GAMEFINITY.ID, Kabupaten Malang – Gigabyte akan menjadi perusahaan pertama yang sekiranya mengkonfirmasi jajaran GPU kelas high-end. Mereka beberapa waktu yang lalu baru saja mengajukan beberapa rangkaian produk baru mereka kepada kantor regulasi Eurasian Economic Comission. Beberapa GPU tersebut di antaranya adalah GeForce RTX 4070 Ti dari Nvidia dan Radeon RX 7900 XTX/XT yang menghadirkan AMD Navi 31 RDNA3 processor.
Meskipun telah mengajukan beberapa produk baru mereka, hal ini tidak berarti bahwa seluruhnya akan terjual di pasaran. Umumnya, hanya sekitar 80% dari total SKU (stock Keeping Unit) yang akan terjual di pasar bebas dengan beberapa proyek model lainnya dibatalkan. Namun, dibalik itu semua, hal ini dapat memberikan kita informasi terkait apa saja GPU yang akan Gigabyte kambangkan dan tidak adanya rencana terkait Radeon 7900 Master.
Kita mulai dari RX 7900 series. Gigabyte mengajukan RX 7900 XTX dan RX 7900 XT yang keduanya akan dirilis secara bersamaan di tanggal 13 Desember. Daftar dari gabungan kedua SKU hampir sama panjangnya dengan SKU dari RTX 4070 Ti.
Dengan daftar SKU dari kedua seri GPU tersebut, pelanggan nantinya hanya akan mendapat seri AORUS Elite/Gaming GPU dan absennya seri AORUS premium yang menghadirkan Radeon RX 7900.
Namun yang pasti, konfirmasi kehadiran Radeon RX 7900 menjadikan GIGABYTE sebagai yang pertama untuk meluncurkan GPU tersebut.
Rangkaian GPU Radeon RX 7900 yang dirilis GIGABYTE:
– GIGABYTE Radeon RX 7900 XTX AORUS ELITE
– GIGABYTE Radeon RX 7900 XTX GAMING OC
– GIGABYTE Radeon RX 7900 XTX GAMING
– GIGABYTE Radeon RX 7900 XTX Reference
– GIGABYTE Radeon RX 7900 XT GAMING OC
– GIGABYTE Radeon RX 7900 XT GAMING
– GIGABYTE Radeon RX 7900 XT Reference
Sementara itu, untuk GeForce RTX 4070 Ti. Pada akhirnya kita semua mendapatkan konfirmasi tentang kehadiran RTX 4070 Ti. GPU ini memang telah dikabarkan keluar dalam beberapa waktu mendatang, bahkan terdapat sebagian orang yang sudah mengetahui spesifikasinya. RTX 4070 Ti adalah hasil rebranding dari GeForce RTX 4080 12GB yang tiba-tiba batal diluncurkan oleh Nvidia beberapa bulan yang lalu.
Nvidia akan mencoba untuk meluncurkan ulang GPU yang sama dengan nama yang lebih cocok dan harga yang diharapkan lebih baik. Rumor yang beredar mengatakan bahwa RTX 4070 Ti akan hadir pada awal tahun depan.
GAMEFINITY.ID, Kabupaten Malang – Pasar GPU tahun ini sedang tidak dalam keadaan yang terlalu baik. Hal ini dikarenakan penjualan dan pengiriman integrated dan discrete GPU telah turun hingga titik terendah semenjak sepuluh tahun terakhir pada kuartal ketiga tahun ini.
Dalam laporan dari Tom’s Hardware, mereka menuliskan bahwa hal ini terjadi akibat para PC OEM yang mengurangi permintaan suplai GPU serta para gamers yang masih menunggu GPU generasi selanjutnya yang lebih powerful dari yang saat ini berada di pasaran.
Di bidang lain, para cryptominers yang selalu memborong GPU untuk keperluan mereka saat ini juga mulai berhenti membeli GPU baru. Berhenti serentak tersebut terjadi akibat perubahan signifikan Ethereum, menjadikan penjualan GPU untuk desktop menurun drastis.
