GAMEFINITY.ID, PATI – Industri game lokal saat ini sedang berkembang pesat. Developer-developer ambisius mulai bermunculan dari kalangan anak bangsa. Seiring dengan perkembangan teknologi dan akses yang semakin mudah, sejumlah game buatan Indonesia telah mencapai pengakuan internasional. Inilah sebagian kecil dari game-game Indonesia yang telah mendunia:
Troublemaker: Raise Your Gang
Troublemaker: Raise Your Gang adalah game petualangan aksi yang dikembangkan oleh Gamecom Team, sebuah pengembang game asal Indonesia. Game ini mengikuti kisah seorang anak muda bernama Budi yang mencoba membangun gengnya sendiri di lingkungan kumuh Jayakarta. Game ini awalnya dikenal dengan nama Parakacuk: Raise Your Gang, tetapi kemudian diubah namanya menjadi Troublemaker: Raise Your Gang.
DreadOut
DreadOut adalah game horor kesintasan buatan Indonesia yang dikembangkan oleh Digital Happiness untuk Windows, Mac OS X, dan Linux. Dalam game ini, pemain mengambil peran sebagai Linda Meilinda, seorang siswa SMA yang terjebak di sebuah kota hantu di Indonesia. Pemain harus menyelesaikan teka-teki dan menghindari hantu untuk bertahan hidup. DreadOut memiliki sekuel yang dirilis pada tahun 2020 dengan judul DreadOut 2.
Coffee Talk
Coffee Talk adalah game simulasi yang dikembangkan oleh Toge Productions, sebuah pengembang game asal Indonesia. Game ini dirilis pada tahun 2020 untuk Microsoft Windows, macOS, dan Nintendo Switch. Dalam game ini, pemain mengambil peran sebagai seorang barista yang memiliki kedai kopi di dunia fantasi yang dihuni oleh berbagai ras fantasi seperti elf, orc, dan mermaid.
A Space for the Unbound
A Space for the Unbound adalah game petualangan yang dikembangkan oleh Mojiken Studio dan diterbitkan oleh Toge Productions. Pemain mengambil peran sebagai Atma dan pacarnya Raya, dua remaja yang memiliki kekuatan supernatural dan tinggal di sebuah kota kecil di Indonesia pada akhir tahun 1990-an.
Coral Island
Coral Island adalah game simulasi pertanian yang dikembangkan oleh Stairway Games. Game Coral Island adalah game yang direkomendasikan untuk penggemar game simulasi pertanian dan game buatan Indonesia. Game ini mendapat pujian karena gameplay yang menarik, grafis yang indah, dan musik yang menenangkan.
Indonesia telah menunjukkan bahwa kita memiliki kemampuan dalam bersaing di industri game global. Pengembang independen yang semakin berkontribusi dalam memperkenalkan inovasi dan cerita-cerita menarik melalui karyanya, kita dapat berharap untuk melihat lebih banyak game hebat dari Indonesia yang akan mendunia di masa depan.
Jangan lupa ikuti akun resmi Gamefinity di Facebook, Instagram, dan TikTok. Nikmati juga kemudahan top up dan voucher games kesayangan kalian dengan harga murah di Gamefinity.
GAMEFINITY, Jakarta – Troublemaker menjadi game terakhir yang dimainkan oleh Youtuber Gaming, Windah Basudara sebelum Ia pamit undur diri. Game ini adalah game buatan anak bangsa yang diproduksi oleh Gamecom Team dan Freedom Games. Troublemaker bisa diunduh di Steam, Epic Games, dan GOG.com.
Sinopsis Troublemaker, Kisah Awal Budi
Budi, seorang siswa SMA, berbincang-bincang dengan seorang pedagang bakso bernama Pak Asep di perjalanan pulang dari sekolah. Pak Asep menasihati Budi untuk rajin belajar di sekolah. Ketika Budi berjalan pulang, dia dihadang oleh sekelompok pemuda yang terlihat seperti preman di tempat tersebut. Uniknya, salah satu preman tersebut ada yang bernama Windah. Mereka memerintahkan Budi untuk pulang lewat jalan lain, namun Budi tetap berjalan dan tidak mendengarkan mereka. Akhirnya, Budi dan para preman itu terlibat dalam perkelahian, dan meskipun dia hanya seorang siswa SMA, Budi berhasil mengalahkan mereka semua, termasuk bos atau pemimpin mereka.
