GAMEFINITY, Jakarta – In today’s day and age, online games aren’t just a source of entertainment. With the number of options available, there is something for everybody out there, regardless of gender, age or interest. You have the option of role play, action, adventure. And Jopi has it all. It has an array of games for you to explore, unique experiences with each game.
Escapism and Entertainment
Jopi offers you both pleasure and a way to forget about the harsh realities of the outside world. You get to immerse yourself in a world of limitless possibilities and construct your own universe thanks to the magnificent graphics and engaging stages. Whether you’re exploring phantasmal realms, battling frightening adversaries, or solving tricky puzzles, games offer an intriguing escape from reality.
Build a Connection
This is the beauty of online gaming. The World Wide Web connects you to players from all across the globe. The multiplayer games on Jopi give users the opportunity to interact and play with gamers from all parts of the world. This multiplayer component of gaming encourages camaraderie and friendships, frequently resulting in relationships that go beyond the boundaries of the internet.
Problem Solving
Despite what people believe, when you play games online, it requires you to think critically and solve challenging puzzles. Puzzle games test your mind, on the other hand strategic games require your full concentration and planning. These games make muscle memory and actually train your brain to make better, productive decisions in your real life.
Relieve your Stress
While it disconnects you from the world, online games don’t just serve as a distraction. All the excess stress converts into happy chemicals that leaves you feeling happier than you did before. You get to interact with like-minded people but also it’s a breath of fresh air since you also across such a diverse community that open up your mind in different ways.
Educational
Online games can actually be educational, believe it or not. Many video games are made with the intention of educating players things like history, science, arithmetic, and other subjects. Particularly for younger players, they can add interest and interaction to the learning process.
Conclusion
To sum it up, platforms like Jopi provide an unparalleled experience for all its users. It is a testament to the ever changing persona of online gaming. It keeps in touch with the modernization of the gaming world, keeping up with the new updates. It is almost fascinating, how the world of video games changes so frequently. These video games provide access to different worlds where players can engage in fascinating adventures, make new friends, and put their talents to the test in various ways.
The social connections part of online games encourages connections beyond geographic borders, and the obstacles presented by the virtual world encourage cognitive development. These games provide a safe haven for those looking to escape the hurdles of real life and find a stress reliever. Spending some time gaming online freshens up your mind, making you more productive in real life. It gives you a break to check yourself mentally and then jump straight into the real world to fight everyday demons.
GAMEFINITY.ID, Kota Batu – Freemium, sebuah jenis game favorit masyarakat Indonesia. Game yang dapat diunduh secara gratis di berbagai macam platform. Game Freemium juga dapat dimainkan sepuasnya secara gratis untuk selamanya.
Setelah terlibat perdebatan dalam sebuah post Facebook tentang game Freemium yang punya budget lebih dari $100 Juta, membuat admin termotivasi membuat post ini.
Banyak yang mengira bahwa Freemium merupakan sebuah pilihan terbaik bagi yang ingin bermain game namun juga ingin menghemat uang. Namun, benarkah demikian? Dikala rata-rata game dipasarkan dengan label harga untuk mendanai pengembang yang menjualnya, justru game Freemium dipasarkan secara gratis.
Lalu darimanakah pengembangnya dapat bertahan kondisi ekonominya? Apakah game Premium lebih boros karena harus mengeluarkan uang untuk bermain? Yuk, kita bahas lebih lanjut!
Konsep Awal dari Game Freemium
Asal mula dari game freemium adalah pesatnya perkembangan smartphone di akhir dekade 2000-an. Sebuah perusahaan asal Jepang bernama Gree mencoba untuk membuat sebuah game freemium pada platform tersebut. Konsep dari game tersebut adalah “dibuat dengan budget rendah, dipasarkan secara gratis, untuk para pemain dapat mengeluarkan uangnya di dalam game.”.
Bila kalian pernah membaca artikel Konami di Gamefinity, kalian pasti tahu bahwa titik inilah yang menjadi permulaan Konami berubah haluan. Ya, faktornya adalah karena keuntungan yang besar, sistem tersebut dapat dikatakan berhasil.
