sudah dikritik oleh FTC tentang praktiknya. Salah satunya adalah masalah privasi dari Alexa dan Ring. Mereka juga sudah mengkritik akuisisi MGM dan One Medical oleh perusahaan e-commerce raksasa itu.

Amazon saat ini menolak untuk berkomentar.

SNI Pada Video Game Akan Diterapkan Pemerintah

GAMEFINITY.ID, Jakarta – SNI Pada Video Game Akan Diterapkan Pemerintah. Indonesia menjadi negara salah satu pasar game yang sedang berkembang pesat. Kini Indonesia tengah menghadapi keputusan menarik dari pemerintah untuk menerapkan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) dalam industri video game. Langkah ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan industri game lokal yang semakin berkembang.

Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang urgensi dan implikasi dari penerapan SNI pada video game serta dampaknya terhadap pengembang game lokal di Indonesia.

Baca juga:

Industri Game Lokal dan Tantangannya

Video Game
(Foto: Unsplash)

Industri game lokal di Indonesia telah menunjukkan potensi yang besar dalam menciptakan karya-karya berkualitas dan inovatif. Namun, masih ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh para pengembang game lokal, terutama dalam hal permodalan. Banyak perusahaan rintisan atau startup lokal yang menghadapi kesulitan dalam mendapatkan modal untuk mengembangkan dan memproduksi game mereka. Hal ini menjadi salah satu hambatan utama dalam menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan game lokal.

Dalam upaya untuk memperkuat industri game lokal, pemerintah Indonesia melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) memperkenalkan SNI sebagai upaya standarisasi untuk video game. SNI ini didasarkan pada standar yang ada di Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO). Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa game lokal dapat bersaing dengan game internasional dan meningkatkan daya saing industri game Indonesia secara keseluruhan.

Penerapan SNI pada video game dapat memberikan beberapa keuntungan dan manfaat yang signifikan bagi industri game lokal. Pertama, dengan adanya standar yang jelas, pengembang game lokal akan memiliki panduan yang dapat meningkatkan kualitas dan keamanan game mereka. Standar ini dapat membantu membangun kepercayaan konsumen terhadap produk game lokal dan meningkatkan citra industri game Indonesia di mata internasional.

Selain itu, SNI juga dapat membantu pengembang game lokal dalam mengakses pembiayaan dan modal. Dengan adanya standar resmi, pengembang game lokal akan memiliki legitimasi yang lebih kuat dalam mencari dukungan keuangan, baik dari pemerintah, investor, maupun lembaga keuangan. Hal ini dapat membantu mengatasi tantangan permodalan yang sering dihadapi oleh industri game lokal.

“Kita dampingi mati-matian untuk mereka bisa memenuhi standar di awal, Insyaa Allah tidak ada kesulitan terkait dengan isu sertifikasi dan sebagainya,” kata Kepala BSN Kukuh S Achmad dalam konferensi pers Capaian 2021 dan Outlook 2022 BSN, dikutip dari Republika.co.id.

Baca juga:

Dampak SNI pada Industri Game Lokal dan Potensi Pengembangan

SNI pada Video Game
(Foto: Unsplash)

Penerapan SNI pada video game juga dapat berdampak positif pada industri game lokal secara keseluruhan. Dengan adanya standar yang jelas, pengembang game lokal akan mendorong peningkatan kualitas, inovasi, dan kreativitas dalam pembuatan game. Pengembang akan lebih fokus pada pengembangan konten yang berkualitas, menggali kekayaan budaya Indonesia, serta meningkatkan representasi yang lebih inklusif dalam game mereka.

Selain itu, SNI dapat membantu mengatasi tantangan permodalan yang sering dihadapi oleh pengembang game lokal. Dengan adanya legitimasi dan pengakuan dari standar nasional, peluang untuk mendapatkan dukungan dan pembiayaan dari berbagai pihak akan semakin terbuka. Hal ini dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan industri game lokal, menciptakan lapangan kerja baru, serta meningkatkan kontribusi ekonomi sektor game di Indonesia.