Setelah Budi memenangkan perkelahian itu, tiba-tiba polisi datang dan menangkapnya. Budi dibawa ke kantor polisi untuk diberi peringatan, dan ibunya datang menjemput anaknya itu. Dari perkataan ibunya, kita bisa tahu bahwa Budi telah dipanggil oleh polisi berkali-kali sebelumnya. Ibu Budi juga merasa bahwa tetangga mereka selalu membicarakan anaknya dengan pandangan yang negatif dan merendahkan keluarganya.
Ayah Budi sudah meninggal dunia, dan sekarang ia tinggal bersama Ibu dan Ayah Tirinya. Setelah terjadi perdebatan antara Budi dan Ibunya, Budi diberitahu bahwa Ayah tirinya akan dipindahkan tugas ke Jayakarta. Hal itu menjadi kesempatan baginya untuk mencari lingkungan yang lebih baik. Meskipun harus pindah sekolah, Ibunya tahu bahwa ini adalah yang terbaik bagi keluarga mereka.
Gameplay Troublemaker (9/10)
Tim Gamecom menjelaskan bahwa pengembangan Troublemaker terinspirasi dari tiga game populer di PS2, yaitu God Hand, Bully, dan Yakuza. Oleh karena itu, pemain mungkin akan merasa seperti bermain ketiga game tersebut secara bersamaan. Troublemaker mengusung genre 3D Beat em up yang juga dianut oleh ketiga game tersebut. Misalnya, ketika kamu menjelajahi wilayah sekolah, itu akan mengingatkan kamu pada game Bully. Selain itu, setiap gerakan atau serangan yang dilakukan oleh karakter Budi akan mengingatkan pada game God Hand yang juga memiliki beberapa serangan yang berbeda-beda.
Troublemaker memiliki gameplay yang linear, di mana pemain hanya dapat mengikuti alur cerita yang telah ditentukan oleh Tim Gamecom. Hal ini berarti, kamu tidak dapat mengeksplorasi cerita secara mandiri dan harus mengikuti narasi serta arah yang telah ditentukan. Namun demikian, Troublemaker memiliki pacing yang baik dan alur cerita yang padat sehingga gameplay tidak akan terasa membosankan.
Grafis (7/10)
Dalam hal kualitas grafis, versi full release Troublemaker hampir sama dengan versi demo yang dirilis pada Juli 2022. Namun, Gamecom Team telah melakukan beberapa perbaikan pada beberapa bagian, seperti user interface yang lebih segar dan tambahan efek yang membuat pertarungan antara Budi dengan jagoan lain menjadi lebih menarik.
Meskipun beberapa detail pada Troublemaker belum mencapai kualitas game AAA lainnya, Tim Gamecom berusaha untuk memperhatikan kualitas detail pada beberapa elemen, seperti karakter 3D yang diimplementasikan berdasarkan gambaran 2D yang telah dibuat. Namun, masih ada beberapa kekurangan, seperti karakter Zainal yang memiliki postur yang berbeda dengan penggambaran postur versi 2D yang memiliki postur tubuh besar.
Secara keseluruhan, grafis Troublemaker masih dapat dinikmati dengan baik, terutama karena Gamecom Team berhasil menciptakan nuansa sekolah di Indonesia pada elemen-elemen seperti kantin, lorong kelas, parkiran, dan sebagainya. Meskipun masih ada beberapa kekurangan, pengalaman bermain Troublemaker tetap memuaskan.
