Category Archives: Game

Review Queen: Rock Tour, Nostalgia Era Kejayaan Sang Band Legendaris

GAMEFINITY.ID, Jakarta – Harus diakui, bagi para generasi 90-an (ke bawah), band asal Inggris, Queen menjadi salah satu band rock paling fenomenal yang pernah ada. Band yang eksis di tahun 70 dan 80-an ini memang berhasil menelurkan lagu-lagu yang unik, jenius, dan dicintai para pencinta musik beragam genre, terutama rock.

Bagi generasi yang lahir di era 2000-an pun (ke atas), rasanya band ini tetap menjadi favorit. Setidaknya beberapa lagunya seperti We are the Champions dan We Will Rock You sudah pasti sering didengar. Popularitas band ini juga semakin bertambah setelah kesuksesan film biopic Bohemian Rhapsody (2018), yang mengantarkan sang aktor pemeran Freddie Mercury, Rami Malek meraih Oscar (2019).

Tahun ini sendiri menjadi perayaan 50 tahun eksistensi band asal London, Inggris itu. Bertepatan dengan itu, awal Maret ini Gameloft bekerjasama dengan Universal Music Group merilis game mobile Queen: Rock Tour. Bagaimana keseruannya? Simak ulasan Gamefinity berikut.

Gameplay (9/10)

Sebagai game rhythm, gameplay dari Queen: Rock Tour sebenarnya relatif sederhana. Gamer yang pernah memainkan game-game rhythm seperti Guitar Hero atau Rock Band pasti tidak asing lagi dengan mekanisme permainan game.

Pemain perlu menekan not yang turun ke layar pada trek terpisah. Di sini timing menjadi kunci utama untuk menguasai permainan. Apabila pemain terlambat/tidak menekan not dengan tepat waktu, maka lagu akan berhenti.

Uniknya, masing-masing not memiliki warna yang mewakili keempat personel Queen. Hijau untuk sang vokalis Freddie Mercury, biru untuk gitaris Brian May, pink untuk drummer Roger Taylor, dan oranye untuk basis John Deacon. Jadinya, apabila not pink yang keluar, pemain sebenarnya sedang memainkan drum ala Roger Taylor, begitu seterusnya.

https://www.youtube.com/watch?v=R7M_7g2mMJg

Jadi jika pemain melewatkan not vokal hijau acak di antara petikan gitar (not biru), Freddie Mercury tiba-tiba berhenti bernyanyi dan lagu ikonik Queen berubah menjadi aneh. Jika terus menerus/terlalu sering, konser akan dibatalkan dan pemain gagal menyelesaikan lagu.

Setiap not yang ditekan dengan tepat akan mengisi special move meter. Apabila sudah penuh, pemain bisa menggunakan special move sehingga para anggota band akan menampilkan gerakan ikonik mereka, dan penonton akan memberikan tepuk tangan/skor lebih meriah (3 kali lipat) untuk setiap not yang berhasil diketuk selama periode special move.

Mode utama dari game ini adalah World Tour, dimana pemain akan mensimulasikan konser Queen di lokasi-lokasi ikonik, seperti London, Tokyo, hingga Brasil. Setiap lokasi akan menampilkan sekitar dua lagu, sehingga total ada sekitar 20 lagu-lagu legendaris Queen yang bisa dimainkan di game ini.

Selain Tour, ada pula mode Memories yang berisi galeri dan trivia dari perjalanan band Queen. Pemain juga bisa mencoba beberapa trek lagu pada Rehearsal, hingga mengcustom aksesoris dan peralatan para personel Queen pada mode Band. Pemain juga perlu menyelesaikan beberapa task Achievements supaya mendapatkan bonus koin yang bisa digunakan untuk membeli aksesoris band.

Grafik (9/10)

Queen: Rock Tour menggunakan animasi imut yang merekreasi penampilan ikonik dan aksi panggung band legendaris Queen. Bisa terlihat dari tampilan karakter Queen, seperti perpaduan antara minifigure LEGO dan Funko Pops.

Grafik animasi yang halus ini didukung dengan tampilan UI yang ideal. Meski demikian, nampaknya pemain sendiri akan lebih fokus pada not-not yang turun (semakin cepat dan padat di level yang lebih sulit) ketimbang aksi-aksi animasi dari para member Queen.