Setelah dari Jepang, perkembangan game freemium makin pesat. Hingga datanglah suatu game terkenal yang mengubah segalanya. Game tersebut adalah Angry Birds.
Meski saat ini sudah menjadi game premium, pada awalnya game ini merupakan game freemium. Pemain dapat bermain secara gratis, dan dapat membeli item di dalam game dengan membayar. Dan berkat game ini, Rovio dapat menjadi salah satu pengembang terkenal di dunia.
Lalu, sistem freemium ini makin disempurnakan lagi. Kali ini game yang menjadi tolak ukurnya adalah sang legenda, Clash of Clans. Seperti yang kalian tahu, membangun bangunan di CoC memerlukan waktu yang tidak sedikit. Bahkan memakan waktu sampai dua minggu.
Namun, bila kalian cukup mampu, kalian dapat membeli gems di dalamnya. Dengan gems kalian dapat mempercepat waktu upgrade hingga menjadi satu klik daripada dua minggu menunggu. Disinilah konsep freemium disempurnakan, antara kalian grinding berjam-jam atau kalian dapat membeli sebuah currency untuk menghemat waktu. Hingga saat ini konsep ini masih digunakan. Contohnya yang paling jelas, adalah deretan para game gacha, Genshin Impact, Arknight, Blue Archive, PGR, Bang Dream. Atau, game yang memang dikhususkan untuk grinding demi upgrade seperti World of Tanks.
Freemium dalam Konteks Game Kompetitif
Freemium dalam game kompetitif merupakan dua hal yang berbeda. Hal ini dikarenakan fairness merupakan hal penting. Antara pemain yang mengeluarkan uang dan tidak harus dalam kondisi sama dan tidak ada perbedaan. Contohnya yang jelas adalah Mobile Legend, LoL, AoV, Valorant, PUBG Mobile, CoDM, Free Fire, dll.
Untuk game seperti LoL, ML, dan AoV, mereka masih mengusung konsep grinding di dalam game-nya. Grinding ini ditujukan untuk para pemain membuka hero baru agar dapat dimainkan.
Namun, game MOBA seperti mereka juga mempunyai kesamaan dengan PUBGM, CoDM, dan FF. Kesamaan tersebut yaitu menjual kosmetik.
Para developer sengaja menghadirkan berbagai kosmetik baru hampir setiap waktu untuk para pemain agar dapat dibeli. Hal ini membuat sebuah tren sendiri di dalam komunitas pemain, yaitu sang kolektor. Di game AoV yang saya mainkan sendiri, para kolektor mampu mempunyai 300 lebih skin.
Apakah Benar Lebih Murah?
Jawabannya adalah tidak. Secara gamblang dan jelas tidak. Mengapa demikian?
Ketika kalian membeli sebuah game di Steam, contohnya saya yang membeli Assetto Corsa Ultimate Edition seharga hampir Rp. 100.000, saya dapat menikmati game tersebut sepenuhnya tanpa ada gimik pembelian lain di dalamnya.
Sementara itu, para pemain game freemium akan cenderung membeli sesuatu saat ada tambahan item atau karakter di game-nya setiap update. Maka siklus tersebut akan berulang hingga game tersebut tutup atau tidak ada tambahan update lagi.
“Kalau pemain yang main tanpa uang berarti nggak rugi kan bang?”, jawabannya salah lagi. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, konsep grinding adalah membuat pemain bermain game tersebut secara konstan dalam waktu yang lama. Artinya kalian menghabiskan waktu kalian di game tersebut untuk mendapatkan item atau karakter yang diinginkan. Hal ini tidak akan terjadi dalam game premium karena pemain akan mendapatkan satu game penuh untuk dimainkan.
Lalu bagaimana dengan game berbayar yang juga terdapat pembelian lain di dalamnya? Contohnya adalah Rainbow Six Siege dan game kompetitif berbayar lainnya. Beberapa game tersebut merupakan sebuah pengecualian. Alasan klasiknya adalah biaya dasar pembelian game tersebut tidak cukup menguntungkan. Namun, alasan paling masuk akalnya adalah para developer yang memanfaatkan game berbayarnya yang online-based untuk dijadikan ajang pamer dengan item dan kosmetik di dalamnya.