Kontrol (8/10)
Kontrol dalam game Troublemaker terbilang cukup responsif dan mudah dipahami. Dalam mode pertarungan, pengguna dapat menggunakan berbagai macam jurus dan serangan yang terdiri dari kombinasi tombol yang cukup mudah diingat. Selain itu, navigasi dalam game juga cukup mudah dan intuitif, meskipun terkadang terasa sedikit kaku ketika bergerak di area yang terlalu sempit. Namun, dengan berbagai kelebihan yang dimiliki, kontrol dalam game Troublemaker berhasil mendapatkan nilai 8/10 dari penulis.
Audio (7/10)
Dalam hal audio, Troublemaker memiliki keunikan yang sangat menarik. Game ini dilengkapi dengan beberapa lagu yang sangat enak didengar dan mampu mengikuti perubahan suasana dalam permainan. Hal ini tentu membuat permainan Troublemaker terasa lebih menarik, terutama saat dimainkan dengan menggunakan headset atau headphone. Selain itu, pengisi suara untuk setiap karakter dalam Troublemaker mampu membuat karakter 3D terasa lebih hidup dan autentik. Namun, perlu diingat bahwa Troublemaker adalah game yang ditujukan untuk orang dewasa dan mengandung kata-kata yang tidak sepenuhnya pantas. Oleh karena itu, disarankan untuk memainkan Troublemaker dengan menggunakan headset agar tidak mengganggu orang lain yang berada di sekitar.
Troublemaker, sebuah game buatan developer lokal, memberikan angin segar bagi industri game di Indonesia. Berbeda dengan banyak game lokal lainnya yang didominasi oleh tema horor, Troublemaker menawarkan alur cerita yang padat dan dikemas dengan baik dengan bantuan narasi dan pengisi suara yang menarik. Meski demikian, masih ada beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki seperti detail kecil di poster mading yang masih menggunakan “Lorem Ipsum”. Namun, keseluruhan, game ini tetap patut dicoba karena memiliki gameplay beat em up yang luwes dan alur cerita yang kuat. Dengan harapan bahwa Gamecom Team terus berkembang dan menghasilkan seri berikutnya dengan kualitas yang lebih baik lagi.
GAMEFINITY.ID, Kota Batu – Akhir-akhir ini, banyak yang memperbincangkan tentang kebijakan PSE yang diberlakukan Kominfo beberapa hari yang lalu, dan salah satu bidang yang diperhatikan adalah game lokal. Seperti yang kita tahu sendiri, bahwa platform distribusi game telah diblokir oleh pemerintah. Sebut saja Steam milik Valve, Origin milik EA, dan EGS milik Epic Games, pada waktu artikel ini ditulis, pemblokiran terhadap Steam sudah dinormalkan.
Dalam jangka waktu yang sama, salah satu petinggi Kominfo mengatakan bahwa bila beberapa aplikasi yang telah diblokir tersebut tidak mendaftar, maka akan ada penggantinya yang dibuat oleh anak bangsa. Salah satu targetnya adalah membuat marketplace game khusus developer lokal. Apakah benar game di Indonesia memerlukan bantuan dan intervensi pemerintah untuk berkembang?
Tidak lama kemudian, terdapat sebuah postingan Facebook yang juga membahas masalah yang sama. Sang author post tersebut mengatakan bahwa langkah yang diambil Kominfo merupakan hal yang benar, karena dapat menghilangkan pengaruh game luar di pasar lokal.
Membuat PlatformMarketplace Sendiri untuk Game Lokal adalah Ide Buruk
Ketika mendengar rencana pemerintah untuk membuat marketplace khusus game lokal, seketika menjadi ide buruk. Mengapa hal tersebut merupakan ide buruk? Sederhana saja, karena tidak adanya persaingan. Hal yang membuat sebuah developer berkembang dalam membuat game adalah persaingan di pasar. Sebut saja persaingan PES milik Konami dengan FIFA milik EA dan CoD milik Activision dengan Medal of Honor serta Battlefield.