Para perakit PC biasanya membeli hardware secara terpisah, merakitnya, dan menjualnya dalam persiapan musim liburan dan natal nantinya ketika penjualan mereka dapat meningkat. Namun, tingkat pembelian PC juga menurun saat ini. Selain para perakit PC, hal ini juga berdampak pada para pabrikan hardware yang menurunkan jumlah stok dalam penjualannya.
Berbagai hal tersebut telah menjadikan pasar penjualan GPU turun ke 75,5 juta unit pada kuartal ketiga tahun 2022, turun 10,5% dari kuartal sebelumnya, serta turun 25,1% dari penjualan tahun-tahun sebelumnya.
Terlebih lagi, pengiriman GPU untuk notebook juga turun sekitar 15.43% dan penjualannya turun hingga 30%, titik terendah sejak resesi yang terjadi di tahun 2009.
Saat ini, Intel masih menjadi penguasa produksi CPU dan juga penyuplai terbesar GPU. Intel telah mengembangkan dominasinya dalam suplai GPU dengan penguasaan 72% dari pasar GPU pada kuartal ketiga tahun ini dengan meningkatnya penjualan GPU mereka sebesar 4,7%.
Sementara itu, saham Nvidia dan AMD sama-sama turun. Nvidia kehilangan 19,7% penjualannya dan sahamnya turun sekitar 16%. Sementara AMD kehilangan 12% sahamnya dengan pengiriman GPU yang turun hingga 47,6%.
Jon Peddie, presiden dari Jon Peddie Research yang melakukan penelitian akan turunnya penjualan GPU ini menambahkan beberapa pernyataan. “Seluruh perusahaan memberikan alasan yang hampir sama terkait hal ini, mulai dari penutupan crypto mining, aturan zero-tolerance China, sanksi dari AS, situasi pelanggan dalam memberi run-up semenjak pandemi COVID, dan pengaruh AIB GPU. Kemungkinan pasar GPU masih menurun di kuartal 4 nanti, namun ASP akan naik, suplai terpantau aman, dan setiap orang akan punya liburan yang menyenangkan.
Bagaimana menurut kalian? Tertarik untuk mendapatkan informasi tentang gaming gears? Jangan lupa selalu kunjungi GAMEFINITY untuk update berita seputar game. Buat kalian yang bingung top up game dimana kalian bisa langsung klik Gamefinity.id
GAMEFINITY.ID, Malang – Cloud Gaming, mungkin bagi sebagian orang, kata-kata tersebut masih asing dalam pikiran mereka. Baru-baru ini ada salah satu layanan cloud gaming yang akan ditutup pada tahun depan, yaitu Google Stadia.
Dengan banyaknya tanggapan di post Google Stadia yang bertanya “Cloud gaming apa sih min?”, atau “Belum pernah denger min” maka kali ini kita akan membahas tentang apa itu cloud gaming.
Pengertian dari Cloud Gaming
Cloud gaming merupakan sebuah platform di mana pemainnya dapat memainkan sebuah game yang aset di dalamnya diambil dari sebuah cloud server. Hal ini berbeda dengan game biasanya yang menyimpan asetnya di dalam storage laptop.
Dalam cloud gaming sendiri pemain dapat memainkan game-nya dimanapun dan kapanpun tanpa perlu mengunduh game itu sendiri. Namun, karena aset dari game tersebut berada di server, maka pemain wajib memiliki jaringan yang bagus dan stabil untuk dapat memainkannya dengan lancar.
Contohnya, bila kalian pernah melihat orang bermain GTA V di Android, mereka biasanya menggunakan layanan cloud gaming. Para pemain tersebut dapat bermain GTA V di Android karena mereka menggunakan aset yang ada di cloud bukan di storage HP mereka.
Selain Google Stadia, contoh layanan cloud gaming lainnya adalah xCloud milik Xbox, GeForce Now milik Nvidia, PlayStation Now milik Sony, dan Amazon Luna. Ada juga beberapa layanan yang bukan berasal dari pengembang besar seperti Shadow, Vortex, dan Boosteroid.