Demikian pembahasan Pemerintah Ingin Berikan SNI Pada Video Game. Ikuti informasi menarik lainnya seputar game, anime, esports, pop culture, serta teknologi hanya di Gamefinity. Gamefinity.id menyediakan jasa pengisian top up dan voucher game dengan cara yang mudah dan pastinya terjangkau.

WeChat Pay, Teknologi Membayar dengan Telapak Tangan

GAMEFINITY.ID, Bekasi – Perusahaan teknologi China, Tencent, merilis sistem pembayaran terbarunya. Canggihnya, sistem pembayaran ini hanya menggunakan telapan tangan saja. Sistem ini dilakukan melalui WeChat Pay pada Senin (22/5).

WeChat adalah aplikasi terkenal di China di mana aplikasi ini menawarkan media sosial, panggilan suara dan video, hingga pembayaran digital yakni WeChat Pay.

Platform ini bisa digunakan untuk melakukan berbagai macam jenis pembayaran. Contohnya saja, untuk akses keluar dan masuk kereta bawah tanah Beijing hanya dengan melambaikan tangan saja pada alat pembayaran.

Baca juga: 

Metode Pembayaran WeChat Pay

WeChat Pay
WeChat Pay Revolusi Pembayaran

Dirilis Electronic Payment International, alat pembayaran WeChat Pay ini dibesarkan Tenpay Payment Technology, yang merupakan anak perusahaan dari Tencet. Metode pembayaran ini sendiri sudah dilakukan uji coba di Shenzen.

Program yang mempunyai slogan “your palm represent you” ini dilengkapi dengan pemindaian untuk mencetak telapak tangan yang nantinya digunakan untuk pembayaran.

Tencent menjelaskan bahwa metode pembayaran ini bisa mengembangkan segala macam efektivitas serta memberikan pengalaman baru dan menyenangkan untuk para penggunanya. Bahkan melalui WeChat Pay, ini bisa membantu lansia dan juga penyandang disabilitas.

Baca juga: 

Metodenya sendiri menggunakan pengenalan cetak telapak tangan artinya itu bisa membaca garis kulit tangan dan pembuluh darah yang berada di bawah telapak tangan. Dengan itu, otomatis bisa membayar dengan WeChat Pay.

Untuk menggunakan layakan WeChat Pay Palm Payment, baru tersedia di pusat perbelanjaan dan juga stasiun metro tertentu saja. Nantinya Tencent akan menerapkan pembayaran ini di tempat kerja, supermarket dan toko, hingga tempat makan namun secara bertahap tentunya.

Baca juga: 

Amazon One Menerapkan Pembayaran melalui Telapak Tangan

WeChat Pay
Amazon One

Selain Tencent, Amazon juga mulai menerapkan metode pembayaran serupa, yakni melalui telapak tangan. Alat pembayaran bernama Amazon One ini memiliki cara kerja yakni cetakan telapak tangan terkoneksi dengan kartu kredit yang sudah terdaftar di Amazon. Lalu pembayaran dapat dilakukan pada gerai ritel offline Amazon Go yang tidak ada kasir maupun petugasnya.

Dikutip CNN International pada tahun 2020 lalu, Vice Presiden of Physical Retail and Technology Amazon, Dilip Kumar berkata bahwa dirinya mendorong orang untuk mencoba Amazon One dan bisa mendapatkan pengalaman.

Baca juga: 

Amazon Go sendiri sudah ada di dua gerai yang terletak di Seattle yang nantinya akan diperluas lagi ke beberapa toko Amazon Go di New York, Chicago, dan San Fransisco.

Alat pembayaran ini mulai beroperasi sebelum pandemi dan layanannya semakin meningkat selama pandemi berlangsung. Sebab pembayaran ini dapat dilakukan tanpa harus melakukan kontak fisik atau contactless.

