GAMEFINITY.ID, Kota Batu – Freemium, sebuah jenis game favorit masyarakat Indonesia. Game yang dapat diunduh secara gratis di berbagai macam platform. Game Freemium juga dapat dimainkan sepuasnya secara gratis untuk selamanya.
Setelah terlibat perdebatan dalam sebuah post Facebook tentang game Freemium yang punya budget lebih dari $100 Juta, membuat admin termotivasi membuat post ini.
Banyak yang mengira bahwa Freemium merupakan sebuah pilihan terbaik bagi yang ingin bermain game namun juga ingin menghemat uang. Namun, benarkah demikian? Dikala rata-rata game dipasarkan dengan label harga untuk mendanai pengembang yang menjualnya, justru game Freemium dipasarkan secara gratis.
Lalu darimanakah pengembangnya dapat bertahan kondisi ekonominya? Apakah game Premium lebih boros karena harus mengeluarkan uang untuk bermain? Yuk, kita bahas lebih lanjut!
Konsep Awal dari Game Freemium
Asal mula dari game freemium adalah pesatnya perkembangan smartphone di akhir dekade 2000-an. Sebuah perusahaan asal Jepang bernama Gree mencoba untuk membuat sebuah game freemium pada platform tersebut. Konsep dari game tersebut adalah “dibuat dengan budget rendah, dipasarkan secara gratis, untuk para pemain dapat mengeluarkan uangnya di dalam game.”.
Bila kalian pernah membaca artikel Konami di Gamefinity, kalian pasti tahu bahwa titik inilah yang menjadi permulaan Konami berubah haluan. Ya, faktornya adalah karena keuntungan yang besar, sistem tersebut dapat dikatakan berhasil.
Baca Juga: Kisah Perjalanan Konami: Legenda yang Sekarang Dibenci
Setelah dari Jepang, perkembangan game freemium makin pesat. Hingga datanglah suatu game terkenal yang mengubah segalanya. Game tersebut adalah Angry Birds.
Meski saat ini sudah menjadi game premium, pada awalnya game ini merupakan game freemium. Pemain dapat bermain secara gratis, dan dapat membeli item di dalam game dengan membayar. Dan berkat game ini, Rovio dapat menjadi salah satu pengembang terkenal di dunia.
Lalu, sistem freemium ini makin disempurnakan lagi. Kali ini game yang menjadi tolak ukurnya adalah sang legenda, Clash of Clans. Seperti yang kalian tahu, membangun bangunan di CoC memerlukan waktu yang tidak sedikit. Bahkan memakan waktu sampai dua minggu.
Namun, bila kalian cukup mampu, kalian dapat membeli gems di dalamnya. Dengan gems kalian dapat mempercepat waktu upgrade hingga menjadi satu klik daripada dua minggu menunggu. Disinilah konsep freemium disempurnakan, antara kalian grinding berjam-jam atau kalian dapat membeli sebuah currency untuk menghemat waktu. Hingga saat ini konsep ini masih digunakan. Contohnya yang paling jelas, adalah deretan para game gacha, Genshin Impact, Arknight, Blue Archive, PGR, Bang Dream. Atau, game yang memang dikhususkan untuk grinding demi upgrade seperti World of Tanks.
Freemium dalam Konteks Game Kompetitif
Freemium dalam game kompetitif merupakan dua hal yang berbeda. Hal ini dikarenakan fairness merupakan hal penting. Antara pemain yang mengeluarkan uang dan tidak harus dalam kondisi sama dan tidak ada perbedaan. Contohnya yang jelas adalah Mobile Legend, LoL, AoV, Valorant, PUBG Mobile, CoDM, Free Fire, dll.
Untuk game seperti LoL, ML, dan AoV, mereka masih mengusung konsep grinding di dalam game-nya. Grinding ini ditujukan untuk para pemain membuka hero baru agar dapat dimainkan.
Namun, game MOBA seperti mereka juga mempunyai kesamaan dengan PUBGM, CoDM, dan FF. Kesamaan tersebut yaitu menjual kosmetik.