Cloud gaming diawali oleh sebuah startup bernama G-cluster yang mulai memperkenalkan diri mereka pada acara E3 tahun 2000. Produk mereka akhirnya jadi dan dapat digunakan pada tahun 2003.
Mereka menawarkan layanan cloud gaming yang saat itu masih berbeda dengan yang saat ini kita gunakan. G-cluster masih membutuhkan berbagai alat perantara agar pemakainya dapat memainkan game di server mereka.
Pada tahun 2010, G-cluster merubah sistem dari layanan mereka menjadi lebih simpel dengan mengirim aset game dari cloud ke para pemain. Namun perubahan ini juga menandai perubahan haluan G-cluster dari layanan online gaming menjadi Internet Protocol Television.
Nantinya pada tahun 2009 dan 2010 terdapat dua penyedia layanan cloud gaming yaitu OnLive dan Gaikai. Kedua layanan tersebut memiliki dua haluan yang berbeda yang sekarang sama-sama digunakan konsepnya dalam layanan cloud gaming.
OnLive sendiri menyediakan layanan bermain game secara penuh via cloud gaming di tahun 2009. Mereka juga mendapat dukungan dari beberapa pengembang besar seperti Ubisoft dan 2K Games. Meski begitu, mereka mengalami masa sulit karena dukungan pengembang yang berkurang akibat layanan mereka yang menggunakan sistem subscription.
Sebaliknya, Gaikai adalah sebuah layanan cloud gaming yang rilis pada tahun 2010. Berbeda dengan OnLive, Gaikai sendiri lebih memasarkan produk mereka sebagai alat promosi game dengan merilis demo di layanan mereka. Nasib mereka pun juga berbeda terbalik, bisnis mereka sukses besar dan nantinya akan dibeli Sony bersamaan dengan OnLive sebagai cikal bakal PlayStation Now yang rilis di tahun 2014.
Setelah era tersebut munculah berbagai layanan cloud gaming seperti yang kita ketahui saat ini. Mulai dari Nvidia Now yang rilis di tahun 2014, Nintendo 3DS yang membawa Dragon Quest X dalam layanan cloud gaming di tahun 2014, masuknya startup ke pasar cloud gaming dengan produk Shadow di tahun 2017, dan akhirnya Google Stadia yang baru dirilis 2019 lalu.
Kelebihan dan Kelemahan
Tentu saja setiap hal memiliki klelebihan dan kelemahan masing-masing.
Cloud gaming sendiri memiliki kelebihan yaitu tidak memakan storage yang terlalu besar. Selain itu dengan cloud gaming minimal spesifikasi perangkat dapat diturunkan karena cloud gaming sendiri lebih bergantung pada kualitas internet daripada spesifikasi.
Untuk kelemahannya yang jelas adalah kalian harus memiliki koneksi internet yang stabil dan cukup kencang. Tanpa hal tersebut kalian dapat merasakan lag atau input delay saat bermain. Lalu, cloud gaming sendiri juga dipengaruhi oleh latency sehingga kalian harus cermat memilih server mana yang punya latency terendah untuk pengalaman main kalian.
Dan ada yang perlu diingat, bahwa cloud gaming membutuhkan data atau kuota yang besar sehingga tidak cocok bagi pengguna kuota atau wifi yang masih dibatasi FUP.
GAMEFINITY.ID, Kota Batu – Just Cause 2 merupakan sebuah sekuel dari serial game yang memiliki konsep open world. Banyak orang membandingkan game Just Cause dengan seri Grand Theft Auto. Namun, perbandingan tersebut tidak setara karena Just Cause lebih mengusung gameplay yang menghibur dan tidak terkesan realistis.
Just Cause pertama kali diluncurkan pada tahun 2006 oleh Avalanche Game sebagai pengembang. Game pertama tersebut menerima tanggapan yang kurang baik dari para pemainnya.
Beberapa tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 2010, Avalanche Game merilis sekuel Just Cause terbarunya, yaitu Just Cause 2. Kali ini, Just Cause 2 dipasarkan oleh Square Enix.
Berbeda dengan game pertamanya, Just Cause 2 mendapat banyak pujian terkait dengan kualitas grafis yang ditawarkan. Menggunakan Havok Engine dan Avalanche Engine 2.0 membuat game ini memiliki grafis yang berkualitas.