Dengan adanya persaingan dengan pasar luar, diharapkan developer Indonesia mampu memperbaiki diri mereka sendiri dengan standar yang semakin tinggi. Dapat dibayangkan bila saingannya hanyalah sesama game lokal, kemungkinan besar hasilnya tidak dapat besaing di pasar luar dengan standar yang lebih tinggi.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah waktu dan effort yang dibutuhkan untuk membuat marketplace seperti Steam. Steam sendiri perlu sekitar belasan tahun agar dikenal seperti saat ini. Epic Game Store dapat dikenal karena mereka yang selalu berbagi game gratis, tentu saja dengan modal yang tidak sedikit. Berkaca dari kedua platform tersebut dan kondisi saat ini, hampir mustahil dapat membuat sebuah platform yang besar tanpa effort dan biaya yang besar, kecuali EA saat membentuk Origin, EA tetaplah EA, mereka dapat melakukan apapun yang mereka mau.
Dukungan Dana untuk Game Lokal? Lebih Baik untuk Sektor Lain
Banyak yang beranggapan bahwa memberikan suntikan dana untuk para developer lokal merupakan hal bagus. Dengan begitu mereka dapat memiliki budget lebih dalam mengembangkan game, tapi tidak semudah itu. Sampai saat ini Indonesia mampu mengeluarkan berbagai game di level indie. Game seperti Coffee Talk dan DreadOut merupakan 2 contoh yang terkenal.
Namun, bila dilihat dari cara pemerintah memperhatikan industri game, mereka beranggapan bahwa game indie sudah cukup untuk bersaing di pasar yang lebih tinggi. Pemerintah memberi bantuan kepada startup lokal termasuk para pengembang game lewat BIP berupa uang sebesar Rp. 200 Juta. Tentu saja budget Rp. 200 Juta adalah nominal yang kecil untuk game indie.
Sebagai gambaran budget untuk pengembangan AA game -tingkat selanjutnya dari game indie, game AA dapat menghabiskan budget Rp. 55 Milyar (development budget dari It Takes Two, salah satu AA game). Bahkan, game AAA seperti Metal Gear Solid V mempunyai budget di angka Rp. 1,2 Triliun.
Dengan budget di angka tersebut barulah pengembangan game dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Namun, lebih baik pemerintah menganggarkan dana sebesar itu ke aspek lain karena masih banyak sektor yang perlu ditingkatkan sebagai negara berkembang. Meski jumlah bantuannya terkesan kurang, usaha kecil pemerintah ini dapat diapresiasi.
Lagipula pengembangan game AA dan AAA dapat dibilang tidak worth it bila hasilnya bukanlah game free-to-play. Apalagi karena target pasarnya di Indonesia.
Sebenarnya ada beberapa hal yang dapat dilakukan, tapi yang paling penting adalah biarkanlah kultur game tersebut berkembang secara natural. Saat ini Indonesia memiliki perkembangan industri game yang pesat, tinggal menunggu waktu sampai ada salah satu developer game di Indonesia dikenal di kancah internasional. Asalkan tidak ada kebijakan yang seolah-olah menghalangi hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung.
Developer game indie dapat berkembang dengan cara yang sewajarnya. Ketika developer dapat membuat game yang menarik di level indie dan dapat memukau para developer besar, mereka akan dikontrak dan diberi suntikan dana oleh perusahaan tersebut.
Sebagai contoh adalah Turtle Rock Studio yang dikontrak Valve setelah mengembangkan Counter Strike: Condition Zero atau, Mojang yang memulai karirnya dengan Minecraft yang kemudian dibeli sahamnya oleh Xbox Game Studios.
Dukungan pemerintah selain dalam bentuk dana, dapat juga dalam bentuk seperti memperkenalkan produk game Indonesia ke mancanegara. Seperti melakukan negosiasi kerjasama dengan negara yang punya kultur game kuat, seperti Jepang dan AS. Kerjasama tersebut berupa pemberian investasi untuk game lokal dalam bentuk human resources dan anggaran. Dengan adanya kerjasama ini tentu saja akan dapat meningkatkan kualitas developer Indonesia kedepannya.
