GAMEFINITY.ID, Bandung – Red Barrels akhirnya mengumumkan jadwal rilis The Outlast Trials! Game survival horror besutannya itu akan rilis sebagai early access pada 18 Mei 2023 di PC melalui Steam dan Epic Games Store. Ada kemungkinan game ini akan rilis di platform lain pada kemudian hari.
Mengenal The Outlast Trials
The Outlast Trials merupakan game ketiga dari seri Outlast. Tidak seperti kedua pendahulunya yang merupakan game single player, game ini berupa co-op spin-off dari seri tersebut. Dalam co-op play, pemain dapat bermain bersama tiga pemain lainnya. Meski begitu, solo play tetap tersedia.
Dalam The Outlast Trials, pemain berperan sebagai tahanan Murkoff Corporation. Pemain harus melakukan beragam misi, menghindari musuh, dan bertahan hidup demi melarikan diri. Seperti game pendahulunya, pemain juga harus menyelidiki dengan mengumpulkan dokumen untuk mencari tahu rahasia Murkoff Corporation.
Game ini juga memiliki mekanik stealth sebagai inti utama gameplay. Pemain juga berkesempatan untuk memperlambat musuh agar mengambil kesempatan demi melarikan diri.
Game spin-off Outlast itu telah dalam pengembangan semenjak 2017. Saat itu, mereka tidak bermaksud menambah DLC untuk Outlast 2. Mengingat ini game co-op, ada kemungkinan entri terbaru Outlast itu menjadi game live-service seperti Redfall, Exoprimal, dan Suicide Squad: Kill the Justice League.
Closed Beta Test Telah Membantu Red Barrels Mengembangkan Game
Tim pengembang telah mengungkap closed beta test tahun lalu telah membantu mengembangkan game. Mereka mendapat hasil berupa data yang sangat menarik dan pendapat mendalam.
“Closed Beta hanyalah sebagian dari yang akan datang di The Outlast Trials. Para partisipan yang berminat untuk menghadapi trials membagikan pendapat mendalam dan data yang sangat menarik, yang kami gunakan untuk mengembangkan pengalaman ini,” tutur Phillipe Morin selaku co-founder dilansir dari Eurogamer.
Red Barrels mengundang pemain lainnya untuk mengalami teror yang mematikan bersama teman di Outlast Trials. Jika pemain bertahan cukup lama dan menyelesaikan terapi, Murkoff akan mengizinkannya untuk pergi. The Outlast Trials akan rilis sebagai early access pada 18 Mei 2023.
GAMEFINITY.ID, Bandung – 24 jam memasuki early access, Sons of the Forest telah meraih prestasi yang luar biasa. Game horor survival itu berhasil berada di peringkat puncak penjualan tertinggi di Steam saat ini. Pengembangnya, Endnight Games, mengabarkan game sekuel dari The Forest itu berhasil meraih angka penjualan 2 juta kopi dalam sehari.
Sempat Mengalami Penundaan Beberapa Kali, Endnight Games Memilih Merilisnya sebagai Early Access
Sekuel The Forest itu sempat tertunda hingga awal 2023 pada September lalu. Endnight Games mengklaim penundaan tersebut akan menjadi yang terakhir. Pihak pengembang beralasan bahwa mereka ingin menambah cakupan lebih luas daripada pendahulunya.
Kesuksesan The Forest pada 2014 lalu membuat ekspektasi pemain terhadap Sons of the Forest sangat tinggi. Hal ini memicu tekanan bagi studio untuk menetapkan standar yang semakin meningkat.
Bahkan, game horor survival itu sempat memuncaki peringkat game terbanyak di-wishlist di Steam pada pertengahan Februari ini, mengalahkan Starfield. Ini cukup mengejutkan mengingat Sons of the Forest dikembangkan oleh studio indie ketimbang perusahaan game AAA.
Tidak ingin mengingkari janji pada penggemar, Endnight Games memilih untuk merilis game besutannya itu sebagai early access pada 23 Februari. Pihaknya akan mengandalkan pendapat penggemar agar game tersebut menjadi sesuai harapan saat final release.
Sons of the Forest Terjual 2 Juta Kopi dalam Sehari!
Meski menjadi early access, antisipasi penggemar tidak menurun sama sekali. Sons of the Forest telah berhasil menjadi game terlaris di Steam saat ini. Game tersebut berhasil mengalahkan game premium populer yang baru rilis seperti Hogwarts Legacy dan Atomic Heart. Game free-to-play Counter-Strike: Global Offensive dan Destiny 2 bahkan harus bertekuk lutut di posisi kedua dan ketiga.