Kontrol (8/10)

Mekanisme kontrol dalam game ini juga terbilang sederhana. Pemain hanya perlu tap, swipe dan drag sesuai not-not yang turun. Not akan turun pada enam track dan pemain perlu mengetuknya saat berada di poisi yang tepat.

Jika not diketuk dengan tepat, maka pemain dapat mendengar suara tepuk tangan dari para penonton. Semakin banyak tepuk tangan tentunya skor pemain akan semakin tinggi. Namun layaknya game ritme mobile pada umumnya, not-not yang turun memang relatif memiliki ukuran yang kecil.

Dengan tampilan landscape, pemain sejatinya menggunakan kedua jempolnya untuk mengetuk not-not yang turun. Namun memang ukuran not relatif kecil, sehingga menyulitkan para pemain yang memiliki jari relatif gempal.

Adiktif (9/10)

Bagi fans dari Queen, rasanya game ini layak jika disebut sebagai game wajib. Selain bernostalgia dan beromansa dengan lagu-lagu legendaris Queen, pemain juga bisa mengikuti “ringkasan” perjalan tour Queen di masa jayanya. Sejumlah info trivia dan galeri foto riil dari band juga membuat memainkan game ini layaknya mengakses enslikopedia tentang Queen.

Apalagi lagu-lagu Queen sendiri memang memiliki semacam earworm, yang membuat kita ingin mendengar lagu itu terus menerus. Jadi game ini tentunya memiliki modal yang bagus supaya bisa dimainkan terus menerus.

Untuk bisa mengakses game ini secara penuh, pemain hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp42.000 untuk membeli full game. Pemain juga akan merasa tertantang untuk menyelesaikan game di level yang lebih tinggi. Semakin banyak menyelesaikan lagu, pemain bisa mengakses tour-tour berikutnya dan membuka total sekitar 20 lagu legendaris Queen.

Kesimpulan

Layaknya salah satu judul dari lagu legendaris yang dapat dimainkan di game ini, “We Will Rock You”, game Queen: Rock Tour mengajak para pemainnya “nge-rock” bareng sambil bernostalgia dan kembali merasakan hype era kejayaan band di tahun 70-80-an. Dengan tampilan grafis yang halus dan animasi karakter yang imut, didukung lagu-lagu Queen yang enak didengar, game ini memiliki kombinasi bagus untuk merayakan eksistensi Queen selama 50 tahun.

https://www.youtube.com/watch?v=POVF4aB5MIQ

Para fans Queen pastinya akan menyukai game ini. Sementara pencinta genre rhythm juga bisa menikmati tantangan dari game mobile ini. Gmefinity memberikan skor 8.8 untuk Queen: Rock Tour.

Tampil di Video Raja Terakhir Young Lex, Lola Zieta Enggan Promosikan Video Karena Plagiat

GAMEFINITY.ID, Jakarta – Young Lex menjadi perbincangan hangat netizen Indonesia, usai video musiknya yang berjudul “Young Lex – Raja Terakhir (The Last King) | Official song for Three Kingdoms: Hero Legendaris“, dituding plagiat dari video album “Lit” milik musisi asal China, Zhang Yixing atau Lay EXO.

Video itu memiliki konsep yang terbilang identik dengan karya Lay EXO itu. Selain sama-sama mengandung tema kolosal, scene by scene dari video tersebut juga relatif mirip. Seandainya memang meniru atau mengambil pun, sejatinya Young Lex menyertakan kredit untuk sang pencipta asli, supaya tidak masuk kategori plagiat.

Terkait kontroversi tersebut, salah satu model dalam music video (MV) tersebut, Lola Zieta angkat bicara. Video yang dijadikan soundtrack dari game mobile Three Kingdoms: Hero Legendaris itu sendiri memang melibatkan cosplayer sebagai bintang video, seperti Zieta, Larissa Rochefort, hingga Dinar Candy.

Dalam klarifikasinya lewat postingan di Instagram, Lola Zieta mengaku direkrut oleh agency sebagai talent untuk memerankan karakter dari game Three Kingdoms Hero Legendaris serta mempromosikannya. Dirinya mengaku hanya menjalankan tanggung jawab sesuai kontrak yang ada dan tidak terlibat dalam proses produksi dan adanya indikasi plagiarisme “Lay” (Lit) di konten yang disiarkan.

“Saya dan tim sangat tidak mendukung apapun yang mengandung unsur plagiarisme, dan selama proses produksi bagian yang saya dan tim kerjakan tidak mengandung unsur tersebut.”