Nah, ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam misi mebawa game lokal ke kancah internasional. Selain itu dengan kamu melakukan top up dan voucher games kesayangan kalian itu juga termasuk daam mendukung para developer games. Kalian dapat menikmati kemudahan top up dan membeli voucher games dengan murah dan proses mudah hanya di Gamefinity.id
GAMEFINITY.ID, Kota Batu – Indonesia, negeri kita tercinta yang para penduduknya sudah tidak asing lagi dengan game, khususnya para anak muda. Kita dapat melihat banyak orang dari berbagai kalangan bermain game dimanapun dan kapanpun. Mulai dari para pemuda yang main bareng di kafe pinggir jalan, hingga para pemain PC yang bermain di warnet ataupun di kamarnya sendiri. Serta para developer Indonesia yang masih berjuang.
Namun, di antara banyaknya para pemain dan penikmat game di Indonesia, ada satu hal yang seperti menghilang. Dapat dikatakan bahwa mereka bukan menghilang, tetapi tidak dianggap. Ya, hal tersebut adalah para pengembang atau developer asal Indonesia.
Beberapa game buatan developer Indonesia mengalami kesuksesan bahkan di kancah internasional. Sebut saja DreadOut dan Coffee Talk di pasar PC, serta Epic Conquest, Mini Racing Adventure di kancah Mobile. Yang lain? Antara sukses di pasar lokal, atau tenggelam karena pasar yang dimasuki punya saingan kuat atau ketinggalan zaman.
Lalu, apa yang dapat dilakukan developer Indonesia untuk dapat bersaing khususnya di pasar internasional? Atau bahkan, dapat berdiri di jajaran beberapa game terbaik di dunia.
Kesalahan Developer Indonesia dalam Memilih Pasar Persaingan
Banyak developer asal Indonesia salah dalam memilih pasar persaingan. Contoh paling jelasnya adalah Lokapala. Lokapala merupakan sebuah ambisi serius dari developer Indonesia untuk turun di ranah MOBA Mobile dan sukses di negara sendiri. Namun, yang menjadikan hal tersebut hanya sebuah idealisme yang susah terwujud adalah pasar yang dimasukinya.
Seperti yang kita tahu pasar MOBA Mobile di Indonesia dikuasai oleh Mobile Legends. Dengan kondisi saat ini, penguasaan tersebut sudah berada di level sangat sulit untuk dipatahkan. Namun, satu alasan Lokapala untuk eksis, yaitu untuk mencoba menguasai pasar teramai di Indonesia dengan game buatan lokal.
Seharusnya, para developer memiliki ide untuk dapat memilih pasar lain yang memiliki potensi sama, namun dengan saingan yang masih belum terlalu kuat. Contohnya adalah Citampi Stories, mengusung tema simulasi kehidupan di platform mobile yang sukses di pasar lokal. Hal ini dapat dicapai berkat sedikitnya saingan mereka di pasar tersebut. Alasannya, adalah game tersebut merupakan game gratis dan juga ramah untuk dimainkan pada low spec phone, tidak seperti para pesaingnya.
Ya, hal ini merupakan hal terpenting yang menjadi masalah besar. Tidak adanya budget melimpah membuat para developer Indonesia harus berjuang di segmentasi pasar game yang lebih rendah.
Terbatasnya budget dari pengembangan game juga berdampak pada kualitas game yang dihasilkan. Kurangnya orang dalam tim, kurangnya resources yang dibutuhkan, dan kurangnya teknologi adalah beberapa konsekuensinya.
Mencari investor adalah salah satu jalan untuk keluar dari keterbatasan ini. Akan tetapi, mencari investor yang benar-benar punya passion dalam pengembangan game dan tidak melulu tentang uang adalah hal sulit.
Pada akhirnya, bukan berarti dengan kurangnya budget ini para developer Indonesia harus menyerah. Ada satu jalan lain, yaitu mengembangkan sebuah gameindie. Gameindie dibuat dengan keterbatasan, entah terbatasnya tenaga ataupun uang. Game seperti Coffee Talk adalah contoh dari gameindie Indonesia yang mampu menembus pasar global. Namun, ada hal yang perlu diperhatikan kembali.