Waktu untuk Grinding dan Bermain Punya Perbedaan
Ketika ada yang berpikir, “kan main game sama aja buang waktu, grinding kok dipermasalahkan?” Masalahnya bukan ada di buang waktunya, tapi ada di waktu itu sendiri.
Ketika grinding game freemium pemain cenderung melakukannya setiap hari. Hal ini tambah dengan bonus login harian yang mendukung. Kegiatan ini terus dilakukan tanpa tahu batasnya.
Sementara waktu gameplay merupakan hal berbeda. Contohnya saat admin menamatkan Far Cry 3 dulu, admin butuh waktu total sekitar 24 jam. Dan hal tersebut tidak dilakukan secara non-stop dan tidak setiap hari. Sehingga admin bisa bermain semaunya.
Penutup
Kesimpulan yang dapat ditarik dari sini adalah kenyataan bahwa yang gratis tidak selalu lebih hemat. Terkadang hal tersebut yang membuat para pemain terjebak dalam rayuan gacha dan item lainnya. Kehilangan waktu yang dipakai untuk grinding pun juga merupakan sebuah hal yang mahal.
Bila kalian ingin berhemat carilah game freemium yang memang sejatinya tidak memancing kalian untuk mengeluarkan uang lagi, contohnya adalah Find Love or Die Trying di Steam yang sudah pernah di-review.
Cara kedua adalah menunggu sale dari game premium. Terkadang game kelas AAA lawas hanya dihargai kurang dari Rp. 50.000 saat diskon. Dengan pengeluaran sesedikit itu, kalian sudah dapat bermain full game tanpa harus grinding berjam-jam.
Cara ketiga adalah memasang Epic Game Store dan menunggu game gratisan dari platform tersebut. Gratis dan legal, sebuah kenikmatan tiada tara.
Namun, tidak dapat dipungkiri, bahwa bagi yang tidak mempunyai modal sama sekali, game Freemium merupakan jalan terbaik bagi seseorang untuk menikmati game. Dan yang lebih penting, bermain game Freemium lebih baik dari bermain game bajakan.
GAMEFINITY.ID, Kota Batu – Zombie, merupakan sebuah makhluk fiktif yang seringkali dijadikan sebuah tema industri hiburan. Digambarkan menjadi sebuah makhluk mati yang terinfeksi oleh sebuah virus sehingga terkesan hidup di bawah kontrol. Tema zombie sendiri seringkali dikaitkan dengan genre horror survival dalam sebuah film. Namun, keterkaitan zombie dengan genre tersebut dapat berubah dengan satu media lain, yaitu game.
Zombie dalam dunia game sendiri pernah mengalami masa keemasannya di tahun 2000-an. Apa yang membedakan zombie dalam sebuah game dan di dalam sebuah film adalah kebebasan para pemain untuk membasmi mereka. Dengan permainan tersebut, terbukti bahwa para pengembang mampu menjadikan gamezombie menjadi lebih interaktif dan terkadang satisfying untuk dimainkan.
Sejarah Awal Game Bertema Zombie
Tercatat dimulainya penggunaan zombie pada sebuah game di tahun 1980-an. Salah satu yang paling awal adalah game“Entombed” yang rilis pada 1982 yang terkenal akan pemrograman di dalamnya yang rumit. Namun, visual di game ini masih terkesan sederhana karena masih dimainkan pada platform Atari 2600.
Tema zombie mulai mendapatkan tempatnya di tahun 1990-an. Tercatat berbagai game seperti Doom dan gamearcade House of the Dead mampu memberikan visual zombie yang lebih detil dalam sebuah game. Namun, kedua game tersebut masih belum sepenuhnya mengangkat tema zombie menjadi sebuah tema utama.
Barulah pada 1996, Resident Evil memulai debutnya dalam menghadirkan game dengan tema utama zombie yang terkenal di pasaran. Penggambaran zombie pada game Resident Evil terkesan solid dan patut diliat sebagai sosok zombie sepenuhnya.