Yuk, langsung saja ke pembahasannya!
Tampilan Interface Just Cause 2
Ketika awal memasuki permainan, kita akan disuguhi oleh berbagai logo yang membangun game ini. Mulai dari Havox Engine, Nvidia PhysX, hingga penerbitnya yaitu Square Enix dan pengembangnya Avalanche Studio.
Memasuki main menu tampak tampilan dari menu tersebut terkesan rapi dan bergaya khas game AAA. Tampilan tersebut memudahkan para pemain untuk mengatur segala hal sebelum permainan dimulai.
Suara yang dihasilkan saat transisi pilihan juga terkesan enak didengar dan cocok dengan tema yang ada pada main menu.
Dalam permainan punya cerita yang berbeda. Tampilan data sang tokoh Rico terkesan lengkap namun kelihatannya terlalu kecil bahkan untuk layar sebesar 14 inci. Interface pada PDA juga terkesan ribet karena harus bergabung dengan peta dunia yang sangat luas.
Admin Rating: 7/10 (Tampilan menu bagus, namun masih kurang optimasi saat dalam permainan)
Story dalam Just Cause 2
Ya, game ini memiliki sebuah cerita. Seorang agen organisasi rahasia bernama Rico Rodriguez dikirimkan oleh organisasinya untuk mengevakuasi seseorang dari pulau negara tropis bernama Panau. Negara Panau ini saat itu sedang mengalami masa-masa coup d’état atau biasa disebut kudeta oleh pihak militer.
Rico disini ditugaskan untuk menyelamatkan orang tersebut, mendapatkan informasi, dan menghancurkan rezim militer yang berkuasa. Uniknya, untuk melanjutkan cerita lebih jauh, para pemain diwajibkan untuk menyebabkan chaos dengan mensabotase camp militer. Setelah itu barulah terdapat misi yang dapat melanjutkan cerita di Just Cause 2.
Meski begitu, ketika bermain game ini, terkadang pemain akan lupa bila ada cerita tentang latar belakang Rico di game ini. Hal ini disebabkan oleh sistem eksplorasi unik yang terlalu mendominasi permainan ini. Selain itu, perkembangan cerita juga dapat terbilang lambat dan dibarengi dengan cutscene yang sama sekali tidak membuat tertarik.
Admin Rating: 5/10 (Saking membosankannya untuk mengikuti cerita, lebih asik melakukan eksplorasi)
Seperti yang dikatakan sebelumnya, sisi eksplorasi di game inilah yang membuat nama Just Cause dikenal. Para pemain akan diberikan map kosong di awal permainan dan ditugaskan untuk berkunjung ke beberapa tempat untuk memperlihatkan nama tempat tersebut.
Selain itu, sistem travel di game ini juga dapat dikatakan membuatnya seru. Mulai dari grappling hook, parasut, hingga ratusan jenis kendaraan yang dapat dikendarai.
Kepulauan Panau menjadi latar dari game ini. Kepulauan ini memiliki beberapa iklim berbeda, seperti pegunungan salju di tengah, hutang tropis di pinggiran, dan gurun pasir di sebuah pulau yang terletak pada barat daya.
Berbicara dengan map dan tempat eksplorasi, game ini menawarkan map berukuran lebih dari 1.000 kilometer persegi. Sebagai perbandingan, game GTA IV yang rilis di generasi yang sama hanya memiliki map seluas 16 kilometer persegi. Angka tersebut juga tidak dapat dibandingkan dengan map GTA: SA yang hanya punya luas 38,2 kilometer persegi. Namun tenang, dengan map yang luas game ini sudah punya sistem quick travel ke destinasi yang sudah dieksplorasi sebelumnya.
Dengan sisi eksplorasi yang menojol, sisi lainnya banyak yang masih dirasa kurang. Meskipun termasuk game action shooter, Just Cause 2 memiliki varian senjata yang sedikit. Ditambah lagi feels menembak yang agak kacau khususnya pada senjata SMG dan Revolver.