Endnight Games kemudian merilis pernyataan di Twitter tentang Sons of the Forest. Mereka mengumumkan game besutannya itu telah terjual sebanyak dua juta kopi dalam 24 jam.
Per tulisan ini, Sons of the Forest berhasil cetak angka pemain aktif tertingginya sebanyak 414.257 pengguna menurut SteamCharts. Ini membuktikan game horor survival itu sudah menjadi salah satu game baru yang banyak dimainkan tahun ini.
Dapatkan Sons of the Forest mempertahankan momentum ini hingga final release-nya kelak?
GAMEFINITY.ID, Bandung – The Day Before menjadi salah satu game yang mencuri perhatian akhir-akhir ini. Game MMO survival horror itu telah menjadi game yang paling banyak di-wishlist di Steam tahun lalu. Ironisnya, saat ini banyak pihak berpendapat bahwa game besutan Fntastic itu berpotensi menjadi game terburuk pada tahun 2023.
The Day Before Mendadak Jadi Game yang Paling Banyak di-wishlist di Steam
Fntastic pertama kali mengungkap The Day Before dengan trailer perdana dan preview gameplay-nya. Trailer tersebut menunjukkan game tersebut terlihat seperti kombinasi The Division dan The Last of Us. Penungkapan itu langsung mencuri perhatian pemain. Mendadak, game tersebut menjadi game yang paling banyak di-wishlist di Steam.
Penundaan Hingga Kontroversi Relawan
Awalnya, game open world MMO survival horror itu dijadwalkan rilis 21 Juni 2022. Akan tetapi, Fntastic selaku pengembang mengungkap bahwa The Day Before harus tertunda hingga 1 Maret 2023. Alasannya, pihak pengembang ingin berganti menggunakan Unreal Engine 5 untuk membuat gameplay-nya lebih fantastik lagi.
Akhir Juni 2022, Well Played mengungkap Fntastic mengandalkan para relawan untuk menyelesaikan game-nya. Kabar ini memicu kontroversi dari berbagai pihak. Pasalnya, relawan yang dimaksud adalah relawan yang dibayar dan tidak dibayar. Banyak dari para relawan itu tidak dibayar.
Anehnya, pihak Fntastic sendiri mengaku tim mereka terdiri dari banyak relawan, termasuk mereka yang dibayar. Setiap relawan tersebut akan mendapat sertifikat partisipasi dan kode gratis, namun tidak akan dibayar sebagai kompensasi.
Jejak Rekam Fntastic
Pengungkapan The Day Before hingga keberhasilannya menjadi game terbanyak di-wishlist di Steam membuat publik bertanya-tanya. Fntastic sendiri merupakan pengembang indie yang baru berkecimprung di pasar game AAA. Pasalnya, pengembang tersebut bukan menjadi pengembang sebesar Ubisoft atau Krafton.
Channel YouTube Force Gaming mengungkap jejak rekam Fntastic sebagai pengembang sangat buruk. Sebelum The Day Before, mereka memiliki tiga judul game yang pernah dikembangkan, yaitu The Wild Eight, Dead Dozen, dan Propnight. Ketiganya sudah dapat dikatakan terabaikan.
Game pertama mereka, The Wild Eight, merupakan top down survival action berlatar di Alaska. Begitu game itu rilis sebagai early access di Steam pada Februari 2017, awalnya pemain memberikan ulasan positif. Namun, Fntastic menjual hak game tersebut karena konflik internal dengan mitranya.
Dead Dozen menjadi game keduanya. Game FPS horror itu melibatkan tim beranggotakan hingga empat pemain untuk keluar dari sebuah piramid misterius. Dead Dozen pertama kali rilis sebagai early access pada Maret 2018. Tidak seperti The Wild Eight, Dead Dozen mendapat kritikan buruk pada awal peluncurannya. Karena hal ini, mereka memutuskan untuk menghentikan dukungannya tiga bulan kemudian.
Propnight menjadi game ketiga dari Fntastic yang dirilis saat pengumuman The Day Before. Pada dasarnya Propnight memiliki konsep yang mirip dengan Dead by Daylight. Namun, game tersebut mendapat ulasan negatif karena bug bertebaran. Setidaknya, Propnight terakhir kali mendapat patch pada 1 Januari 2023.