Dengan mekanisme kamera dan movement yang tepat, serial Resident Evil mampu menjadi sebuah tonggak yang pas dalam perkembangan zombie di dunia game yang nantinya akan menjadi semakin luas di tahun 2000-an.
Masa Keemasan Zombie di Abad ke-21
Memasuki tahun 2000, waktu ketika PlayStation 2 rilis dengan berbagai judul di dalamnya tak terkecuali berbagai game bertema zombie. Bila berbicara tentang zombie dan PS2, tentu saja kita tidak dapat melewatkan salah satu game terbaik, yaitu Resident Evil 4.
Di awal tahun 2000-an banyak game bertema zombie yang dirilis, namun yang paling mencolok adalah Resident Evil 4 yang rilis pada 2005. Game ini dapat memberi sebuah game bertema zombiefeels seperti yang kita kenal saat ini. Horror survival dengan mekanisme memuaskan ketika kita membasmi para zombie.
Berlanjut ke tahun 2006, gamezombie lainnya yaitu Dead Rising rilis. Berbeda dengan Resident Evil, Dead Rising lebih berfokus pada pengalaman menyenangkan para pemain untuk membunuh para zombie dengan berbagai senjata. Dead Rising merupakan sebuah contoh konkrit dalam permainan zombie yang malah menyenangkan dan tidak terasa horror di saat permainannya.
Dari kedua game di atas, pengembangan gamezombie kedepannya telah terfokus pada satu hal. Fokus tersebut ialah bagaimana para pemain dapat bermain game horror dimana para pemain dapat merasa puas dalam membunuh dan terkesan menyenangkan.
Game seperti Call of Duty Zombies dan Left 4 Dead merupakan puncak dari konsep yang diusung tersebut. Kedua game tersebut punya hype yang tinggi dengan style masing-masing yang khas.
Call of Duty Zombies mempunyai kelebihan dalam progression di dalamnya. Contohnya pada Nacht der Untoten, semakin jauh pemain melangkah ke dalam level, mereka akan menemukan variasi senjata yang lebih bermacam-macam. Selain itu adanya wall barrier membuat para pemain harus berpikir kembali untuk mengelola keuangan mereka. Hal ini didukung oleh zombie dan lingkungan yang terkesan gelap dan agresif serta wonder weapon yang menjadi incaran para pemain.
Left 4 Dead dan Left 4 Dead 2 mengusung konsep yang lumayan berbeda. Kedua game tersebut memiliki cerita dan level progression yang berbeda. Memiliki atmosfer yang lebih fun ketimbang CoD Zombies. L4D2 juga lebih menekankan mode co-op milik mereka yang terkenal dengan didukung oleh AI zombie yang dikenal salah satu yang terbaik. Selain agresif, para zombie juga terkesan mencoba untuk memisahkan 4 pemain yang bekerja sama, membuat pengalaman bermain menjadi lebih menantang.
Seperti yang disebutkan di awal, pengembangan game bertema zombie tidak hanya melulu tentang game FPS atau TPS horror. Pada tahun 2009, CapCom merilis game bertema zombie dengan konsep berbeda, yaitu Plant vs Zombie.
Ketika biasanya gamezombie mempunyai unsur blood and gory shooter yang tidak ramah untuk anak, berbeda dengan PvZ. PvZ lebih mengusung tema zombie yang dapat dimainkan oleh anak dengan konsep tanaman super dengan zombie. Ide revolusioner ini membuat PvZ menjadi salah satu seri game terkenal hingga saat ini.
Apa yang Membuatnya Terkenal di tahun 2000-an?
Salah satu rahasianya adalah bagaimana pemain dapat dengan bebas membunuh para zombie ketika berada di dalam game. Tentu saja hal ini menjadi sebuah motivasi sejak ketika kita menonton film beradegan zombie, para penontonnya jarang diberi plot sebagai makhluk pembasmi zombie.
Bila kita telaah kembali, konsep ini terkesan mirip seperti konsep Doom dimana pemain menjadi superhuman yang membasmi mekhluk jahat, hanya berbeda pada objek yang dibasmi. Kadang-kadang, kebutuhan para gamer masih tetap sama.