NPC juga menjadi masalah tersendiri. Pasalnya, NPC di game ini terkesan hanya diprogram untuk berjalan dan berlari. Bahkan, polisi dan tentara di game ini hanya punya kelebihan menembak senjata dengan sistem AI yang sama. Sementara pasukan elit sama seperti polisi namun dengan health yang lebih tebal.
Admin Rating: 8/10 (Sistem eksplorasinya patut diapresiasi, namun masalah AI dan gameplay lainnya masih kurang)
Grafis
Dapat dikatakan grafis game ini memukau untuk tahun 2010. Shader dapat di-render dengan baik, detail kecil seperti fisik pohon dan ledakan juga diperhatikan oleh sang pengembang. Tekstur dari game ini juga terkesan jelas meskipun dilihat dari jauh.
Dan yang paling penting adalah, optimalisasi dari game ini sudah di luar nalar. Dengan grafis yang memukau dan tingkat render lingkungan yang jauh, game ini mampu berjalan di perangkat low-end sekalipun dengan sangat baik. Hanya saja yang kurang adalah kendaraannya yang sekalinya pergi dari pandangan biasanya langsung hilang.
Admin Rating: 10/10 (Kelebihan grafis di game ini mampu menutupi kekurangannya di hal lain)
Audio
Musik terdengar bagus dan cocok untuk berbagai situasi. Suara lingkungan dan alam sudah dapat dikatakan pas. Namun, yang perlu diperhatikan adalah suara karakter.
Selain sang tokoh utama, Rico, seluruh suara dalam karakter ini terkesan garing dan tanpa penjiwaan. Khususnya bagi karakter dengan bahasa inggris aksen melayu. Suara mereka seperti datar dan tanpa penjiwaan sama sekali. Satu lagi, suara kendaraan di game ini monoton parah. Meski beragam, jarang kendaraan yang punya suara unik dalam game ini.
Admin Rating: 6/10 (Salah satu kelemahan dari Just Cause 2 adalah di aspek ini)
Berbicara tentang replayability, game ini dapat dibilang hanya worth untuk ditamatkan sekali. Akan tetapi, bila sebuah progress permainan belum 100%, maka game ini sepertinya masih layak dimainkan mengingat adanya Steam achievement di game ini.
Admin Rating: 6/10
Worthiness
Just Cause 2 merupakan sebuah game berbayar di Steam. Base price game ini berkisar di harga Rp. 107.299,00. Harga tersebut termasuk mahal untuk game berusia 12 tahun.
Namun, ketika ada sale, harga game ini bisa anjlok di harga Rp. 10.729,00. Kalau di harga promo, tentu game ini dapat dikatakan sangat worth untuk dibeli. Apalagi DLC milik game ini hanya berharga di sekitar Rp. 5.000,00 per item saat sale.
Admin Rating: 9/10 (Hanya saat sale, jangan beli di harga penuh)
Kesimpulan
Just Cause 2 merupakan sebuah game yang menonjol dari sisi grafis dan sistem eksplorasi. Meski punya 2 hal yang menjadi nilai jual, game ini masih banyak hal yang perlu dibenahi seperi di sisi audio, mekanisme shooting, dan AI di dalam game-nya. Di harga promo, game ini merupakan salah satu pilihan game ketika uang terbatas.
GAMEFINITY.ID Kutai Kartanegara – Pembatas Mining yang ada dalam GPU Nvidia RTX 3080 Ti kini telah berhasil dibobol sepenuhnya. Pembobolan ini telah dikonfirmasi oleh website Videocartz, yang menyebutkan bahwa salah satu broker mata uang kripto bernama NiceHash, berhasil menjalankan aktivitas mining dengan 100 persen performa dengan kartu grafis tersebut.
Lite Hash Rate atau yang dikenal sebagai LHR, merupakan sistem pembatas performa mining dalam GPU Nvidia 30-series. Diumumkan pertama kali pada bulan Mei 2021, LHR tidak hanya diterapkan pada driver saja, melainkan juga tertanam dalam vBIOS, serta GPU. Hal inilah yang membuat NVIDIA percaya diri, bahwa pembatas mining mereka akan sulit untuk dibobol oleh para peretas.