Rilis Trailer Gameplay RTX yang Minim Gameplay, The Day Before Kembali Picu Kritik
Jejak rekam Fntastic tentu mengundang kritikan dan kekhawatiran terhadap nasib The Day Before ke depannya. Kemungkinan besar, game MMO survival horror itu akan bernasib sama dengan ketiga game sebelumnya, terabaikan dan mendapat ulasan buruk.
Fntastic berani merilis trailer gameplay untuk memamerkan grafik dari Nvidia RTX. Seperti sebelumnya, trailer itu memamerkan grafik yang realistis terhadap dunia game itu.
Warganet langsung mengkritik habis-habisan trailer itu. Mereka mengatakan trailer gameplay itu sama sekali tidak memamerkan lebih banyak gameplay, melainkan berfokus pada grafik yang sangat menawan dan realistis. Tidak sedikit pula yang mengecap The Day Before sebagai calon game terburuk tahun 2023 atau bahkan sebuah scam besar.
The Day Before sempat disusul Stray sebagai game yang paling banyak di-wishlist. Saat ini, Hogwarts Legacy menyusul game besutan Fntastic itu dan langsung menjadi game premium terlaris saat ini.
Dengan jadwal perilisan 1 Maret 2023 semakin dekat, apakah The Day Before akan membungkam skeptisme pemain? Ataukah game ini menjadi satu lagi kegagalan bagi Fntastic?
GAMEFINITY.ID, Bandung – The Callisto Protocol menjadi salah satu game yang paling dinanti pada tahun lalu. Game sci-fi horror itu mencuri perhatian berkat keterlibatan Glen Schofield selaku kreator Dead Space dan bos Striking Distance Studios. Sayangnya, penjualan game-nya sejauh ini dianggap gagal mencapai target yang diharapkan Krafton.
Penjualan The Callisto Protocol Gagal Capai Target
The Callisto Protocol diperkirakan telah memakan biaya produksi kurang lebih sebesar 200 juta won atau sekitar US$160 juta selama tiga tahun. Game yang juga dibuat oleh Krafton itu mencuri perhatian saat promosi di berbagai event seperti PlayStation State of Play, Summer Game Fest, dan Gamescom. Terlebih, nama Glen Schofield juga membantu menambah hype.
Hype yang didapat berfokus pada adegan kekerasan yang brutal, terutama pada close quarter combat dan adegan kematian setiap karakter yang dianggap penting. Begitu juga grafiknya yang mutakhir, realistis, dan kelam.
Meski terdapat hype yang besar sebelum rilis, situs berita asal Korea K-Oddysey melaporkan penjualan The Callisto Protocol gagal capai target. Akibat hal ini, nilai saham Krafton pun anjlok. Krafton berharap game buatan Striking Distance Studios itu bisa mencapai total penjualan 5 juta unit. Sejauh ini, angka penjualan baru mencapai kurang lebih dua juta unit.
Dengan angka yang diperoleh ini, tampaknya ini akan menjadi kegagalan financial terbesar bagi Krafton.
Kritikus dan Pemain Menganggapnya Kurang Sesuai Ekspektasi
Setelah rilis pada awal Desember lalu, kritikus dan pemain memberi ulasan beragam terhadap The Callisto Protocol. Mereka memuji grafik, atmosfer yang mengerikan, dan visceral combat yang bervariasi. Namun, mereka juga mengkritik kurangnya fitur penting dan replay value.
Masalah terbesar muncul pada hari pertama rilis. Hal ini terutama terjadi di versi PC-nya. Terdapat banyak laporan dari pemain versi PC-nya bahwa game yang mereka mainkan mengalami optimisasi buruk, performa terputus-putus, dan sering lag. Ini membuat pemainnya memberi ulasan negatif pada game ini di Steam.
Ditambah lagi, game ini batal rilis di Jepang setelah gagal mendapat rating CERO. Pihak CERO meminta pihak pengembang mengeditnya karena terlalu sadis, namun permintaan ini ditolak.
Meski memiliki potensi menjadi salah satu game sci-fi horor terbaik, The Callisto Protocol ternyata gagal mencuri perhatian pemain dan kritikus. Angka penjualannya yang tidak sesuai ekspektasi membuat saham Krafton anjlok. Walau defmikian, Striking Distance Studios sudah menjanjikan konten tambahan berbentuk DLC sepanjang tahun ini.