Para developer sengaja menghadirkan berbagai kosmetik baru hampir setiap waktu untuk para pemain agar dapat dibeli. Hal ini membuat sebuah tren sendiri di dalam komunitas pemain, yaitu sang kolektor. Di game AoV yang saya mainkan sendiri, para kolektor mampu mempunyai 300 lebih skin.
Apakah Benar Lebih Murah?
Jawabannya adalah tidak. Secara gamblang dan jelas tidak. Mengapa demikian?
Ketika kalian membeli sebuah game di Steam, contohnya saya yang membeli Assetto Corsa Ultimate Edition seharga hampir Rp. 100.000, saya dapat menikmati game tersebut sepenuhnya tanpa ada gimik pembelian lain di dalamnya.
Sementara itu, para pemain game freemium akan cenderung membeli sesuatu saat ada tambahan item atau karakter di game-nya setiap update. Maka siklus tersebut akan berulang hingga game tersebut tutup atau tidak ada tambahan update lagi.
“Kalau pemain yang main tanpa uang berarti nggak rugi kan bang?”, jawabannya salah lagi. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, konsep grinding adalah membuat pemain bermain game tersebut secara konstan dalam waktu yang lama. Artinya kalian menghabiskan waktu kalian di game tersebut untuk mendapatkan item atau karakter yang diinginkan. Hal ini tidak akan terjadi dalam game premium karena pemain akan mendapatkan satu game penuh untuk dimainkan.
Lalu bagaimana dengan game berbayar yang juga terdapat pembelian lain di dalamnya? Contohnya adalah Rainbow Six Siege dan game kompetitif berbayar lainnya. Beberapa game tersebut merupakan sebuah pengecualian. Alasan klasiknya adalah biaya dasar pembelian game tersebut tidak cukup menguntungkan. Namun, alasan paling masuk akalnya adalah para developer yang memanfaatkan game berbayarnya yang online-based untuk dijadikan ajang pamer dengan item dan kosmetik di dalamnya.
Waktu untuk Grinding dan Bermain Punya Perbedaan
Ketika ada yang berpikir, “kan main game sama aja buang waktu, grinding kok dipermasalahkan?” Masalahnya bukan ada di buang waktunya, tapi ada di waktu itu sendiri.
Ketika grinding game freemium pemain cenderung melakukannya setiap hari. Hal ini tambah dengan bonus login harian yang mendukung. Kegiatan ini terus dilakukan tanpa tahu batasnya.
Sementara waktu gameplay merupakan hal berbeda. Contohnya saat admin menamatkan Far Cry 3 dulu, admin butuh waktu total sekitar 24 jam. Dan hal tersebut tidak dilakukan secara non-stop dan tidak setiap hari. Sehingga admin bisa bermain semaunya.
Penutup
Kesimpulan yang dapat ditarik dari sini adalah kenyataan bahwa yang gratis tidak selalu lebih hemat. Terkadang hal tersebut yang membuat para pemain terjebak dalam rayuan gacha dan item lainnya. Kehilangan waktu yang dipakai untuk grinding pun juga merupakan sebuah hal yang mahal.
Bila kalian ingin berhemat carilah game freemium yang memang sejatinya tidak memancing kalian untuk mengeluarkan uang lagi, contohnya adalah Find Love or Die Trying di Steam yang sudah pernah di-review.
Baca Juga: Review Game VN: Find Love or Die Trying
Cara kedua adalah menunggu sale dari game premium. Terkadang game kelas AAA lawas hanya dihargai kurang dari Rp. 50.000 saat diskon. Dengan pengeluaran sesedikit itu, kalian sudah dapat bermain full game tanpa harus grinding berjam-jam.
Cara ketiga adalah memasang Epic Game Store dan menunggu game gratisan dari platform tersebut. Gratis dan legal, sebuah kenikmatan tiada tara.
Namun, tidak dapat dipungkiri, bahwa bagi yang tidak mempunyai modal sama sekali, game Freemium merupakan jalan terbaik bagi seseorang untuk menikmati game. Dan yang lebih penting, bermain game Freemium lebih baik dari bermain game bajakan.