Lola berkomitmen sebagai profesional akan tetap melanjutkan tanggung jawabnya mempromosikan game, meski tidak akan memprosikan MV milik Young Lex itu.

Young Lex Dituding Plagiat Lay Exo di Video Promo Three Kingdoms: Hero Legendaris

GAMEFINITY.ID, Jakarta – Rapper Indonesia, Young Lex kembali menjadi perbincangan hangat di tengah netizen Indonesia. Pasalnya, rapper bernama asli Samuel Alexander Pieter itu dituding meniru video album “Lit” milik musisi internasional, Zhang Yixing atau Lay EXO untuk video lagu Raja Terakhir (The Last King) di kanal YouTube-nya.

Video lagu tersebut digunakan untuk mempromosikan untuk mempromosikan game mobile Three Kingdoms: Hero Legendaris. Alhasil, nama Young Lex dan “Respect Zhang Yixing” menjadi trending topic di Twitter akibat kasus ini. Tagar “Young Lex”, “Plagiat”, “Naga”, dan “RESPECT ZHANG YIXING” menduduki trending topik Twitter.

Sejumlah media, bahkan media asing (koreaboo.com) lantas membandingkan intro dan konsep video klip Raja Terakhir dengan Lit. Di sosial media, warganet juga menyandingkan kedua video klip itu sambil menyelipi tagar Respect Zhang Yixing.

“Yixing telah bekerja sangat keras untuk membuat Lit MV. konsep dan biaya dia menanganinya sendiri dan Anda tidak menghormatinya dan berkata “penggemar kpop akan mengatakan ini adalah plagiarisme” tidak, Anda tidak mengatakannya, karena itu benar-benar apa adanya,” tulis akun Twitter @skyntist.

Seperti diberitakan Kompas, hingga Selasa (9/3/2021) pukul 08:30 WIB, tagar Respect Zhang Yixing memuncaki trending Twitter dan di tweet lebih dari 127 ribu twit.

Walau begitu, alih-alih meminta maaf, Young Lex justru menyindir balik para netizen Indonesia. “Fans K-pop otak micin akan bilang ini plagiat,” komentar balik Young Lex di video tersebut. Belakangan, komentar itu telah dihapus sang rapper berusia 28 tahun.

Alhasil, video berjudul “Young Lex – Raja Terakhir (The Last King) | Official song for Three Kingdoms: Hero Legendaris” itu justru lebih banyak mendapat dislike ketimbang like dari para Youtuber. Pantauan Gamefinity hingga Selasa (9/3/2021) pukul 14:15 WIB, video ini mendapatkan 24 ribu dislike berbanding 18 ribu like.

Sekadar informasi, Zhang Yixing atau yang beken dengan nama LAY ialah musisi asal China yang juga merupakan anggota boyband EXO. Dalam lagu Lit, dirinya berperan sebagai penulis lagu, produser rekaman, penari, dan aktor. Album solo ini sendiri direkam di China dan menembus angka penjualan hingga 30 juta Yuan (sekitar Rp6,6 miliar).

Fantastisnya, rekor penjualan itu terwujud dalam durasi yang singkat, yakni 7 menit dan 19 detik di QQ Music, 29 Mei 2020. Lagu ini juga memuncaki tangga teratas iTunes di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Sekadar mengingatkan, menurut KBBI sendiri plagiat berarti “pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan”.

Artinya, apabila seorang kreator ingin mengambil sebagian atau seluruhnya karya milik orang lain, sangat penting untuk mencantumkan sumber atau pencipta asal karya tersebut supaya tidak termasuk kategori “plagiat”.

Sang Putra Minta Maaf Sempat Sesumbar Terkait ELO Rating Dewa Kipas

GAMEFINITY.ID, Jakarta – Kisruh antara pecatur influencer internasional, Levy Rozman alias GothamChess dengan mantan karyawan yang hobi main catur asal Indonesia, Dadang Subur alias Dewa Kipas terus berlanjut. Dari akun Dewa Kipas yang diblokir, hingga akhirnya GothamChess yang memblokir akses video di kanal YouTube bagi warganet Indonesia. Baru-baru ini, sang putra Dewa Kipas, Ali Akbar kembali mengklarifikasi beberapa hal terkait permasalahan ini.

