GAMEFINITY.ID, Jakarta – Chief Chess Officer (COO) Chess.com, Daniel “Danny” Rensch membeberkan alasan dibalik penutupan akun milik Dadang Subur alias Dewa Kipas. Menurut Danny, akun Dewa Kipas ditutup karena permainan sang bapak-bapak pecatur yang dinilai tidak alami atau seperti mesin catur.
Sebelumnya, netizen Indonesia sempat menduga penutupan akun itu disebabkan karena dugaan kecurangan yang diajukan Levy Rozman alias GothamChess, pecatur profesional asal Amerika Serikat yang dikalahkan Dewa Kipas. Saat permainan yang berlangsung pada 2 Maret, Rozman memang sempat mengatakan kepada 12.000 viewersnya di Twitch “Baiklah, ini terlihat seperti cheater”, sembari mengklik simbol merpati untuk melaporkan akun Dewa_Kipas.
Chess.com telah mengklarifikasi hal tersebut. “Kasus Dewa Kipas ini adalah kasus mutlak kecurangan,” kata Rensch dikutip dari Wired. Rensch sendiri menyebut bahwa kontroversi Dewa Kipas ini sebagai “kontroversi tergila yang pernah ada dalam catur online”.
Melihat dari lusinan permainan Dewa_Kipas, Chess.com menetapkan bahwa gerakan Subur dalam permainan cocok dengan mesin catur pada tingkat yang “tidak mungkin dilakukan oleh pemain manusia”. Akurasi gerakan Subur melebihi pecatur peringkat teratas Indonesia, grandmaster Susanto Megaranto yang memiliki akurasi 94.4 hingga 95,3 persen.
Rensch yang merupakan seorang master catur internasional, melihat laporan Chess.com di Dewa_Kipas sehingga dia dapat menilai keputusanan tersebut. Chess.com sendiri memiliki tim Fair Play yang terdiri dari tujuh orang. Mereka bertindak tidak seperti moderator dan lebih seperti ilmuwan data, yang diawasi Rensch.
Kasus Dewa_Kipas mendapat banyak sorotan di Chess.com, sebagian karena serangan yang dialami Rozman. Sang pecatur itu sendiri mengaku sempat mendapat ancaman dari netizen Indonesia, bahkan salah satunya menjurus langsung kepada pacarnya yang mendapat ancaman pembunuhan. Belakangan, regional Indonesia memang diblokir dari akun Youtube Gotham Chess
Chess.com menganalisa dugaan kecurangan baik dari laporan pemain maupun peringatan dari algoritme, yang digunakan tim Fair Play untuk membantu membuat keputusan pelarangan. Secara internal, mereka disebut “detektif curang”. Mereka menutup ribuan akun Chess.com setiap hari.
Beberapa kategori kecurangan dalam Chess.com antara lain: Apakah pecatur menggunakan monitor kedua dengan AI catur yang sedang berjalan? Apakah sang pemain sedang melakukan obrolan Discord dengan seorang grandmaster? Apakah ini murni bot?
Algoritme situs menangkap kecurangan mengukur seberapa mirip gerakan pemain menyerupai mesin catur. Chess.com mengumpulkan beberapa engine di atas Stockfish, mesin catur open source. Rencsh menyebut, selanjutnya mereka bertindak layaknya badan anti-doping Komite Olimpiade Internasional.
Mereka tahu apa yang mampu dilakukan atlet terbaik ketika jumlah sel darah putih dan kadar oksigen mereka normal dan meningkat. Jika ada sesuatu yang menyimpang di luar jalur, itu terlihat mencurigakan. Kemenangan beruntun, perilaku dalam browser lainnya seperti tabbing yang berlebihan, dan apakah mereka diakui FIDE (Federasi Catur Dunia) adalah faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh algoritme dan moderator.
“Kami beroperasi dalam konteks untuk mengetahui siapa saja yang sudah menjadi pemain terbaik di dunia,” kata Rensch. Rensch merujuk pada Alireza Firouzja, pecatur belia dari Iran yang mencapai status grandmaster pada usia 14 tahun.
“Anak ini tumbuh di situs saya (Chess.com). Saya sudah melihatnya bermain seperti monster sejak 11 tahun.” Rensch mengaku mendapat banyak laporan yang menuduh Firouzja melakukan kecurangan. Namun, dari data menunjukkan bahwa sang pecatur bermain secara alami.
Dalam kasus Dewa Kipas, Rensch mengaku siap mempertanggungjawabkan keputusan pemblokiran tersebut. Hak banned atau memblokir akun seorang pengguna sendiri sejatinya murni dipegang oleh moderator atau admin tim dari Chess.com. Situs tersebut juga memiliki fairplay policy, pendeteksian kecurangan dan pelanggaran yang terverifikasi oleh sekelompok grand master.
“Kami secara hukum siap untuk pergi ke pengadilan dengan setiap penutupan (akun) yang kami buat. Dan kami bertindak berdasarkan data dan bukti. Apakah (Rozman) benar-benar memiliki pengaruh atas keputusan akhir mana pun? Tidak ada.”
Belakangan, Rozman sendiri mendapat beberapa dukungan dalam bahasa Indonesia di Twitter-nya. Beberapa mengungkapkan rasa malu atas pelecehan dan cibiran yang dilakukan Netizen Indonesia. Meski takut, Rozman menyebut kontroversi yang terjadi sebagai pelajaran dari “informasi yang salah.”