Kurangnya Inovasi
Bila membahas gameindie, kita pasti akan menemukan sebuah pengertian yang sama secara garis besar. Yaitu, berbagai game yang dikembangkan dengan dana atau resources terbatas, namun masih dapat berinovasi. Inovasi tersebut dapat datang dari gaya grafis ataupun playstyle.
Kita ambil contoh Coffee Talk tadi, salah satu gameindie Indonesia buatan Toge Production. Game tersebut memiliki review sangat positif dari para pemain. Lebih dari 5,000 pemain memberikan tanggapan baik. Lalu apa inovasi yang diberikan?
Inovasi tersebut terletak pada gameplay yang masih terkesan jarang digunakan. Ditambah lagi dengan cerita yang cantik buatan Almarhum M. Fahmi Hasni dan art style yang sederhana namun unik. Kedua hal tersebut sudah dapat menjadi dua tonggak inovasi yang dapat menjadi tolok ukur dari bagusnya gameindie.
Toge Production dapat menjadi salah satu contoh untuk developer lainnya dalam berkarya. Berfokus pada pengembangan dan inovasi demi sebuah game yang dapat memuaskan para pemain. Karena inovasi tersebutlah yang akan membawa nama Indonesia dalam industri game internasional.
Penutup
Sebagai penutup, disini saya ingin menyampaikan suatu hal. Bahwa lebih dari 200 juta oorang di Indonesia, pasti ada yang memiliki bakat dalam proses pembuatan game. Saya percaya bahwa game Indonesia dapat terus berkembang dan nantinya akan bersaing di pasar internasional.
Yang perlu diingat lagi adalah, bahwa game sama halnya dengan karya seni. Game dibuat dengan passion dan bukan hanya untuk meraup keuntungan semata. Mungkin pernyataan tersebut sudah tidak relevan. Akan tetapi, berkaca dengan sejarah game legendaris, faktanya mereka dibuat dengan passion dan semangat dari developer-nya. Semangat tersebutlah yang harus dibawa para developer Indonesia untuk memajukan game dalam negeri.
Bawalah gelar “Game Buatan Lokal” bukan hanya sebagai pemanfaatan overproud, tapi bawalah gelar tersebut menjadi sebuah gelar terhormat di dalam negeri dan di mata dunia.
GAMEFINITY.ID – YOGYAKARTA – Rendezvous: Shadows of the Past adalah game besutan developer dalam negeri bernama Pendopo studio. Ini adalah game pertama yang dibuat oleh studio indie ini. Game ini mempunyai genre action-adventure dengan gaya pixel art bertema cyberpunk. Rendezvous sendiri mempunyai latar di kota Surabaya di tahun 2064 dan juga Bay City, yang disebut dengan Neo-Surabaya.
Pendopo studio sendiri melalui fanspage Facebooknya selalu memberikan update terbaru tentang game ini. Pada Jumat, 20 Mei kemarin, Pendopo Studio mengumumkan bahwa game Rendezvous: Shadows of the Past akan dirilis untuk PC melalui Steam pada 26 Mei mendatang.
Plot Dari Rendezvous: Shadows of the Past
Rendezvous akan bercerita tentang seorang mantan agen kriminal bernama Setyo yang menjadi teknisi keamanan di Bay City. Lalu, seorang teman lama dari Setyo datang memberi tahunya pada suatu malam di sebuah bar. Dia mengatakan bahwa saudara perempuan dari Setyo telah bekerja dengan kelompok Cyberruner berbahaya di Neo-Surabaya. Petualangan Setyo untuk menebus dosa masa lalunya dan menyelamatkan saudarinya dimulai.
Game ini mempunyai latar di versi masa depan dari salah satu kota di Indonesia, yaitu Surabaya. Kita akan diberikan lingkungan yang khas dengan Indonesia seperti pedagang pecel lele, preman, dll. Namun, dengan latar yang jauh lebih maju daripada saat ini. Game ini akan memperlihatkan keadaan Surabaya dengan kemajuan teknologi yang cukup pesat. Serta memberikan gambaran tentang lingkungan yang mencoba untuk tetap bertahan ditengah kemajuan teknologi yang radikal.