Lewat postingannya di Facebook, Ali meminta maaf karena kegaduhan yang ditimbulkan beberapa terakhir, Dirinya siap bertanggung jawab atas semua yang dikatakan sebelumnya, sekaligus mengoreksi beberapa informasi yang salah terkait Dewa Kipas. Salah satunya adalah terkait FIDE rating dan ELO Rating sang ayah.

Ali menjelaskan, bahwa Dadang Subur tidak mempunyai FIDE rating, karena turnamen-turnamen yang diikuti Dadang di masa lalu hanyalah turnamen internal dari perusahaan, juga Turnamen daerah yang tidak menghadiahkan gelar.

“Ini karena Pak Dadang adalah (Mantan) Karyawan Asuransi Jasindo , dan bermain catur hanya karena hobi, bukanlah Profesi Asli. Namun tetap merupakan anggota dari tim catur Jasindo.”

Sementara terkait ELO Rating, Ali juga menjelaskan bahwa Dadang Subur tidak memiliki Elo rating hingga 2.500 lebih. Pernyataan yang sempat terlontar itu diakuinya hanyalah karena terbawa emosi dan sesumbar semata.

“Saya dengan cerobohnya mengatakan hal ini, karena Pak Dadang memang sudah terbiasa melawan bot dengan ELO 2500, dan dibuat catatan PGN-nya. Awalnya saya mengira hal itu bisa dijadikan acuan.”

Tak hanya itu, Ali juga mengklarifikasi pernyataan sebelumnya, yang menyebut fans GothamChess telah melakukan report massal pada akun Dewa_Kipas hingga akunnya hangus. Report hanya bisa dilakukan oleh pemain yang berhadapan langsung, yang berarti GothamChess sendirilah yang melakukan laporan.

“Viewernya hanya mengirimkan Hate Message melalui pesan in-app di dalam Chess-com. Lalu akun Dewa_Kipas diblokir karena statistik akunnya yang mencurigakan.”

Terkait region Indonesia yang kini diblokiir dari semua video-video GothamChess, Ali turut menyayangkan hal itu. Pasalnya, sebenarnya masalah antara ayahnya dengan sang pecatur sudah selesai, dan Levy sendiri berjanji akan mengadakan acara catur yang akan melibatkan para pecatur di Indonesia.

Walau begitu, Ali berani menjamin dan bersikeras bahwa Dewa Kipas tidak menggunakan bot atau Engine dalam pertandingannya melawan GothamChess beberapa waktu yang lalu. Ini karena saya selalu melihat Pak Dadang bermain, dan beliau selalu menjelaskan hasil permainannya kepada dirinya.

“Pak Dadang juga akan melakukan Conference Call bersama anggota grup INFO CATUR, untuk menjelaskan pertandingannya dengan GothamChess, serta statistik Akun Chess-com yang tidak normal.”

Heboh GothamChess vs Dewa Kipas, Bakal Diklarifikasi di Podcast Deddy Corbuzier

GAMEFINITY.ID, Jakarta – Kehebohan drama antara pecatur influencer GothamChess dengan bapak-bapak asal Indonesia, Dadang Subur alias Dewa Kipas terus berlanjut. Bahkan pada Rabu mendatang, Dadang akan diundang ke podcast Deddy Corbuzier, yang selama ini dikenal selalu membahas isu-isu hangat yang sedang ramai dibicarakan para netizen.

“Hari Rabu Nanti, Saya dan Bapak Dadang akan diundang ke Podcast Deddy Corbuzier. Kami akan berbicara apa adanya, dan sejujur-jujurnya. Semoga diberikan Kelancaran dalam menjawab Semua pertanyaan yang ada,” tulis putra Dadang Subur pada postingan Facebook-nya.

Sebelumnya, Levy Rozman alias Gotham Chess diduga memblokir warganet Indonesia untuk mengakses video di kanal YouTube-nya. Sekadar meningatkan, perseteruan dimulai ketika GothamChess dan Dewa Kipas bertarung di game catur online. GothamChess mengalami kekalahan di game tersebut dan menuduh Dewa Kipas menggunakan cheat. Alhasil, para pengikut GothamChess tidak terima dan pada akhirnya melakukan report masal terhadap akun Dewa Kipas. Pada akhirnya akun Chess milik Dewa Kipas pun terblokir.