GAMEFINITY.ID, Bandar Lampung – Live or Die merupakan salah satu game action survival bertema apocalypse. Game yang serupa dengan Last Day On Earth ini dapat dimainkan secara Offline. Live or Die dirilis pada Oktober 2018 oleh Not Found Games. Live or Die dapat dimainkan di Mobile, Android.
Sinopsis Live or Die, LDOE Offline Version yang Ramah Perangkat
Menceritakan tentang dunia pasca kiamat. Bukan sebuah kiamat yang dikenal secara umum, melainkan sebuah kiamat wabah zombie yang mengancam kehidupan di bumi.
Kamu sebagai pemain akan menjadi salah satu orang yang mampu bertahan dari wabah ini bersama dengan perempuan cantik yang sekaligus menjadi mentor, dirinya bernama Mia. Mia akan membantu dan berpetualang bersama dengan pemain.
Gameplay (8/10)
Live or Die merupakan game action survival yang salah satu hebatnya adalah dapat dimainkan secara offline dan memiliki setting yang cukup simpel. Walaupun telah banyak game survival bertema apocalypse, salah satunya seperti Last Day On Earth yang dibawakan oleh Kefir.
Live or Die menjadi sebuah titik terang penikmat game survival yang dapat dimainkan secara fleksibel dalam genggaman mobile. Mengusung mekanisme dan sedikit gaya pengambilan latar dan sudut yang serupa dengan beberapa game Kefir bertema apocalypse.
Game ini dibawakan dengan genre survival berlatar apocalypse. Lebih tepatnya merupakan game survival bertema zombie. Dalam Live or Die hadirkan banyak jenis mayat hidup seperti, Dead Man dan ada juga hewan yang turut terinfeksi dan dapat menyerang pemain.
Live or Die sendiri menuntut pemain membawakan kemenangan mutlak umat manusia dari gelapnya dunia pasca apocalypse zombie. Dalam petualangan ini, player akan di temani oleh seorang moderator atau pembimbing cantik bernama Mia. Mia akan memberikan banyak bantuan seperti quest, tutorial dan banyak lagi.
Karena hadir dengan fitur dan mekanisme yang nyaris serupa dengan Last Day On Earth, Live or Die menghadirkan berbagai macam tempat dan lokasi rahasia yang penuh plot sana sini.
Graphic (9/10)
Memiliki visual 3D layaknya game survival lainnya, Live or Die juga hadir dengan visual yang tidak jauh berbeda dengan Last Day On Earth. Sedikit yang membedakan hanya pada penggayaan visual saja.
Live or Die juga hadir dengan setup dalam aspek visual yang cukup simpel. Memiliki settingan visual yang hanya terdiri atas 3 jenis yaitu, Low, Medium, dan High. Walaupun di setting low, Live or Die tetap menyajikan visual yang cukup realistis.
Mengusung sudut pandang Eye Bird Views yang dipadu dengan sedikit latar yang dibentuk secara isometrik. Live or Die juga menghadirkan penggambaran karakter dalam bentuk fan art ataupun splash art yang melimpah.
Control (9/10)
Live or Die sebagai game action survival bertema apocalypse menghadirkan kontrol yang cukup baik, walau sedikit sulit bahkan tidak bisa di ubah settingan-nya. Memiliki kontrol perintah pada umumnya.
Menghadirkan kontrol yang minimalis dan tidak seribet beberapa game sejenisnya. Live or Die tersedia dengan kontrol penggerak analog, attack, stealth, dan beberapa kontrol eksekusi lainnya.
Addictive (8/10)
Live or Die yang merupakan game survival apocalypse zombie memiliki kemenarikan yang cukup tinggi, terlebih kepada para veteran game di Last Day On Earth. Selain itu juga hadir dengan tingkat adiktif yang cukup unik.
Live or Die sebagai survival pada hakikatnya cukup menyenangkan untuk jangka waktu tertentu, dan dapat sangat membosankan untuk jangka permainan lama, dan didukung akan monoton akibat versi offline game ini.
Walaupun begitu, grinding di game ini cukup ramah. Pemain tidak perlu untuk keliling map demi mencari resource dan item yang dibutuhkan, karena semua telah terpampang di dalam mini map hingga resource terkecil. Hanya satu masalah yang cukup mengganggu di game ini, yaitu fungsi energy yang cukup boros dan lambat.
Music (9/10)
Live or Die yang hadir dengan kesan semi horror-nya, game ini turut hadir dengan latar musik dan sound effect yang terkesan menarik.