Grammy Awards Nyatakan Musik Buatan AI Tidak Layak Menang

GAMEFINITY.ID, Bandung – Grammy Awards, ajang penghargaan musik terbesar di dunia, telah mengumuman perubahan peraturan tentang karya musik berbasis AI. Pihak penyelenggara, The Recording Academy, menetapkan karya musik yang murni dibuat menggunakan AI tidak layak mendapat nominasi atau menang penghargaaan.

Industri kreatif disebut sedang terancam karena penggunaan AI yang marak semenjak kepopuleran ChatGPT. Banyak yang mengemukakan ketakutan akan AI dapat menggantikan posisi manusia untuk menciptakan karya kreatif. Contohnya, Writers’ Guild of America (WGA) dan Screen Actors Guild (SAG-AFTRA) sedang berkutat menentang menggunaan artificial intelligence dalam penulisan naskah dan akting.

Grammy Awards Ubah Aturan demi Larang Karya Musik Buatan Kreator AI

Grammy Awards AI music robot

The Recording Academy mencantumkan serangkaian perubahan tentang kelayakan musisi dan karya musiknya yang dapat masuk nominasi Grammy Awards. Salah satunya adalah penggunaan AI. Pihaknya melarang karya musik yang murni buatan AI tanpa campur tangan manusia sama sekali menjadi nominasi dan memenangkan sebuah penghargaan.

“Hanya kreator manusia yang layak [karyanya] diajukan, dipertimbangkan, dinominasikan, atau menang sebuah Grammy Award,” tulis The Recording Academy.

Baca juga:

Akan tetapi, The Recording Academy mencantumkan dalam rulebook-nya bahwa pihaknya tetap menganggap AI sebagai alat untuk kreativitas. Mereka menulis bahwa sebuah karya musik yang memiliki elemen AI dapat diajukan, asalkan kreator manusia telah berkontribusi menulis lagu tersebut.

“Jika ada suara AI yang menyanyikan lagu atau hasil instrumentasi AI, kami akan mempertimbangkannya. Tapi di kategori berbasis kepenulisan lagu, karya itu wajib dibuat oleh manusia. Sama dengan kategori penampilan (performance) – hanya penampil (penyanyi) manusia yang dapat dipertimbangkan untuk menang Grammy,” tutur Harvey Mason Jr. selaku CEO The Recording Academy di laman resmi Grammy.

Penggunaan AI dalam Industri Musik

Grammy awards AI music

Perkembangan artificial intelligence saat ini makin maju dan marak di dunia kreatif, terutama industri musik. Namun penggunaannya untuk membuat musik masih menuai kontroversi. AI memang dinilai sebagai alat untuk membantu menuangkan kreativitas dalam pembuatan karya musik. Pada saat yang sama, banyak yang menakutkan AI dapat menggantikan posisi manusia.

AI bahkan dapat digunakan untuk meniru suara musisi terkenal. Ditambah, semakin banyak musisi yang menggunakan AI dalam proses pembuatan lagu. Sebagai contohnya, Paul McCartney mengumumkan sebuah lagu terakhir dari The Beatles akan rilis tahun ini. Ia menggunakan AI untuk meniru suara mendiang John Lennon.

Terlebih, AI juga bisa disalahgunakan untuk menggunakan suara musisi dalam menciptakan lagu seakan-akan itu karyanya. Contoh yang paling terkenalnya adalah Heart of My Sleeve yang disebut sebagai lagu Drake dan The Weeknd palsu. Sempat viral di layanan streaming, Universal Music Group meminta agar lagu itu ditarik dari peredaran. Tentunya, lagu yang dibuat menggunakan AI sepenuhnya itu tidak layak memenangkan sebuah Grammy.

Sementara AI menjadi alat kontroversial dalam dunia seni, aturan Grammy terbaru itu menekankan pentingnya kreativitas manusia dalam pembuatan karya. Pastinya, The Recording Academy berharap Grammy Awards dapat tetap menjadi ajang penghargaan musik khusus karya buatan manusia.