Tak terima, netizen Indonesia ramai-ramai menyerang sosial media sang pecatur sehingga akhirnya GothamChess pun meminta maaf kepada Dewa Kipas terkait tuduhannya tersebut. Namun nyinyiran dari Netizen Indonesia masih saja berseliweran, sehingga sang influencer akhirnya memberlakukan region lock di akun Youtube untuk para pengguna internet di Indonesia.

“Saya sudah mengingatkan berkali-kali kepada Netizen Indonesia untuk JANGAN menyerang GothamChess karena semua masalahnya sudah selesai. Karena suatu saat Levy akan mengadakan Acara Catur yang akan melibatkan Para pemain catur terkenal di Indonesia. Tapi karena serangannya semakin Parah, Justru Region Indonesia malah diblokir dari semua Video-video GothamChess. Hal ini Sangat disayangkan,” kata Ali Akbar.

Wah, sampai mana ributnya ya? Semoga insiden ini berakhir dengan damai, tanpa ada saling blokir maupun saling nyinyir. Setuju, Warga Gamefinity?

Penerbit Six Days in Fallujah Akui Gamenya Tidak Dapat Dipisahkan dari Politik

GAMEFINITY.ID, Jakarta – Penerbit Six Days in Fallujah, Victure telah merilis pernyataan yang mengubah pendiriannya tentang game shooter yang akan datang. Game ini sendiri didasarkan pada pertempuran nyata dari Perang Irak.

Akan dirilis akhir tahun ini, game PC dan konsol yang telah lama dikembangkan ini menceritakan kisah Pertempuran Fallujah Kedua (2004), dari perspektif pasukan Amerika yang memerangi pemberontak Irak, serta anggota penduduk sipil kota.

Gameplay shooter militer orang pertama akan menjadi 90 persen dari aksi, dengan 10 persen lainnya berputar di sekitar alur cerita paralel di mana pemain mengambil peran sebagai seorang ayah di Irak yang tidak bersenjata dan mencoba mengeluarkan keluarganya dari kota. Pemain tidak pernah mengambil peran sebagai “pemberontak”.

Terlepas dari kenyataan bahwa cerita permainan diceritakan hampir seluruhnya dari perspektif prajurit AS, CEO Victure Peter Tamte mengatakan dalam wawancara GamesIndustry.biz bahwa Six Days in Fallujah adalah “game yang bukan pernyataan politik”.

Namun dalam pernyataan pada hari Senin (8/3/2021), Victure mengakui bahwa peristiwa Six Days di Fallujah “tidak dapat dipisahkan dari politik”. Victure juga menyebut bahwa gamenya berusaha menceritakan kisah dari berbagai sudut pandang.

“Kami memahami peristiwa yang diciptakan kembali dalam Six Days in Fallujah tidak dapat dipisahkan dari politik,” katanya.

“Kisah-kisah dalam Six Days in Fallujah diceritakan melalui gameplay dan cuplikan dokumenter yang menampilkan anggota militer dan warga sipil dengan pengalaman dan opini yang beragam tentang Perang Irak. Sejauh ini, 26 warga sipil Irak dan puluhan anggota militer telah berbagi momen tersulit dalam hidup mereka dengan kami, sehingga kami dapat membagikannya dengan Anda, dalam kata-kata mereka.”

Tamte sebelumnya mengklaim bahwa lebih dari 100 marinir, tentara, dan warga sipil Irak yang hadir selama Pertempuran Fallujah Kedua telah berbagi kisah pribadi, foto, dan rekaman video mereka dengan tim pengembangan judul tersebut.

“Selama bermain game, pemain akan berpartisipasi dalam cerita yang diberi konteks melalui segmen dokumenter. Setiap misi menantang pemain untuk menyelesaikan skenario militer dan sipil nyata dari pertempuran secara interaktif, menawarkan perspektif perang perkotaan yang tidak mungkin dilakukan melalui media lain.

“Kami yakin kisah pengorbanan generasi ini pantas diceritakan oleh Marinir, Prajurit, dan warga sipil yang ada di sana. Kami percaya Anda akan menemukan permainan – seperti acara yang dibuat ulang – menjadi kompleks,” ,” lanjut Victure.

Six Days in Fallujah awalnya dijadwalkan untuk diterbitkan oleh Konami lebih dari satu dekade yang lalu, tetapi penerbit menarik diri pada tahun 2009 karena sifat kontroversial dari permainan tersebut. Game ini mengundang kritik dari beberapa pihak termasuk veteran militer dan kelompok anti-perang.