Hadir dengan latar musik yang cukup minimalis, bahkan terkadang game hanya disajikan penuh tanpa latar musik, game hadir dengan sunyi dan memberikan kesan nuansa yang kuat sebagai game horror.
Sound effect juga menjadi pelengkap. Hadir dengan sound effect yang umum seperti ketika menambang, menebang, melancarkan serangan tergantung senjata, hingga suara npc lain yang terbunuh dan tergantung atas jenis ras nya.
Kelebihan
Hadir dengan visual yang menarik dan cukup realistis. Selain pada aspek visual, Live or Die terbilang cukup ringan sebagai game open world di mobile dan dapat dimainkan secara offline juga. Jarak perpindahan antar lokasi yang cukup cepat dan pergerakan objek hingga karakter yang cukup baik.
Kekurangan
Sedikit kekurangan yang bersinggungan dengan kelebihan dari Live or Die. Live or Die sebagai game open world dengan mekanisme yang serupa dengan Last Day On Earth memiliki fitur fungsi yang umum, yaitu energy.
Energy berfungsi sebagai daya ketika bepergian berpindah dari lokasi satu ke lokasi lainnya via map atau antar zona. Kekurangan Live or Die ada disini, cukup sulit untuk mengumpulkan energy tanpa membayar dan dirasa tidak seimbang dengan daya kuras untuk berpindah dari satu zona ke zona lainnya.
Untuk Live or Die, Total Score yang dapat penulis berikan adalah 8,4
Sekian Review Live or Die yang dapat penulis sampaikan.
Update informasi menarik lainnya seputar review game hanya di Gamefinity. Gamefinity.id menyediakan jasa pengisian top up dan vouchergame dengan cara yang mudah dan pastinya terjangkau.
GAMEFINITY.ID, Bandung – Resident Evil Village telah menjadi satu lagi entri Resident Evil yang banyak dipuji oleh pemain dan kritikus. Tidak heran game horor besutan Capcom itu telah terjual sebanyak 6 juta unit. Ditambah, Resident Evil Village memenangkan Game of the Year di Golden Joystick Awards 2021.
Penggemar Resident Evil, baik lama dan baru, telah meminta untuk menambah DLC story karena masih penasaran dengan adegan post-credits-nya. Mengabulkan permintaan penggemar, Capcom mengumumkan di E3 2021 mereka sedang mengembangkan DLC tersebut. Akhirnya, dalam acara Capcom Showcase 2022 pada 13 Juni lalu, Resident Evil Village akan mendapat DLC Winters’ Expansion.
Resident Evil Village Story Expansion “Shadows of Rose”
Penggemar telah penasaran apa yang terjadi selanjutnya setelah cerita Resident Evil Village berakhir. Story Expansion berjudul Shadows of Rose berseting 16 tahun setelah akhir dari Resident Evil Village. Kali ini cerita berfokus pada Rose, putri Ethan dan Mia, dalam perspektif third-person.
Sudah menjadi remaja, Rose diceritakan kewalahan dengan sebuah kutukan mengerikan. Demi menghilangkan kutukan itu, dia memasuki alam bawah sadar Megamyctes. Di sana, dia memasuki sebuah dunia di mana masa lalu kelamnya kembali. Ia harus menghadapi berbagai monster sementara dunia tersebut menyerangnya bertubi-tubi. Apakah Rose akan berhasil menyingkirkan kutukan itu?
Story Expansion “Shadows of Rose” akan tersedia melalui DLC Winters’ Expansion.
The Mercenaries Additional Orders dan Third Person Mode
Selain story expansion “Shadows of Rose”, mode Mercenaries juga mendapat konten baru. Dalam mode ini, pemain dapat berperan sebagai tiga karakter favorit seperti Chris Redfield, Karl Heisenberg, dan Alcina Dimitrescu.
Pemain juga dapat menggunakan perspektif third person dalam memainkan cerita utamanya. Kali ini, pemain dapat melihat secara langsung Ethan beraksi membasmi berbagai musuh. Kedua fitur ini juga akan hadir di DLC Winter’s Expansion.
Resident Evil Village Winters Expansion akan meluncur 28 Oktober 2022. Ditambah, bundle base game dan DLC tersebut, Resident Evil Village Gold Edition, juga siap menghantui pada tanggal yang sama.
Nantikna informasi terbaru dari Residen Evil terbaru, serta info-info keren lainnya di Gamefinity. Selain itu, kalian dapat top up diamonds dan membeli voucher games dengan murah dan proses yang mudah di Gamefinity.id.