Unsur lainnya adalah konsep co-op gameplay. Bukan rahasia lagi bahwa co-op gameplay merupakan satu unsur penting di kala itu. Game seperti CoD Zombie dan L4D2 yang mengusung konsep tersebut mengalami kesuksesan yang besar. Memang pada saat itu merupakan masa awal dari berkembang pesatnya gameonline.
Perkembangannya di Dekade Selanjutnya
Era 2010-an memiliki arah gamezombie yang berbeda, rata-rata mengusung konsep RTS yang dibarengi dengan story yang kental seperti The Walking Dead, The Last of Us, Dying Light, dan Days Gone.
Beberapa game ada yang menggabungkan unsur stealth dan zombie pada gameplay-nya. Contohnya adalah State of Decay dan The Evil Within yang berhasil memadukan gameplay stealth, zombie, dan unsur survival di dalamnya.
Game yang mengusung konsep co-op multiplayer mulai berkurang, hanya Call of Duty yang masih menjaga tradisinya dan rilis hampir setiap tahun. L4D2 masih menjadi tonggak utama Valve dalam gamezombie milik mereka. Namun, Turtlerock Studio merilis Back4Blood untuk melanjutkan L4D2 yang terhambat pengembangan game Valve yang mentok di angka 2.
GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – Game MOBA Seluler besutan Riot Games, League of Legends Wild Rift, mendapatkan bom review negatif di Google Playstore region Indonesia. Bom review ini diduga diberikan oleh para oknum yang tidak terima dengan tuntutan Riot atas Moonton perihal aksi Plagiarisme.
Sebelumnya, pada Selasa pagi waktu Indonesia, laman website Polygon mengunggah kabar tuntutan Riot terhadap Moonton. Tuntutan ini didasarkan atas adanya kemiripan konten-konten game Mobile Legends: Bang Bang, yang dianggap sebagai salinan langsung dari game League of Legends milik Riot Games.
Tak berselang lama, berita tuntutan ini pun menjadi berita trending di Indonesia setelah dibagikan oleh halaman Facebook Kurohiko Channel. Yang kemudian memicu kemarahan dari para oknum, yang tidak terima dengan tuntutan tersebut. Mereka bahkan menganggap bahwa tuntutan ini hanyalah aksi “Jegal-menjegal” atas kesuksesan Moonton dengan game Mobile Legends: Bang Bang mereka. Kemarahan ini kemudian dilampiaskan dengan aksi bom review bintang satu, terhadap game League of Legends Wild Rift.
Sejak hari Selasa, bom review negatif terus berdatangan. Bahkan aksi kemarahan dari para oknum ini pun masih berlanjut, hingga hari kedua paska perilisan surat tuntutan.
Setelah sempat menyentuh rating 3,2 pada Rabu siang kemarin (11/5), rating game tersebut terus anjlok hingga menyentuh angka 2,8 pada sore harinya. Dan ini bukanlah puncak terendah dari bom rating, yang mana penurunan angka ini terus berlanjut, hingga menyentuh angka 2,4 pada malam harinya.
Rating akibat bom review pada Rabu siang
Rating akibat bom review pada Rabu malam
Peningkatan review positif pada Kamis pagi
Meski sempat menyentuh angka terendahnya, rating Game League of Legends Wild Rift pada Kamis pagi tercatat telah naik 0,1 poin ke angka 2,5.
Tuntutan Riot Games (LoL Wild Rift) Atas Moonton
Setelah rilisnya kabar penuntutan oleh Riot Games, banyak oknum yang berspekulasi bahwa Riot ingin game Mobile Legends: Bang Bang ditutup. Padahal, dalam berkas tuntutan yang diajukan Riot ke pengadilan, developer asal Amerika Serikat itu hanya menginginkan keadilan atas semua kerugian yang diakibatkan oleh Moonton, yang dianggap telah mencuri Properti Intelektual (IP) mereka, dan memasarkannya secara terang-terangan.