Visual 2.5D dengan gaya pixel art dari game ini juga terlihat sangat memanjakan mata. Apalagi lingkungan yang dibuat di game ini mempunyai ciri khas unsur lokal yang membuat kita familiar. Namun, dengan suasana cyberpunk yang memberikan keunikan tersendiri.
Developer Indie dari Indonesia sepertinya memang semakin inovatif dengan game-game unik besutan mereka. Banyak game-game lokal yang semakin diminati oleh gamer dari dalam negeri maupun luar. Hal tersebut tentunya memberikan kebanggaan terhadap kita para gamer Indonesia melihat perkembangan yang signifikan ini.
Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di Gamefinity. Tetap menjadi gamer yang sultan dengan top up mudah dan murah di gamefinity.id
Pukung Himba adalah kawasan hutan rimba yang berada di Kalimantan dengan pohon-pohon yang berumur sangat tua dan besar. Wilayah ini umumnya masih dihuni oleh satwa liar dan belum banyak terjamah kegiatan manusia. Pukung Himba ditujukan sebagai wilayah cadangan dan tidak boleh ditebang atau dieksploitasi.
Di sana ada Ksatriya Fighter bernama Nanjan, Sang Pangeran dari Pukung Himba. Nanjan berasal dari bahasa Suku Dayak yang berarti pria yang memiliki raga kuat dan hati yang tidak mudah gentar. Nanjan menggunakan perisai dan Hudoq, sebuah topeng yang biasa digunakan oleh Suku Dayak untuk mengusir hama pada kala itu.
Sebagai Pangeran Pukung Himba, Nanjan memiliki tugas untuk melindungi pohon sakral yang ada di Pukung Himba, serta menyembunyikannya dari orang-orang berniat jahat. Konon, hutan serta seisinya tidak dapat dilihat oleh semua orang, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihatnya. Seisi hutan ini begitu penting bagi Nanjan, sehingga ia rela mengorbankan dirinya demi kebaikan hutan dan isinya.
Ksatriya Nanjan adalah karakter orisinal IP Lokapala milik Anantarupa Studios yang terinspirasi dari dua mitologi. Mitologi pertama adalah Pangeran Dewa Burung yang diambil dari kepercayaan Suku Dayak, bahwa disaat mereka berperang, Pangeran Dewa Burung inilah yang membantu mereka memenangkan peperangan.
Mitologi kedua adalah kisah hutan sakral yang masih dipercayai keberadaannya oleh masyarakat di Indonesia, salah satunya di Kalimantan. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang memiliki area hutan yang luas pada setiap wilayahnya, dan Kalimantan serta Papua merupakan dua pulau pemilik hutan lindung terbesar di Indonesia, bahkan dunia. Keasrian dan kelestarian hutan tersebut berperan penting menjaga stabilitas oksigen di dunia.
Karena menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, angka deforestasi atau laju kerusakan hutan pada 2018-2019 sebesar 462.400 hektar. Oleh sebab itu, masuknya Nanjan di Svaka Lokapala ingin membagikan semangat kegigihan seorang Ksatriya yang menjaga dan merawat ekosistem hutan agar kita bisa hidup lestari.
Gim Lokapala juga membuat event untuk menyambut Ksatriya baru ini! Event ‘Offerings For Luta – Limited Time Event’ berlangsung dari tanggal 11-24 Mei 2022 serta tambahan waktu dari 25-27 Mei 2022 untuk menukar pelangkang! Yuk update gim Lokapala kamu sekarang untuk membantu Nanjan mengumpulkan pelangkang serta menjaga Pukung Himba tetap tersembunyi dan terlindungi!
Kamu juga bisa mendapatkan bundle Damang Mahilung 1 yang berisi Ksatriya Nanjan dan Vahana Kelekep Enggang. Selain itu, kamu juga bisa mendapatkan bundle Damang Mahilung II yang berisi Ksatriya Nanjan dan Skin Ksatriya Nanjan “Botoannii Imahkota”.