Meski begitu, belum genap satu tahun rilis, sistem LHR ini telah berhasil dibobol sepenuhnya. Dalam laporan yang ditulis oleh Videocardz, kabar pembobolan LHR ini datang dari salah satu broker Kripto bernama NiceHash. Dimana mereka telah berhasil melakukan aksi penambangan mata uang kripto dengan performa maksimal, menggunakan GPU keluaran terbaru Nvidia, RTX 3080 Ti.
“Kami sangat senang memberi tahu Anda bahwa NiceHash QuickMiner (Excavator) adalah perangkat lunak penambangan pertama yang SEPENUHNYA (100%) MEMBUKA kartu LHR!” Tulis Videocardz.
“Sekarang Anda dapat memperoleh lebih banyak keuntungan daripada perangkat lunak penambangan lainnya di pasar jika Anda menggunakan kartu grafis LHR dengan NiceHash QuickMiner. Dukungan untuk NiceHash Miner akan segera hadir.”
Para pengembang di NiceHash termasuk dalam salah satu kelompok pertama yang berhasil membuka 70% kunci Pembatas Mining dari algoritma LHR. Pencapaian ini mereka raih pertama kali pada bulan Agustus tahun lalu, yang kemudian terus berlanjut hingga sekarang.
Dan setelah lebih dari 9 bulan meneliti seluk beluk sistem LHR, Mereka akhirnya berhasil membuka 100 persen performa untuk hampir seluruh kartu GPU RTX 30 Series. Pembobolan sistem LHR ini juga telah dikonfirmasi oleh tim Benchmark.pl, dengan peningkatan performa mining dari yang semula berada dalam kecepatan 85-88 MH/s (MegaHash per Second), menjadi sekitar 117 MH/s.
Suka dengan artikel ini? Jangan lupa untuk membaca artikel menarik lainnya hanya di gamefinity.id
GAMEFINITY.ID, Purworejo – Intel akhirnya mengumumkan brand untuk high-performance GPU mereka yaitu Intel Arc. Branding Intel Arc ini sendiri akan mencakup hardware, software dan services hingga beberapa generasi kedepan.
Generasi pertama dari Intel Arc akan menggunakan codename Alchemist, yang mana akan mulai tersedia di desktop maupun laptop pada awal tahun 2022 mendatang. Intel juga telah mengumumkan codename untuk beberapa generasi selanjutnya seperti Battlemage, Celestial dan Druid.
Intel Arc Alchemist sendiri akan menggunakan arsitektur Xe-HPG, yang mana merupakan hasil kombinasi dari arsitektur Xe LP, HP dan HPC. Intel mengatakan arsitektur Xe-HPG ini akan memberikan scalability dan compute efficiency dengan advanced graphics features yang ditujukan untuk para gamer dan content creator.
Intel Arc Alchemist juga akan mendukung hardware-based ray tracing, mesh shading, variable rate shading, video upscaling serta dukungan penuh DirectX 12 Ultimate. Yang menarik, GPU ini juga akan mendukung AI Accelerated Super Sampling seperti DLSS milik Nvidia. Walaupun Intel belum menyebut nama teknologinya, namun Intel nampaknya memang sudah menyiapkannya untuk bersaing dengan DLSS milik Nvidia dan FSR milik AMD.
Saat ini Intel memang belum mengungkapkan performa GPU Intel Arc Alchemist secara spesifik. Namun, mereka telah meluncurkan video teaser yang menunjukkan GPU ini dapat menjalankan dengan lancar beberapa game AAA seperti Crysis Remastered Trilogy dan Metro Exodus (sepertinya dengan ray tracing on). Intel sendiri berencana untuk membagikan detail lebih lanjut mengenai GPU Intel Arc ini dalam beberapa bulan mendatang.
Dengan diumumkannya brand Intel Arc ini, praktis memang Intel akan mulai bersaing dengan AMD dan Nvidia dalam jajaran GPU gaming dan high-performance. Kita lihat saja bagaimana kompetisi dari ketiga perusahaan tersebut mengingat saat ini masih dalam kondisi GPU shortage.