Adapun untuk hukumannya, Riot Games telah memasrahkan semua putusan kepada Majelis Hakim, jika tuntutan ini nanti diterima oleh Hakim Pengadilan Federal Amerika Serikat.
Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di https://gamefinity.id/
4 Maret 2022, Jakarta – Memasuki 2022, perkembangan industri esports tampaknya masih belum akan berhenti. Melihat perkembangan dan peluang besar untuk berkarir di industri esports, UniPin Community (UNITY) kembali menyelenggarakan webinar pada Februari kemarin dengan tajuk “Meniti Karier Dalam Industri Esports”. Webinar UNITY yang dilakukan secara daring melalui telekonferensi Zoom pada Selasa (22/2) ini membahas berbagai peluang karier di industri esports.
UNITY mengundang tiga orang narasumber untuk membagikan pengalaman mereka dalam berkarier, khususnya kaitannya dengan industri esports. Berbagai permasalahan seperti tantangan-tantangan harus dihadapi, dan jalan keluar yang mereka temukan hingga akhirnya sukses berkarier di industri esports juga dibahas secara lengkap dalam webinar ini.
Kevin Reinaldy, Business Development & Partnership Manager Wall Street English Indonesia dalam paparannya menyebutkan lima peluang karier paling populer di industri esports. “Berdasarkan data dari Forbes, kalau di esports, yang paling populer adalah menjadi game developer, desainer, animator, content writer, dan streamer. Kalau dari yang saya lihat juga, karier di dunia esports itu lebih besar daripada the regular company-nya itu sendiri.”
Mengamini paparan Kevin, Tasia Eda Lestari, Analyst & Manager dari Bigetron Era mengatakan peluang karir pada industri esports lebih dari apa yang dilihat orang seperti pro player atau streamer. Di balik itu semua, ada pula manajer tim, legal, social media manager, juga tim finance yang mengatur keuangan dalam tim esports. Dalam pekerjaan-pekerjaan itu, komunikasi menjadi hal yang penting dan harus selalu diutamakan.
“Bekerja sebagai analis ataupun pro player, komunikasi tetaplah menjadi hal penting karena kita harus handle banyak hal penting sehingga komunikasi menjadi krusial untuk kerjasama dalam tim ”. Dalam setiap pekerjaan, pasti selalu ada tantangan, tak terkecuali pekerjaan di industri esports. Abigail Clarissa Liana, host dan esports shoutcaster merangkum tantangan dasar dalam bekerja yaitu Skill, Consistency, Attitude, Commitment, Mental (SCACM). Menghadapi tantangan itu, mengenali potensi maksimal dalam diri adalah hal yang penting.
“Tapi yang terpenting, mau bekerja di manapun kita harus mengenali diri kita dahulu. Kenali potensi terbesar kita ada di mana.”
Tantangan lainnya saat merencanakan karier di industri esports adalah persetujuan dari orang tua, terutama jika karier yang dituju adalah menjadi pro player atau streamer. Menurut Tasia dan Abigail yang sudah berpengalaman dalam industri esports, cara terbaik dalam membujuk orang tua adalah denganmemberikan pembuktian secara langsung dengan prestasi.
“Untuk dapat restu orang tua, kita enggak boleh setengah-setengah. Latihan yang rajin biar juara, karena kalau udah juara, orang tua juga pasti berpikir dan akan mengizinkan juga,” terang Tasia.
Setiap bulannya, UNITY secara aktif menyediakan wadah edukasi terkait industri esports guna mendukung pertumbuhan esports yang positif di Indonesia. Seluruh webinar UNITY yang terselenggara rutin setiap bulannya dapat disaksikan kembali di kanal YouTube UniPin – UniPin Gaming. Informasi lebih lanjut terkait kegiatan UNITY, UniPin Academy dan webinar-webinar lainnya dapat diakses melalui akun instagram resmi UniPin Community @unipincommunity.
GAMEFINITY.ID, KOTA BATU – Rivalitas klasik antara game FPS yang mengusung tema perang dunia kedua pada saat awal mereka rilis, hingga menjadi dua brand game FPS yang sama-sama populernya saat ini. Battlefield dan Call of Duty adalah kedua game tersebut. Game besutan EA dan Activision ini telah lama memiliki rivalitas yang panas baik dalam segi perkembangan game, maupun rivalitas antar fans masing-masing. Tahun ini kita kedatangan game baru dari kedua game ini, Battlefield 2042 dan Call of Duty Vanguard. Dua game ini akan mengusung tema yang berbeda, BF2042 akan mengusung tema peperangan futuristik, sementara CoDV akan kembali mengusung tema orisinilnya, perang dunia kedua. Mari kali ini kita akan membahas game mana yang lebih layak dibeli pada tahun ini.
Battlefield 2042
TrailerBattlefield 2042 terbilang cukup mengesankan. Semua detail dan grafis pada game ini dipaparkan nyata dalam trailer tersebut. Ya, sebagai ciri-ciri dari seri Battlefield mulai dari BF3, seri game ini mempunyai kualitas grafis yang sangat indah berkat Frostbite Engine yang digunakan. Mode multiplayer pada game ini juga lebih masif dibandingkan dengan pesaingnya.
GameplayTrailer yang dirilis menurut admin memenuhi berbagai kriteria yang ada untuk sebuah game Battlefield. Area yang besar, banyak obyek yang dapat dihancurkan, serta mode multiplayer yang masif, membuat sebuah harga beli untuk game BF ini.
Kelemahan dari seri BF sendiri merupakan story mode yang disuguhkan. Bila dibandingkan dengan story mode game CoD yang memiliki banyak ikon legendaris seperti Cpt. Price dan Ghost serta ceritanya yang dalam, story mode di game BF bukanlah tandingannya. Namun, seperti yang dikatakan tadi, BF menjual sisi multiplayer miliknya. Di dalam BF pemain dapat merasakan bagaimana rasanya menghancurkan sebuah gedung seutuhnya. Hal ini tidak dapat dilakukan pemain ketika bermain CoD.
Call of Duty Vanguard
Oke, untuk CoDV sendiri telah merilis trailergameplay yang mempertontonkan sebuah misi di story mode yang berlatar belakang Stalingrad. Latar ini juga memiliki kesamaan dengan tema soviet campaign yang ada pada Call of Duty World at War. Grafis yang ada di game ini juga terkesan seperti biasa saja, tidak ada yang spesial sama sekali. Hampir seluruh elemen yang ada pada game ini juga terkesan monoton khas bergaya campaign dari serial CoD.
Yang admin dapat dari trailer ini adalah para pemain akan bermain sebagai seorang tokoh perempuan. Juga ada penempatan batu bata yang terkesan dibuat-buat. Ya, fitur seperti parkour ini terlihat seperti memaksa gaya game Assassin’s Creed.
Admin sendiri sebagai seorang fans serial CoD merasa kecewa dengan “belum matangnya” game yang akan rilis ini. Dengan grafis yang terkesan pas-pasan bila dibanding rivalnya, admin berharap bahwa story yang diberikan akan lebih baik dan mengangkat nilai game ini. Karena CoD tanpa ciri khas story yang kental hanyalah sebuah game “nanggung”.
Kesimpulan
Tahun ini serial BF2042 akan menjual mode multiplayer yang menjadi sebuah trademark dan ciri khas dari seri game ini. Dengan grafis yang memukau dan detail yang tidak main-main mengangkat nilai game ini. Sementara CoDV niatnya akan menjual story yang lebih kental dan dalam. Hal ini harusnya terjadi karena multiplayer yang ada di seri CoD tidak dapat disandingkan dengan seri BF.
Admin sendiri lebih condong ke Battlefield 2042 untuk tahun ini meskipun saya seorang fans CoD dari zaman CoD Modern Warfare. Hal ini dikarenakan BF2042 memiliki trailer dan bukti gameplay yang lebih menjanjikan daripada CoDV. Namun, pendapat admin mungkin dapat berubah saat perilisan kedua game ini nanti.
Tapi kalau ada promo sih ya gass beli aja, ngapain ragu-ragu ye kan.